Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN, Wihaji, berjanji akan memboyong orang tua asuh untuk membantuk pengentasan kemiskinan dan stunting di Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Doakan supaya kami bisa memboyong kerabat dan kenalan untuk menjadi orang tua asuh di NTT dalam rangka penanggulangan stunting. Baginya anak-anak stunting itu adalah bagian anak bangsa yang perlu mendapat dukungan," ujar Wihaji saat meberikan sambutan secara virtual dalam acara launching Kick-Off Road Map Konsorsium Tahun 2025-2028 di Soe, NTT, Selasa (28/10/2025).
Secara jumlah, Provinsi NTT menempati urutan kedua kasus stunting di Indonesia setelah Jawa Barat. Walaupun di Jawa Barat kasus stunting saat ini 'hanya' 15,9 persen, tapi jumlah penduduknya mencapai lima puluhan juta jiwa.
"Untuk kick-off ini langsung ditindaklanjuti dengan tahapan-tahapan. Ini adalah tindak lanjut, yang nanti tidak hanya didiskusikan, tidak hanya diobrolkan, lebih penting adalah setelah ini mau diapain," ujar Wihaji.
Ia menegaskan persoalan kemiskinan ekstrem dan stunting tidak boleh selesai di atas meja, harus ada upaya kongkret untuk menekan masalah yang dialami itu. Menurut Wihaji, dengan kondisi pemerintah daerah yang mengalami kesulitan anggaran, membutuhkan kolaborasi dari semua elemen itu yang penting, meski begitu kerja sama itu harus punya orientasi jelas.
Wihaji mengatakan kementeriannya akan mendorong pembentukan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) khusus untuk mengurus ibu hamil dan ibu balita.
"Kader Posyandu akan mengerjakan itu. Sementara BKKBN menjadi kementerian yang bertanggung jawab," lanjut dia.
Wihaji mengatakan langkah itu menjadi bagian dari pintu masuk mengurai stunting.
"Jika penyelesaian bisa dilakukan pada tingkat ibu hamil dan ibu balita, maka stunting bisa diminimalisiasi. Termasuk juga SPPG khusus kerja sama dengan kementerian kami. Jadi ada kekhususan. Kalau percepatan biasa saja namanya tidak cepat," jelasnya.
Untuk diketahui, sesuai data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI), kasus stunting di NTT mencapai 37 persen. Namun, untuk keluarga berisiko stunting (KRS) mengalami penurunan dari 431.247 keluarga pada 2022 menjadi 331.116 keluarga pada 2024.
Simak Video "Video: Protein Hewani Jadi Kunci Penanganan Stunting"
(hsa/iws)