Selamatkan Krisis Literasi Anak NTT, Pemprov Perkuat Kolaborasi Lintas Sektor

Selamatkan Krisis Literasi Anak NTT, Pemprov Perkuat Kolaborasi Lintas Sektor

Simon Selly - detikBali
Rabu, 15 Okt 2025 22:46 WIB
Rapat Komite Pengarah Provinsi INOVASI NTT yang digelar di Kantor Gubernur, Rabu (15/10/2025). (Simon Selly)
Foto: Rapat Komite Pengarah Provinsi INOVASI NTT yang digelar di Kantor Gubernur, Rabu (15/10/2025). (Simon Selly)
Kupang -

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) memperkuat kolaborasi lintas sektor untuk mengatasi krisis literasi. Data menunjukkan lebih dari 25 persen siswa SMA di NTT berada pada kategori literasi rendah, sementara hanya 24,7 persen sekolah yang tergolong baik.

Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan rendahnya kemampuan literasi ini merupakan tantangan serius yang tak bisa diselesaikan secara parsial. Bahkan persoalan tersebut terjadi hingga jenjang perguruan tinggi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menekankan pentingnya perbaikan yang sistematis sejak pendidikan dasar. Sebab, semakin baik keterampilan literasi di jenjang pendidikan dasar, semakin kuat pula fondasi belajar di tingkat selanjutnya.

"Tanpa intervensi jangka panjang yang terstruktur, anak-anak berisiko tertinggal dalam pembelajaran, kesulitan memasuki dunia kerja, dan terhambat dalam partisipasi sosial. Namun, peluang untuk keluar dari krisis tetap terbuka," kata Melki dalam Rapat Komite Pengarah Provinsi INOVASI NTT yang digelar di Kantor Gubernur, Rabu (15/10/2025).

ADVERTISEMENT

Kepala Bapperida NTT Alfonsus Theodorus menegaskan penguatan kerja sama lintas sektor menjadi kunci utama dalam mengatasi krisis tersebut. Melalui Program INOVASI yang didukung Pemerintah Australia, Pemprov NTT menerapkan pendekatan ekosistem pendidikan untuk memperbaiki mutu pembelajaran dasar.

"Program INOVASI merupakan model kemitraan yang sistematis dan berdampak nyata dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dasar. Kami berterima kasih kepada pemerintah Australia atas dukungannya melalui Program INOVASI," ujar Alfonsus.

Direktur Program INOVASI, Sri Widuri, menambahkan bahwa kolaborasi ini melibatkan pemerintah daerah, LSM, organisasi masyarakat sipil dan berbasis agama, organisasi penyandang disabilitas, sektor swasta, serta mitra pembangunan seperti UNICEF, Plan International, dan Forum Filantropi Indonesia.

Ia menyebut pendekatan berbasis ekosistem ini bertujuan memperkuat kapasitas guru, mendukung pembelajaran berbasis bahasa ibu di kelas awal, serta mendorong inovasi lokal seperti reading camp untuk meningkatkan kemampuan literasi anak sejak dini.

"Kolaborasi yang kuat antara pemerintah pusat, daerah, sekolah, dan masyarakat adalah kunci untuk menutup kesenjangan hasil belajar dan memastikan setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh dan belajar," jelas Sri Widuri.

Sri juga mencontohkan keberhasilan Kabupaten Nagekeo sebagai pelopor dalam penerapan pembelajaran berbasis bahasa ibu di kelas awal.

Sejak 2020, melalui kemitraan dengan Program INOVASI dan Yayasan Sulinama, pendekatan transisi dari bahasa Nage ke bahasa Indonesia diterapkan di 10 PAUD dan 10 SD.

"Survei awal menunjukkan bahwa hampir 50 persen siswa menggunakan bahasa ibu di sekolah, tapi hanya 6 persen guru yang menggunakannya sebagai bahasa pengantar," sebutnya.

Program ini menjembatani kesenjangan tersebut melalui pelatihan guru dan pengembangan bahan ajar berbasis bahasa lokal. Hasilnya, hampir 100 persen siswa di sekolah percontohan mencapai kecakapan literasi dasar, termasuk dalam mengenal huruf, membaca lancar, dan memahami bacaan.

"Di NTT, INOVASI telah mendukung 10 Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan pemerintah daerah untuk memperkuat keterampilan dasar mengajar para dosen dan mahasiswa calon guru melalui pendekatan berbasis ekosistem, termasuk melalui reading camp dan penggunaan bahasa ibu di PAUD/TK dan kelas awal SD untuk mendukung transisi ke bahasa Indonesia," terang Sri.

Pada tingkat provinsi maupun kabupaten mitra, Program INOVASI di NTT menjalin kemitraan luas dengan berbagai pihak. Mulai dari organisasi nonpemerintah hingga mitra pembangunan seperti SKALA, UNICEF, Nusa Tenggara Association, LITARA, Yayasan Bambu Lestari, dan Plan International.

"Mulai Agustus 2025, telah terbuka peluang kerja sama dengan para pengusaha yang tergabung pada Forum Filantropi Indonesia di Jakarta," lanjut dia.




(nor/nor)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads