Kantor Wilayah Direktorat Jenderal (Kanwil Ditjen) Imigrasi NTT menggandeng Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) untuk memperkuat pengawasan warga negara asing (WNA) yang beraktivitas di perairan Labuan Bajo, Manggarai Barat.
Langkah ini diambil karena jumlah WNA yang berwisata hingga menginap di kapal-kapal wisata di perairan Labuan Bajo tergolong tinggi.
Kerja sama itu ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) antara Kanwil Ditjen Imigrasi NTT dan KSOP Kelas III Labuan Bajo, Rabu (24/9/2025). PKS ditandatangani Kepala Kanwil Ditjen Imigrasi NTT Arvin Gumilang dan Kepala KSOP Kelas III Labuan Bajo Stephanus Risdiyanto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menandatangani PKS dengan KSOP ini upaya sinergitas kami membangun kolaborasi, memperkuat pengawasan orang asing khususnya di wilayah perairan Nusa Tenggara Timur dalam hal ini Labuan Bajo," kata Arvin seusai penandatanganan.
"Karena memang kita ketahui bersama Labuan Bajo ini menjadi destinasi wisata superprioritas nasional sehingga menjadi diperhatikan oleh pusat," lanjutnya.
Arvin menjelaskan KSOP dilibatkan karena memiliki data pergerakan WNA di perairan Labuan Bajo. Selama ini, pengawasan bersama KSOP sudah berjalan, namun kini diformalkan lewat PKS.
"Karena memang KSOP yang kami pada hari ini melakukan perjanjian kerja sama memiliki data-data yang bisa memperkuat sistem pengawasan orang asing yang kami miliki," ujarnya.
Imigrasi, kata Arvin, memantau WNA sejak masuk hingga keluar dari Indonesia, termasuk aktivitas di kapal wisata.
"Orang-orang asing yang menginap di kapal-kapal wisata yang berada di perairan Labuan Bajo ini menjadi perhatian kami," ucapnya.
Menurut Arvin, WNA yang menginap di hotel di daratan Labuan Bajo lebih mudah terpantau karena ada sistem pelaporan hotel. Kondisinya berbeda untuk WNA yang menginap di kapal wisata.
"Untuk saat ini orang-orang asing yang menginap di hotel-hotel yang berada di daratan itu sudah 80% bisa terpantau karena kita memiliki sistem aplikasi pelaporan orang asing. Nah untuk yang kemudian menginap selama 3 hari, 4 hari (di kapal wisata), inilah yang menjadi game tapi bukan berarti pengawasannya tidak terputus," jelas Arvin.
Arvin mengatakan data WNA dari KSOP akan di-crosscheck dengan izin tinggal yang tercatat di Imigrasi.
"Kita harus melihat dari keberadaannya, kan kami bisa secara back office melihat izin tinggalnya. Ini ada basic-nya adalah data-data yang kita punya, yang kita peroleh dari KSOP misalnya nama, nomor telepon sudah cukup untuk kita kemudian melihat orang ini tinggalnya kira-kira apa," jelasnya.
Arvin menambahkan integrasi data WNA antara Imigrasi dan KSOP memungkinkan dilakukan ke depan karena KSOP sudah memiliki data elektronik terkait pergerakan WNA.
"Karena ternyata untuk orang-orang yang berada di perairan Labuan Bajo ini mereka sudah secara elektronik tercatat. Itu kan ada potensi berarti sesuatu yang bisa diintegrasikan," tandas Arvin.
KSOP: 80% Turis di Laut adalah WNA
Kepala KSOP Kelas III Labuan Bajo Stephanus Risdiyanto mendukung PKS tersebut. Menurutnya, mayoritas wisatawan yang beraktivitas di perairan Labuan Bajo adalah WNA.
"Untuk Labuan Bajo itu lebih dari 80% turis ke perairan, kemudian lebih dari 70% pada saat peak season itu turis asing," kata Stephanus.
Stephanus menjelaskan data WNA terekam lewat sistem tiket elektronik (e-ticketing) yang mengontrol manifest penumpang kapal wisata.
"Melalui e-ticketing yang sudah diterapkan di Labuan Bajo maka data manifest itu dapat terkontrol dengan fungsi yang pertama adalah fungsi untuk menghindari over capacity. Kemudian yang kedua adalah fungsi memperoleh data yang akurat untuk manifest kapal," jelasnya.
"Jadi di manifest kapal itu sudah tercantum data penumpangnya yang di antaranya adalah orang asing, sebagian besar malah orang asing," tambahnya.
Ia menilai data itu tidak hanya berguna untuk Imigrasi, tetapi juga pemerintah daerah hingga saat penanganan kedaruratan.
"Data itu ternyata diperlukan juga untuk instansi lain seperti pemerintah daerah untuk pendapatan daerah. Kemudian juga imigrasi untuk orang asing," ucapnya.
"Kemudian untuk kejadian-kejadian kedaruratan juga sangat diperlukan karena kalau warga negara asing mengalami kejadian kedaruratan, selain penanganannya pada saat kejadian juga proses pemulangan ganti rugi itu masih banyak instansi yang memerlukan data," tandas Stephanus.
Simak Video "Video: Berenang Bareng Ikan Pari Manta di TN Komodo"
[Gambas:Video 20detik]
(dpw/dpw)











































