Bupati Flores Timur, Anton Doni Dihen, menyampaikan sejumlah persoalan dan kebutuhan dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki. Hal itu ia sampaikan dalam rapat tingkat menteri yang digelar di Ruang Rapat Menko PMK, Jakarta, Kamis (21/8/2025).
Rapat ini dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Pratikno, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto, Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU) Diana Kusumastuti, dan Gubernur NTT Melkiades Laka Lena, serta perwakilan dari Kementerian Sosial, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup, dan Badan Pertanahan Nasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendala Hunian Tetap
Anton menjelaskan pembangunan hunian tetap (huntap) bagi penyintas erupsi Lewotobi menghadapi kendala besar. Pertama, perbedaan pendapat mengenai izin lingkungan, apakah menggunakan AMDAL atau SPPL. Menurutnya, persoalan ini memerlukan ketegasan sikap serta keputusan dari tingkat atas.
"Kedua, pembangunan huntap baru dapat dilakukan jika jalan masuk sudah tersedia. Pembangunan jalan ini diperkirakan akan memakan waktu 8 bulan dan selesai pada Juni 2026. Bupati berharap kendala DIPA dapat segera diatasi agar proyek dapat dimulai lebih cepat," ungkap Anton dalam press rilis yang diterima detikBali, Kamis.
Kendala Infrastruktur dan Banjir Lahar Dingin
Anton mengatakan jalan masuk ke lokasi huntap diperkirakan selesai paling cepat Juni 2026. Hal ini menyebabkan penuntasan hunian tetap baru bisa terjadi pada akhir 2026 atau 2027.
Selain itu, kata Anton, ancaman banjir lahar dingin yang dapat memutus jalan negara dan konektivitas antar desa menjadi perhatian serius. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan bantuan setidaknya dua unit ekskavator. Ia juga menyampaikan kendala terkait izin survei lokasi untuk pembangunan check dam dan sabo dam yang dibutuhkan guna mitigasi banjir lahar dingin.
Kebutuhan Sosial Ekonomi
Anton juga meminta perhatian pemerintah pusat untuk pemenuhan kebutuhan sosial dan ekonomi para pengungsi. Sementara, kebutuhan beras CPP dan Jaminan Hidup (Jadup) bagi pengungsi masih sangat diperlukan, bahkan hingga satu tahun setelah mereka menempati huntap.
Di bidang pendidikan, Anton menyebut sebanyak 187 mahasiswa dari keluarga pengungsi mengalami kesulitan biaya pendidikan dan diharapkan permohonan beasiswa mereka dapat dipenuhi.
"Untuk keberlanjutan ekonomi, dibutuhkan strategi mata pencaharian tertentu bagi pengungsi, seperti pembukaan kemungkinan Livelihood Project berskala besar. Pemerintah daerah bisa menyiapkan lahan seluas sekitar 300 hektare untuk proyek ini," imbuhnya.
Pemulihan Psikologis
Selain itu, keadaan traumatik dan stres yang dialami pengungsi akibat tinggal di pengungsian dalam waktu lama menuntut adanya alokasi perhatian dan anggaran untuk trauma healing dan community building.
"Kami berharap, dengan adanya rapat ini, kendala-kendala yang disampaikan dapat segera diatasi melalui dukungan dan keputusan dari pemerintah pusat, sehingga proses rehabilitasi dan rekonstruksi dapat berjalan lebih cepat dan efektif demi kesejahteraan masyarakat terdampak," tandasnya.
(nor/nor)