Pemetaan ini dilakukan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Mataram untuk meminimalisir terjadinya penyalahgunaan fungsi sungai. Sebab, pada kenyataan di lapangan, masih banyak masyarakat yang membangun bangunan rumah di atas bantaran sungai. Akibatnya, setiap volume sungai meningkat, rumah-rumah di bantaran sungai ambruk dan hancur terkena hantaman air.
"Kami sudah coba petakan, rumah-rumah yang ada di bantaran kali. (Jumlahnya) memang lebih banyak, dan maju (ke arah sungai), (bahkan) mengambil hak badan sungai," kata Kepala Dinas PUPR Kota Mataram Lale Widiahning saat dikonfirmasi di Mataram, Rabu (16/7/2025).
Menurut Lale, hampir sebagian besar sungai di Kota Mataram dipenuhi bangunan-bangunan rumah warga. Bahkan, tak sedikit, ada rumah warga yang memakan setengah dari badan sungai.
"(Kalau terkait penertiban), mudah-mudahan ke depannya kita lakukan penertiban, mau tidak mau (harus). Cuman yang namanya masyarakat, kalau serta merta kita gusur, kan tidak semudah itu. Masak kita mau gusur, terus kita buatkan huntara massal. Huntara kan, juga butuh tanah, masalahnya tanah kita terbatas," beber Lale.
Sementara itu, Kasat Pol PP Kota Mataram Irwan Rahadi menegaskan, pihaknya pasti menindak tegas warga yang ngeyel dan tetap membangun rumah di bantaran sungai.
"Prinsipnya, masyarakat gunakan hak sesuai dengan hak miliknya. Tapi kalau namanya bantaran, itu kawasan yang nggak boleh dibangun secara permanen. Kecuali ada persetujuan atau disetujui oleh pemerintah, mungkin pola teknisnya nanti yang diatur," kata Irwan saat dikonfirmasi terpisah, Rabu.
Irwan mengatakan, pada prinsipnya bantaran sungai tidak boleh digunakan, apalagi dibangunkan bangunan.
"Kalau mereka bangun (rumah di atas bantaran sungai), bakal kita tegur (bahkan kita tertibkan)," tandasnya.
(mud/mud)