Bayi di RSUD Ruteng Meninggal gegara Tak Dibantu Alat Bantu Pernapasan

Manggarai

Bayi di RSUD Ruteng Meninggal gegara Tak Dibantu Alat Bantu Pernapasan

Sui Suadnyana, Ambrosius Ardin - detikBali
Kamis, 03 Jul 2025 13:09 WIB
Ilustrasi Benarkah Petasan Sebabkan Bayi Meninggal
Foto: Ilustrasi bayi meninggal. (Dok. iStock)
Manggarai -

Bayi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ruteng, Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), meninggal pada hari keempat seusai dilahirkan. Bayi tersebut meninggal diduga akibat rumah sakit tak menyediakan alat bantu pernapasan (ventilator).

Bayi tersebut lahir lewat operasi caesar pada 20 Juni 2025 dan mengembuskan napas terakhirnya pada 24 Juni 2025. Bayi itu awalnya mengalami gangguan pernapasan setelah lahir. Anak pertama dari pasangan yang baru menikah tahun lalu itu tak bisa bersuara atau menangis setelah lahir seperti bayi pada umumnya.

Keluarga yang menjaga di RSUD Ruteng berusaha menolong bayi tersebut dengan pompa oksigen secara manual sambil berharap rumah sakit bisa menyediakan ventilator. Namun, ventilator itu tak kunjung tersedia hingga bayi itu meninggal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pascaoperasi, bayi lahir dengan selamat. Namun, ia mengalami gangguan pernapasan sehingga tidak bersuara dan menangis. Untuk menjaga kondisinya tetap terjaga, keluarga yang menjaga di RSUD memompa oksigen secara manual. Tindakan ini dilakukan beberapa hari dan berharap ventilator segera tersedia untuknya," ungkap keluarga bayi tersebut, Siprianus Jemalur, Kamis (3/7/2025).

"Namun, harapan itu tidak pernah datang. Pada hari ketiga, kondisinya mulai drop dan pada hari keempat ia terpaksa meninggal sekitar jam 07.30 malam," lanjut Sipri.

Ibu kandung bayi berinisial EY tak melihat kondisi anaknya selama di RSUD Ruteng hingga buah hatinya itu meninggal. Sebab, EY masih menjalani perawatan di rumah sakit tersebut.

Keesokannya, jelas Sipri, jenazah bayi dibawa ke kampung halaman orang tuanya di Desa Ruang, Kecamatan Satarmese Utara, Manggarai. EY baru bisa melihat kondisi anaknya yang tak bernyawa itu saat sudah berada di rumah duka, di kediaman mereka.

"Ketika berjumpa dengan anaknya yang sudah kaku itu, ia meneteskan air mata. Ia hendak menangis sekerasnya, tetapi tidak bisa karena luka jahitan operasinya masih basah. Sangat menyakitkan. Ketika melepaskan anaknya ke liang lahad, ia sempat mencium anaknya untuk terakhir kali," ujar Sipri.

Sipri menuturkan EY awalnya dirujuk dari Puskesmas Langke Majok ke RSUD Ruteng. Saat masih di kampung sebelum melahirkan, bidan memperkirakan EY melahirkan pada 23 Juni 2025. Namun, sepekan sebelum waktu itu tiba, EY menunjukkan tanda-tanda mau melahirkan. Keluarga membawa EY ke Puskesmas Langke Majok.

Di Puskesmas itu, EY berjuang melahirkan anaknya secara normal. Namun, kondisi fisik EY kemudian lemah. Dia pun dirujuk ke RSUD Ruteng.

Setibanya di RSUD Ruteng, kata Sipri, EY tidak langsung dioperasi. Alasan rumah sakit, kapasitas ruangan terbatas dan sarana pendukung untuk intervensi pascamelahirkan masih penuh.

Namun, karena kondisi fisiknya lemah, keluarga memutuskan untuk melanjutkan operasi. Operasi berjalan sukses, tetapi bayi tersebut mengalami gangguan pernapasan hingga akhirnya meninggal.

Direktur RSUD Ruteng, Oktavianus Yanuarius Ampur, belum menanggapi permintaan konfirmasi baik melalui panggilan telepon maupun pesan WhatsApp (WA).

Adapun Staf Humas RSUD Ruteng, Yohana RD Mari, mengatakan harus konfirmasi terlebih dahulu informasi terkait kematian bayi tersebut. "Saya konfirmasi dahulu," ujar Rista.




(hsa/hsa)

Hide Ads