PKS Tak Keder Keberadaan Fahri Hamzah-Partai Gelora di NTB

Mataram

PKS Tak Keder Keberadaan Fahri Hamzah-Partai Gelora di NTB

Helmy Akbar - detikBali
Jumat, 25 Agu 2023 20:47 WIB
Ketua Bidang Pembinaan PKS Wilayah Bali-Nusra Johan Rosihan.
Ketua Bidang Pembinaan PKS Wilayah Bali-Nusra Johan Rosihan. (Foto: Helmy Akbar/detikBali)
Maytaram -

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengaku tak merisaukan keberadaan Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia di pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Hal itu terutama jika berbicara wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) yang merupakan kampung halaman Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gelora Fahri Hamzah.

Ketua Bidang Pembinaan PKS Wilayah Bali-Nusra Johan Rosihan mengungkapkan ada sejumlah alasan yang membuat pihaknya tak khawatir.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diketahui, dalam rilis Daftar Calon Sementara (DCS) Komisi Pemilihan Umum (KPU), Johan bakal bertarung di dapil yang sama dengan Fahri Hamzah yakni di dapil NTB I yang meliputi lima kabupaten dan kota. Johan mengaku, tak banyak kader PKS di NTB yang hijrah ke Partai Gelora.

"Satu, 2019 itu Bang Fahri sudah bukan orang PKS. Yang kedua, secara struktur, khususnya di Sumbawa, irisan Gelora-PKS bisa kami bilang tidak ada. Justru yang besar irisan dengan Gelora itu PAN. Di Sumbawa, belum saya dengar ada satu orang PKS itu masuk Gelora," kata Johan saat ditemui di Mataram, Jumat (25/8/2023).

"Tokoh-tokoh PKS lain di NTB juga tidak banyak yang ke Gelroa, ya paling sebut saja Lalu Pahrurrozi (Ketua DPW Gelora NTB) saat ini," sambungnya.

Karenanya, pihaknya di PKS tidak membuat kebijakan baru guna mengantisipasi tergerusnya suara PKS ke Gelora. Johan menegaskan, pihaknya tidak khawatir dengan Partai Gelora dan keberadaan Fahri Hamzah sebagai patron.

Basis pemenangan partai, kata Johan, menjadi salah satu instrumen penting dalam strategi pemenangan di Pileg 2024. Kemudian, isu Partai Gelora yang "sulit" lolos Parliamentary Threshold (PT) juga cukup massif dimainkan, Khususnya di dapil NTB I.

Hal itu, kata Johan, yang membuat gairah masyarakat untuk memilih Fahri Hamzah dan Partai Gelora relatif tak semassif saat dulu Fahri Hamzah masih di PKS.

"Isu PT itu menjadi isu yang serius dibicarakan, khususnya di dapil NTB I. Sampai hari ini, hitungan kami dan analissi berbasis survei dapil tidak ada perubahan signifikan dalam perubahan kekuatan parpol," jelasnya.

Kenyataan itu juga tervalidasi dalam hasil sejumlah lembaga survei yang belum menempatkan Partai Gelora berada di atas ambang batas PT.

"Karenanya, kami sekali lagi tidak pernah menganggap Gelora sebagai kompetiror," ungkapnya.

Eks anggota DPRD NTB itu menyinggung sejumlah sintesa yang mengaitkan perihal pola perpecahan yang ada di PKS-Gelora. Ada yang mengaitkan modelnya sama dengan perpecahan di PDIP dan Golkar.

"Kalau di PDIP, semua dimakan sama induknya. Makanya partai manapun yang lahir dari rahim PDIP, dimakan semua," ujarnya.

"Beda dengan yang dilahirkan dari Beringin (Partai Golkar), mereka tumbuh bersama. Ada NasDem, Gerindra. Sekarang mita lihat saja model apa yang mereka (Gelora) pilih. Kalau kami sih melihat itu fenomena biasa," sambungnya.

Pihaknya pun masih optimis raihan pada pileg 2019 silam dapat dilampaui pada pileg 2024 mendatang.

"Kami insyaAllah dengan perhtiungan dan strategi yang sudah kamis susun, sesuai saran Pak Gubernur (Zulkieflimansyah) itu kita tidak boleh menari dengan gendang orang lain. Kita sudah buat gendang dan alunan musik kita sendiri. Kita jadi diri kita sendiri," ujar dia.

Sebagai informasi, pada pileg 2019 silam, PKS menjadi partai pemenang ketiga di bawah Golkar dan Gerindra dengan raihan akumulatif 293.473 suara dari dua dapil DPR yang ada di NTB.

Respons Partai Gelora, baca selengkapnya di halaman selanjutnya..

Respons Partai Gelora

Ketua DPW Partai Gelora NTB Lalu Pahrurrozi merespons apa yang dikatakan Johan. Pria yang akrab disapa Bajang Oji menuturkan, banyak orang kurang mencermati fenomena politik Indonesia juga termasuk lokal di NTB.

Dari banyak riset ditemukan, party id rendah, beberapa survey menyebutnya dibawah 10%. Itu artinya ikatan pemilih dengan partai rendah sekali. Bounding-nya rendah sekali.

Itu juga yang menjelaskan, kata Bajang Oji, mengapa ketika pemilu 2014 atau 2019 sebanyak 90% orang memilih nama caleg, bukan gambar partai. Bahkan sebagian yang memilih gambar partai karena gagal saja mengeja nama calegnya. Dari tesis ini, dirinya berkeyakinan bahwa suara itu melekat pada figur.

"Nah pada 2014, ada suara Fahri Hamzah yang melekat, dan akan kami ambil lagi di 2024. Kami sudah punya hitung-hitungannya. Adapun survei-survei yang dilakukan kan belum menyertakan nama caleg; jadi survei-survei itu relevan dalam sistem proporsional tertutup, tapi kurang cermat dalam melakukan proyeksi pada design proporsional terbuka. Sementara itu, survei yang menyertakan nama caleg seperti Fahri Hamzah perlihatkan dukungan terhadapnya sangat dominan di NTB I," bebernya.

Karena itu, semua partai, kata Bajang Oji, yang dirinya tahu kesibukannya itu mengatur komposisi caleg, seperti layaknya mengatur tim sepakbola. Karena semua partai sadar, aktor-aktor caleg inilah yang determinan sebagai faktor suara.

"Nah di Dapil NTB I, jumlah kursinya kan cuma tiga. Sehingga faktor figur kuat itu menjadi sangat determinan untuk menentukan hasil akhir. Nah, dalam konteks ini faktor Fahri Hamzah dengan Gelora-nya menjadi sangat penting," bebernya.

"Bahkan dalam hitungan kami, di beberapa kabupaten kami sudah canangkan untuk meraih kursi pimpinan DPRD. (Pemilu) 2024, akan menjadi momentum kehadiran yang manis bagi Gelora," sambungnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Buruh Kepung Gedung DPRD Cilegon Imbas Anggota Dewan Tabrak Pedemo"
[Gambas:Video 20detik]
(dpw/hsa)

Hide Ads