Dua warga negara Indonesia (WNI), Abdurrasyid dan Danial Alya, mungkin tidak pernah mengira niatnya menimba ilmu jauh dari rumah, malah membuatnya terjebak dalam perang Sudan. Perang perebutan kekuasaan antara tentara Sudan dengan Rapid Support Forces (RSF) itu terjadi persis di ibu kota negara, Khartoum, tempat kedua mahasiswa tersebut bermukim.
Alih-alih mendengar dosen menerangkan materi mata kuliah, Rasyid dan Danial justru terpaku mendengar hujan peluru dari baku tembak kedua kelompok. Tak jarang pesawat tempur melintas di atas langit atap tempat mereka berlindung.
Namun, pemerintah setempat meminta semua orang untuk tinggal dan berdiam di dalam rumah. Sebab, ketegangan tentara Sudan vs RSF masih terus terjadi hingga hari ini. Bahkan, baku tembak terjadi siang hingga malam hari.
"Ada perintah kalau bisa jangan keluar dalam kondisi apapun. Sebab, sering itu ada peluru nyasar. RSF juga menembak pesawat militer Sudan yang terbang. Jadi, situasi memang mencekam," tutur Danial via WhatsApp, Rabu (19/4/2023).
Danial (33) merupakan mahasiswa program pasca-sarjana jurusan sastra Arab. Ia berasal dari Desa Darek, Kecamatan Praya Barat Daya, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sementara Rasyid merupakan mahasiswa Al-Qur'anul Kariim asal Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Rasyid dan Danial, bersama beberapa mahasiswa WNI lainnya tinggal bersama-sama dalam keadaan siaga II.
"Sempat terjadi sweeping (penyisiran). Jadi, itu membuat kami para mahasiswa tidak berani keluar tempat tinggal di Khartoum. Eskalasi konflik bersenjata berlangsung dari siang dan malam hari. Kami masih berada di tempat tinggal. Ini saja masih sering terdengar suara adu tembakan," jelas Rasyid.
Rasyid dan Danial, termasuk mahasiswa lainnya bertahan di tempat tinggal mereka tanpa aliran listrik maupun air. Stok makanan pun diperkirakan hanya bertahan untuk tiga hari.
"Kalau untuk stok makanan, alhamdulillah dapat sedikit logistik dari KBRI, PPI, dan BEM kampus. Insya Allah bisa bertahan selama tiga hari ke depan," terang dia.
Pertokoan pun masih ada beberapa yang buka pada jam-jam tertentu. "Tapi, kalau ini terus-terusan berlanjut, kami tentu akan mengalami kekurangan logistik lagi. Sebab, toko juga akan kesulitan memasok barang di tengah keadaan seperti ini," tutur Rasyid bernada khawatir.
Sekalipun masih ada toko yang buka, Danial mengingatkan sulitnya mendapat uang tunai. "Yang buka bisa dihitung jari. Pun kami kesulitan mendapatkan uang," katanya.
"Sudah berapa hari ini ekonomi benar-benar lumpuh di sini (Khartoum). Toko-toko logistik hampir seluruhnya tutup. Yang buka hanya hitungan jari," lanjut Danial.
(BIR/gsp)