Pembangunan kereta gantung Rinjani di Desa Karang Sidemen, Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, mendapat penolakan dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTB. Meski demikian, Pemerintah Provinsi NTB optimistis proyek ambisius senilai Rp 2,2 triliun itu rampung pada 2025 mendatang. Walhi diminta untuk tidak koar-koar.
"Biarkan saja Walhi menolak. Dari sisi apa dia menolak? Ini kan karena nggak paham saja. Walhi sebagai pemerhati lingkungan coba perhatikan lingkungan yang rusak di beberapa daerah dulu," kata Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) NTB M Rum di Mataram, Selasa (27/12/2022).
Rum mengatakan, PT Indonesia Lombok Resort selaku investor telah berjanji untuk melakukan upaya perlindungan hutan di sekitar pembangunan kereta gantung Rinjani. Diketahui, proyek tersebut akan dibangun di lahan seluas 500 hektar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Investor akan mengembalikan hutan di Karang Sidemen. Jangan sampai pas ada investor baru masuk temuan soal kerusakan hutan ini itu. Pihak investor juga akan memperkerjakan orang lokal saat beroperasi 2025 nanti," klaimnya.
Menurutnya, pembangunan kereta gantung sepanjang 9-10 km itu sejalan dengan perlindungan hutan di kawasan tersebut. Terlebih, hutan itulah yang akan menjadi daya tarik bagi pengguna kereta gantung kelak.
"Jika hutan tidak dipelihara maka apa yang mereka jual di sana? Malah saya serahkan ke investor, biar ada yang merawat. Kita tidak punya uang untuk merawat hutan kita," kata Rum.
Rum menambahkan, pemerintah NTB tidak memiliki anggaran untuk melakukan reboisasi dan perlindungan hutan. Itulah sebabnya, kata dia, pihaknya menggandeng investor sekaligus sebagai upaya perlindungan hutan.
"Kita suruh berpikir realistis saja. Jangan koar-koar menolak. Selama ini hasil kajian Walhi ada nggak hasilnya untuk memelihara hutan kita? Memang ngomong enak tolak investor. Kita mendatangkan investor susah," imbuhnya.
Meski begitu, Rum menyebut pemerintah NTB tetap selektif memilih investor. Ia mengklaim, kerja sama yang dibangun dengan investor menekankan simbiosis mutualisme dalam pelestarian hutan di NTB.
"Jadi kita yang butuh investor, bukan investor yang butuh kita. Kita kan tetap selektif milih investor. Kalau ada investor merusak hutan kita, kita siap cabut izinnya. Itu simpel kan," kata Rum.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Utama Walhi NTB Amri Nuryadin dengan tegas menolak groundbreaking pembangunan kereta gantung di bawah kaki Gunung Rinjani. Menurutnya, pemerintah terkesan mendahului proses kajian feasibility study (FS) dari proyek kereta gantung Rinjani. Pihaknya juga menilai, groundbreaking tersebut melanggar Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Nomor 32 tahun 2009.
Amri menyebut pengurusan izin groundbreaking pembangunan kereta gantung Rinjani itu offside. Ia menduga pembangunan kereta gantung itu menggunakan landasan hukum Undang-Undang Cipta Kerja. Sebab, dalam beberapa pasal UU Cipta Kerja menyebutkan bahwa proses kajian Amdal boleh dilakukan antara pemerintah dan investor.
"Tapi kan UU Cipta Kerja ini belum bisa dijadikan landasan utama. Buktinya kajian Amdal itu harus melibatkan tahura, masyarakat desa, pemrakarsa, ahli Lingkungan. Kami duga ini yang tidak dilakukan," kata Amri di Mataram, Selasa (20/12/2022).
(iws/hsa)