.webp)
Tinggal dan hidup di pesisir menjadi anugerah bagi sebagian orang, karena kekayaan alamnya dapat dijadikan mata pencaharian untuk keberlangsungan hidup. Seperti yang dijalani sekelompok warga di pesisir hutan bakau Dusun Ama Maka, Desa Bakajaya, Kecamatan Woja, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sehari-hari mereka menggantungkan hidup dengan mencari kepiting bakau (keu wako) untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka mencari kepiting menggunakan peralatan sederhana dan bekerja selama beberapa jam sehari.
"Kami tangkap kepiting menggunakan perangkap bubu ranjungan," kata pencari kepiting, Fikram (28) pada detikBali beberapa waktu lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk dapat menangkap kepiting, Fikram bersama rekan-rekannya memasang perangkat dengan memberikan potongan daging ikan sidat sebagai umpan. Perangkap akan dipasang pada pagi hari, kemudian akan diangkat sore hari.
"Di dalam alat bubu ranjungan diletakkan potongan ikan sidat sebagai umpan kepiting. Perangkap itu dibawa setiap pagi ke lokasi, lalu diambil kembali pada sore hari," ujarnya.
Fikram mengaku dalam sehari dia bisa mendapatkan 2-3 kilogram kepiting dengan ukuran sedang. Namun rezeki itu tidak datang setiap hari, karena dia justru sering tidak mendapatkan kepiting sama sekali.
"Dalam sehari paling banyak tiga kilogram dan sering tidak dapat sama sekali. Kalau pun ada rezeki saya langsung jual ke pengepul Rp 50 ribu per kilogram," sebut Fikram.
Menurutnya, kebiasaan mencari kepiting telah dilakukan bertahun-tahun semenjak dia masih remaja hingga kini telah memiliki istri dan anak. Mencari kepiting telah dijadikan sebagai mata pencaharian lain selain menjadi petani.
"Hasil mencari kepiting digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti beli beras dan kebutuhan rumah tangga lainnya," tuturnya.
(irb/hsa)
