NTT Siapkan Pidana Kerja Sosial, Pemprov-Kejati Teken MoU

NTT Siapkan Pidana Kerja Sosial, Pemprov-Kejati Teken MoU

Simon Selly - detikBali
Senin, 15 Des 2025 12:39 WIB
NTT Siapkan Pidana Kerja Sosial, Pemprov-Kejati Teken MoU
Suasana proses Penandatanganan MoU yang berlangsung di Aula El Tari Kupang, Senin (15/12/2025). (Foto: Simon Selly/detikBali)
Kupang -

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT) bersama Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT resmi menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) sebagai bentuk komitmen penerapan pidana kerja sosial berbasis keadilan restoratif (restorative justice/RJ).

Penandatanganan MoU tersebut tidak hanya melibatkan Pemprov NTT dan Kejati NTT, tetapi juga seluruh pemerintah kabupaten/kota serta Kejaksaan Negeri (Kejari) se-NTT. Penandatanganan berlangsung di Aula El Tari Kupang, Senin (15/12/2025).

Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan penerapan pidana kerja sosial telah disepakati bersama. Namun, teknis pelaksanaan di daerah masih menunggu arahan dari Kejaksaan Agung RI melalui Kejati NTT.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Seperti yang disampaikan Pak Kajati, kami menunggu nanti setelah PKS ini ada arahan lebih lanjut dari Kejaksaan Agung dan kita tunggu catatannya dari Kejati NTT, di bidang apa saja yang pasti bekerja sosial yang bisa dilakukan," kata Laka Lena.

ADVERTISEMENT

Menurut Laka Lena, rencana pelibatan Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrida) dalam program tersebut masih akan dibahas lebih lanjut sebelum diterapkan di NTT.

"Untuk pelibatan Jamkrida kami akan membahas dulu, karena ini perlu ada pembahasan bersama tim kajian untuk mendetailnya," tambah politikus Golkar itu.

Sementara itu, Kajati NTT Roch Adi Wibowo menjelaskan, penandatanganan MoU turut disaksikan oleh perwakilan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum). Menurutnya, kesepakatan ini menegaskan bahwa kejaksaan tidak dapat berjalan sendiri dalam penerapan pidana kerja sosial.

"Pada kesempatan ini hadir juga Bapak Direktur E pada Jampidum, tentunya dalam pelaksanaan ke depan, kejaksaan tidak dapat berjalan sendiri, kami butuh partisipasi pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota," ujar Adi Wibowo.

Ia menyebutkan, MoU tersebut sejalan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang mensyaratkan keterlibatan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pidana kerja sosial.

"MoU ini sementara masih pidana umum, karena kita ketahui dengan berlakunya Undang-Undang 1 Tahun 2023 tentang KUHP, mensyaratkan adanya pemerintah daerah di dalam pelaksanaan kerja sosial," jelasnya.

Adi menambahkan, penerapan pidana kerja sosial di daerah masih akan dibahas lebih lanjut sambil menunggu petunjuk teknis dari Jampidum.

"Di sisi mana, tentunya kita di daerah akan merumuskan dan menunggu petunjuk yang sedang digodok Jampidum. Sehingga nanti pelaksanaannya kita melibatkan pemerintah daerah," tandasnya.

Sistem Peradilan Lebih Humanis

Menurut Adi, MoU tersebut menjadi langkah nyata untuk menghadirkan sistem peradilan yang lebih manusiawi, efektif, dan berorientasi pada pemulihan sosial, bukan semata-mata pemidanaan yang bersifat retributif.

"Pidana kerja sosial memberi kesempatan kepada pelaku untuk memperbaiki kesalahan sekaligus menghasilkan manfaat nyata bagi masyarakat. Ini juga menjadi solusi untuk mengurangi beban pemidanaan yang hanya berorientasi pada hukuman," terangnya.

Ia menjelaskan, dalam pelaksanaan pidana kerja sosial, kejaksaan dan pemerintah daerah memiliki peran yang saling melengkapi. Kejaksaan bertugas memastikan penerapan hukum berjalan adil dan konsisten, sementara pemerintah daerah memfasilitasi pelaksanaan teknis, pembinaan, serta penyediaan sarana dan lokasi kerja sosial.

Adi menekankan pentingnya mekanisme administratif yang jelas dan dapat diaudit pada setiap tahapan, mulai dari penetapan putusan, penugasan, pelaksanaan kerja sosial, hingga pelaporan.

"Pelaksanaan kerja sosial harus tetap menjunjung tinggi martabat pelaku, disertai pembinaan untuk mendorong perubahan sikap dan reintegrasi sosial, bukan eksploitasi ataupun stigma," tegasnya.

Ia juga menambahkan, lokasi dan jenis kerja sosial harus dipilih secara selektif agar memberikan nilai tambah bagi masyarakat, seperti perbaikan fasilitas umum, kegiatan lingkungan hidup, serta layanan sosial yang manfaatnya langsung dirasakan warga.

Lebih lanjut, Adi menekankan pentingnya keterlibatan aktif pemerintah kabupaten/kota dan masyarakat setempat dalam penyediaan lokasi, pembinaan teknis, serta pengawasan sosial agar program berjalan efektif dan diterima masyarakat.

Untuk diketahui, penandatanganan MoU tersebut turut dihadiri Direktur E Jampidum Kejaksaan Agung RI Robert M. Tacoy serta jajaran pemerintah daerah dan aparat penegak hukum se-NTT.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Komodo Keliaran di Area Sekolahan Labuan Bajo"
[Gambas:Video 20detik]
(dpw/dpw)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads