Terungkap, Modus Kadispora-4 Tersangka Korupsi GOR Rp 11,6 Miliar di Kupang

Terungkap, Modus Kadispora-4 Tersangka Korupsi GOR Rp 11,6 Miliar di Kupang

Yufengki Bria - detikBali
Sabtu, 18 Mei 2024 12:08 WIB
Penampakan fisik GOR di Desa Oelnasi, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, NTT. (Yufengki Bria/detikBali).
Foto: Penampakan fisik GOR di Desa Oelnasi, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, NTT. (Yufengki Bria/detikBali)
Kupang -

Polisi mengungkap peran dan modus dari lima tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pembangunan Gelanggang Olahraga (GOR) di Desa Oelnasi, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pembangunan itu menggunakan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp 11,6 miliar. Salah satu tersangka adalah Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Kabupaten Kupang, Seprianus Lau (SL)

"Dari lima tersangka yang sudah ditetapkan oleh Polres Kupang itu memiliki peran masing-masing dalam kasus tersebut," ungkap Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Masyarakat (Humas) Polda NTT Kombes Ariasandy kepada detikBali, Sabtu (18/5/2024).

Ariasandy menjelaskan dalam kasus itu Kadispora Seprianus Lau berstatus sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Kemudian, Kontraktor Pelaksana PT Dua Sekawan Muhammad Darwis (HD), Pelaksana Lapangan PT Dua Sekawan Pua Djendo (HPD), Direktur CV Diagonal Enggenering Jonas Aloysius Baba (JAB), dan Pelaksana Lapangan CV Diagonal Engeneering Marten Kase (MK) selaku peminjam perusahaan.

Dalam perannya, Seprianus Lau tidak melaksanakan pengendalian kontrak sehingga pekerjaan dilaksanakan tidak sesuai dan selesai tepat waktu yang ditentukan dalam kontrak. Selain itu, tidak mengeluarkan surat peringatan (SP) kepada penyedia saat terjadi deviasi antara realisasi dengan target pelaksanaan kontrak atau terjadi kontrak kritis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"PPK bersama dengan PT Dua Sekawan melakukan mark up progres kemajuan pekerjaan dengan tujuan mendapatkan legal standing pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan melebihi tahun anggaran yakni 90 hari yang sebenarnya terjadi progres pekerjaan saat mati/Add I kontrak 41,90 persen dengan deviasi -53,35 persen. Kemudian di-mark up menjadi 63,18 persen dengan deviasi -36,86 persen sehingga terjadi keselisihan sebanyak 21,28 persen," jelas Ariasandy.

Selanjutnya PPK tidak melakukan pemutusan kontrak dan memberikan sanksi kepada penyedia sesuai ketentuan yang berlaku saat penyedia dinilai tidak mampu mencapai target yang ditetapkan dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan dan memberikan sanksi daftar hitam kepada penyedia saat terjadinya PHK. Justru, pemutusan kontrak dilakukan pada masa pelaksanaan karena kesalahan penyedia.

ADVERTISEMENT

PPK juga tidak melakukan penelitian saat sebelum pemberian kesempatan 90 hari dengan tidak melibatkan tim teknis maupun pejabat peneliti kontrak. Sehingga dalam pemberian kesempatan menyelesaikan pekerjaan kepada penyedia PT Dua Sekawan pun tidak dituangkan dalam dokumen perubahan kontrak melainkan dibuat dalam perjanjian kerja sama.

"Dia belum menerima jaminan pelaksanaan dari PT Dua Sekawan tetapi sudah menandatangani surat kesepakatan bersama dan mengabaikan langkah-langkah perubahan kontrak (CCO) tanpa melalui prosedur sesuai ketentuan alias fiktif," ungkap Ariasandy.

Dia menerangkan secara sepihak PPK menunjuk konsultan pengawas lanjutan, yaitu CV Diagonal Engeenering tanpa melalui proses penunjukan langsung di LPSE Kabupaten Kupang. Sebab, penyedia PT Dua Sekawan telah di-PHK pada 8 April 2020 dengan progres akhir 62,59 persen. Namun pada 14 April 2020, PPK kembali memerintahkannya untuk melanjutkan pekerjaan tanpa ada regulasi apapun.

Untuk peran Darwis, Ariasandy berujar, pelaksana pekerjaan tidak mengendalikan kontrak agar proyek tidak mengalami keterlambatan. Juga dinilai tidak mampu mencapai target yang ditetapkan.

"Sehingga keterlambatan penyelesaian pekerjaan diakibatkan karena kelalaian menyediakan material, minimnya tenaga kerja, buruh mogok kerja dan pemblokiran lokasi pekerjaan karena upah kerja belum dibayar," beber Ariasandy.

Kemudian, Darwis bersama Seprianus Lau melakukan mark up progres kemajuan pekerjaan dengan tujuan mendapatkan legal standing pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan melebihi tahun anggaran yaitu 90 hari.

Selain itu, pemberian kesempatan 90 hari untuk penyelesaian pekerjaan tidak dituangkan dalam dokumen perubahan kontrak melainkan dibuat dalam kesepakatan bersama.

"Sehingga terdapat kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp 962 juta lebih sesuai hasil cek fisik oleh ahli dari Politeknik Negeri Kupang," ucapnya.

Selanjutnya untuk Pua Djendo perannya juga sama seperti Muhammad Darwis. Justru, dia diutus oleh Darwis agar bertemu dengan PPK untuk melanjutkan pekerjaan. Sehingga PPK meyakininya itu hanya sebatas formalitas namun pekerjaan harus dilanjutkan tanpa ada regulasi yang mengikat.

"Jadi, Haji Muhammad Darwis mengutus yang bersangkutan untuk bertemu dengan PPK setelah sudah di PHK," terang Ariasandy.

Kemudian untuk peran Jonas Aloysius Baba yaitu memperoleh pekerjaan tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa di LPSE Kabupaten Kupang. Dia juga sama sekali tidak terlibat dalam pekerjaan dan pengawasan tetapi menerima pembayaran tanpa dasar hukum yang sah sebesar Rp 87.380.500.

"Dia ini (Jonas Aloysius Baba) juga menerima fee dari Marten Kase sebesar Rp 7 juta karena telah memberikan perusahaannya untuk dipakai dalam pekerjaan pengawasan pembangunan GOR dan uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi," tegas Ariasandy.

Sedangkan untuk peran Marten Kase yaitu sama seperti Jonas Aloysius Baba. Marten memberikan benderanya tanpa melalui proses PBJ dan memberikan uang fee sebesar Rp 7 juta kepada kepasa Jonas.

"Untuk keterlibatan pelaku lain dan perkembangan kasus ini penyidik Polres Kupang sedang bekerja keras untuk mengungkapnya secara terang benderang," pungkas Ariasandy.




(hsa/gsp)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads