Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) menangkap tujuh pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO) tujuan Malaysia dan Arab Saudi. Dari tujuh pelaku TPPO, tiga di antaranya perempuan. Total, polisi menyita 1.107 paspor. Modus pelaku, korban TPPO diiming-imingi gaji Rp 5 sampai Rp 7 juta.
"Tujuh tersangka tersebut berasal dari tiga perkara yang ditangani selama 2024," ujar Kapolda NTB Irjen Raden Umar Faroq dalam konferensi pers, Rabu (7/2/2024).
Masing-masing pelaku berinisial MZ (45), laki-laki asal Kecamatan Aikmel, Lombok Timur, AS (48) perempuan asal Kecamatan Taliwang, Sumbawa Barat, RS (38), perempuan asal Kecamatan Gangga, Lombok Utara, serta MS (55) dan MS (41). Keduanya laki-laki asal Kecamatan Janapria, Lombok Tengah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, dua pelaku perempuan lainnya, RD (52) asal Kelurahan Pejanggik, Kota Mataram, dan WH (49), asal Kecamatan Labuhan Haji, Lombok Timur.
Ada satu pelaku lagi, BK (45), warga Kecamatan Aikmel, Kabupaten Lombok Timur, yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
"Pelaku merupakan direktur perusahaan cabang PT Mahesa Putra Tunggal," ujar Faroq.
Modus para pelaku, Faroq melanjutkan, mengiming-imingi 20 korban dengan gaji besar sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) bekerja di Malaysia dan Arab Saudi.
"Target para pelaku biasanya kepada masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan tetap," kata Faroq.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat mengungkapkan dalam kasus pertama, pelaku MZ (45) dan AS (48) ditangkap pada 23 Januari 2024.
Kedua pelaku telah memberangkatkan satu korban perempuan insial NH (42), asal Kecamatan Taliwang.
"Korban dijanjikan berangkat bekerja ke negara arab Saudi sebagai ART dan akan digaji sekitar 1.200 Riyal serta diberikan uang fee sebesar Rp 4 juta," kata Syarif.
Korban sempat ditampung di sebuah rumah di Jakarta selama dua bulan. Dia kemudian diberangkatkan ke Arab Saudi pada Oktober 2022.
Berikutnya, dalam perkara kedua ada empat tersangka. Yakni, RS, 38, MS, dan satu lagi juga berinisial MS. Sedangkan satu tersangka lagi, BK, masih buron.
Keempat pelaku ini mengiming-imingi 15 korban berangkat ke Malaysia bekerja di sebuah bengkel dengan gaji sebesar Rp 5 sampai 7 juta per bulan.
"Para pelaku merekrut para korban dengan cara menipu serta melakukan pembebanan biaya kepada para korban untuk dijanjikan bekerja di Malaysia," urai Syarif.
Para pelaku juga membuatkan sembilan paspor dari 15 korban yang akan diberangkatkan ke Malaysia. Selain itu, dari hasil pengembangan, di kantor yang dikelola BK ditemukan sebanyak 1.107 paspor.
"Jadi ada total 1.116 paspor yang kami amankan dari keempat pelaku," ujarnya.
Perkara ketiga dengan dua pelaku inisial RD dan WH. Kedua pelaku juga mengirim PMI secara ilegal.
"Pelaku meminta korban membayar uang Rp 15 juta sampai dengan Rp 17 juta," ungkap Syarif.
Dari hasil pengungkapan perkara, penyidik mengamankan sebanyak 1.117 paspor dari tujuh tersangka. Selain itu, penyidik mengamankan belasan handphone, belasan surat perjanjian kerja, dan surat rekomendasi.
Para pelaku di antaranya diancam Pasal 10 dan atau Pasal 11 juncto Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) secara Unprosedural Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 81 juncto Pasal 69 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).
Para tersangka diancam dengan ancaman pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun. Kemudian, pidana denda paling sedikit Rp 120 juta dan paling banyak Rp 600 juta dan atau pidana penjara paling lama 20 tahun, serta denda paling banyak Rp 15 miliar.
(hsa/nor)