Persidangan perkara tindak pidana korupsi Rp 16,9 miliar dan tindak pidana pencucian uang mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buleleng, Bali Dewa Ketut Puspaka masuk dalam tahap penuntutan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberikan tuntutan 10 tahun penjara.
"(JPU meminta Majelis Hakim) menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dewa Ketut Puspaka dengan pidana penjara selama 10 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Bali A Luga Harlianto dalam keterangan tertulis kepada detikBali, Jumat (8/4/2022).
Selain pidana penjara, JPU juga menuntut agar Majelis Hakim menjatuhkan pidana denda kepada Dewa Ketut Puspaka. Nominal denda yang dituntut yakni Rp 1 miliar
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(JPU meminta Majelis Hakim) menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dewa Ketut Puspaka atas kesalahannya itu dengan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsidiair enam bulan kurungan," terang Luga.
Menurut Luga, saat sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, JPU Agus Eko Purnomo mengatakan bahwa terdakwa Dewa Ketut Puspaka terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Hal itu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Aturan tersebut sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Selain itu, JPU juga menyatakan Dewa Ketut Puspaka terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang. Hal ini sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Luga mengungkapkan, dalam proses pembuktian, JPU mengajukan keterangan 38 orang saksi, keterangan 2 orang ahli, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dari pembuktian tersebut, JPU berkeyakinan bahwa terdakwa Dewa Ketut Puspaka telah menyalahgunakan kekuasaannya sebagai Sekda Kabupaten Buleleng.
Terdakwa dinilai menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri pada 2014 hingga 2019 . Adapun tindak pidana tersebut dilakukan terdakwa dalam kaitannya dengan proses perizinan pembangunan Terminal Penerima dan Distibusi Liquefied Natural Gas (LNG), penyewaan lahan Desa Adat Yeh Sanih dan perizinan dalam rencana pembangunan Bandara Internasional di Kabupaten Buleleng.
"Jumlah uang yang diterima terdakwa Dewa Ketut Puspaka dalam proses perizinan pembangunan Terminal Penerima dan Distibusi LNG, penyewaan lahan Desa Adat Yeh Sanih dan perijinan dalam rencana pembangunan Bandara Internasional di Kabupaten Buleleng sesuai fakta di persidangan yaitu Rp. 16.943.130.501," ungkap Luga.
Selain melakukan perbuatan tindak pidana korupsi, menurut Luga, terdakwa Dewa Ketut Puspaka juga diajukan tuntutan didasarkan perbuatannya yang telah menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan.
Kemudian terdakwa Dewa Ketut Puspaka menggunakan rekening atas nama pihak lain untuk menempatkan proceeds of crime (use of nominee), merekayasa dokumen maupun transaksi dan/atau memberikan informasi yang tidak benar untuk menerima proceeds of crime (fake information), menggunakan proceeds of crime untuk membayar hutang (ponzy scheme) dan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.
Baca juga: Misterius, 9 Makam Dirusak di Buleleng Bali |
Luga mengatakan, hal yang memberatkan tuntutan Dewa Ketut Puspaka yaitu perbuatan terdakwa bertentangan dan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
"Terdakwa merupakan pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai Sekretaris Daerah yang seharusnya sebagai teladan. Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangannya dan tidak menunjukan rasa penyesalan dan terdakwa tidak mengakui perbuatannya," papar Luga
"Sedangkan hal meringankan Dewa Puspa yaitu terdakwa bersikap sopan di persidangan dan terdakwa belum pernah di hukum," ujar Luga.
(mud/mud)