Daftar Hari Suci Hindu pada November 2025, Ada Galungan dan Kuningan

Daftar Hari Suci Hindu pada November 2025, Ada Galungan dan Kuningan

Agus Eka - detikBali
Rabu, 29 Okt 2025 03:30 WIB
Umat Hindu mengikuti persembahyangan bersama di Pura Jagatnatha, Denpasar, Bali, Sabtu (13/9/2025). Persembahyangan bersama itu diselenggarakan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Denpasar untuk memohon keselamatan agar masyarakat terhindar dari musibah dan bencana seperti peristiwa banjir. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/sgd
Foto: Umat Hindu mengikuti persembahyangan bersama di Pura Jagatnatha, Denpasar, Bali, Sabtu (13/9/2025). (ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF)
Bali -

Terdapat beberapa rerainan atau hari suci Hindu pada November 2025 berdasarkan perhitungan kalender Bali. Hari raya Hindu pada November kali ini didominasi dengan upacara besar.

Salah satu hari raya Hindu pada November 2024 adalah Galungan dan Kuningan. Galungan dan Kuningan secara filosofis melambangkan kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (kejahatan) dan pemujaan kepada leluhur (pitara).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain Galungan dan Kuningan, masih ada hari suci Hindu lain pada November 2025. Berikut daftarnya.

Rahinan Sasih Kalima dan Purnama/Tilem

  • 4 November, Anggar Kasih Julungwangi
    Ini salah satu rerahinan atau hari suci yang dilaksanakan setiap 210 hari. Masyarakat Hindu Bali memaknai ini sebagai momen introspeksi dan penyucian diri (nyomia) secara spiritual. Umat memohon agar Sang Hyang Widhi Wasa, dalam manifestasi-Nya sebagai Ratu Pangeran/Hyang Guru, melimpahkan anugerah untuk menetralisasi atau membersihkan pengaruh buruk dalam diri (Bhuana Alit) dan lingkungan (Bhuana Agung).
  • 5 November, Purnama Kalima
    Purnama Kalima jatuh pada bulan (sasih) kelima dalam kalender Bali, hari suci saat bulan berada dalam posisi penuh (full moon). Maknanya adalah waktu terbaik untuk memuja Sang Hyang Chandra (dewa bulan) dan manifestasi Tuhan lainnya untuk memohon anugerah kesuburan, kesempurnaan, dan kemakmuran (kerahayuan). Energi alam semesta dianggap berada di puncak kebaikan dan penuh cahaya suci.
  • 20 November, Tilem Kalima
    Terbalik dengan purnama, tilem kalima adalah hari suci saat bulan mati (new moon) di bulan kelima (sasih kalima) sesuai kalender Bali. Maknanya adalah waktu untuk memuja Sang Hyang Surya (dewa matahari) dan Sang Hyang Siwa sebagai pelebur untuk memohon penyucian diri dan alam semesta. Ini adalah momen baik melakukan tapa brata atau pengendalian diri, memohon agar hal negatif/kekotoran dilebur dan disucikan.
  • 14 November, Kajeng Keliwon Uwudan
    Hari suci yang jatuh setelah Purnama (Uwudan) pada pertemuan Triwara Kajeng dengan Pancawara Keliwon. Maknanya adalah waktu untuk mempersembahkan bakti kepada kekuatan spiritual yang menjaga keseimbangan alam. Hari ini sering dikaitkan dengan pembersihan skala kecil dan penghormatan kepada kekuatan Bhuta atau unsur-unsur alam agar tidak mengganggu kedamaian.
  • 29 November, Kajeng Keliwon Enyitan
    Hari suci ini jatuh setelah Tilem (Enyitan). Maknanya mirip dengan Kajeng Keliwon Uwudan, yaitu momen untuk memohon perlindungan dan keseimbangan spiritual. Secara rutin, umat menghaturkan segehan (sesaji kecil) di halaman rumah untuk menyeimbangkan energi negatif.

Rangkaian Hari Raya Galungan dan Kuningan

Beberapa rangkaian perayaan biasanya akan dilaksanakan umat Hindu Bali selama beberapa hari. Fokus perayaan melambangkan kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (kejahatan).

  • 13 November, Sugihan Jawa
    Pada rerahinan ini, umat akan melakukan prosesi pembersihan secara lahiriah di pura-pura dan tempat suci. Kata Jawa di sini mengacu pada "luar" atau alam semesta, menandai persiapan awal Galungan dengan pembersihan skala besar. Maknanya adalah Penyucian Bhuana Agung (alam semesta).
  • 14 November, Sugihan Bali
    Makna dari perayaan ini adalah simbolik dari penyucian Bhuana Alit atau digambarkan sebagai diri sendiri. Umat Hindu akan melakukan penyucian diri itu secara internal seperti mandi, keramas, dan melukat, serta pengendalian diri. Kata Bali di sini mengacu pada "dalam" atau diri sendiri, fokus pada pembersihan spiritual diri.
  • 16 November, Hari Penyekeban
    Maknanya adalah pengendalian diri dan hawa nafsu. Secara filosofis, hari ini adalah simbolisasi umat untuk menyekeb (mengendalikan) segala hawa nafsu dan sifat buruk (Sad Ripu) agar tidak merusak kemuliaan Galungan. Hal ini dilambangkan juga dengan prosesi 'memeram' buah.
  • 17 November, Penyajaan Galungan
    Maknanya adalah pemantapan niat dan persiapan jajan. Hari ini digunakan untuk memantapkan niat dan keyakinan akan kemenangan Dharma yang akan dirayakan. Secara fisik, umat membuat jajanan khas Bali sebagai bagian penting dari sesajen.
  • 18 November, Penampahan Galungan
    Pada Penampahan inilah, warga Bali mempersiapkan penjor hingga sibuk mebat seperti membuat lawar yang umum terlihat jelang Galungan. Umat menyembelih hewan kurban, atau mebat/nempa yang maknanya adalah mengorbankan sifat kebinatangan dalam diri. Maknanya adalah perjuangan awal melawan Adharma. Pada rahinan ini, umat mengikuti simbolisasi dari pertempuran terakhir melawan sifat-sifat buruk dalam diri yang merujuk pada sifat butha kala.
  • 19 November, Hari Raya Galungan
    Maknanya adalah puncak kemenangan Dharma. Umat merayakan kembalinya roh-roh leluhur (Dewa Pitara) ke rumah dan kemenangan Dharma melawan Adharma. Umat melakukan persembahyangan di rumah dan pura-pura sebagai wujud syukur atas anugerah dan perlindungan yang telah dilimpahkan.
  • 20 November, Umanis Galungan
    Maknanya adalah silaturahmi dan refleksi diri atas kemenangan. Sehari setelah Galungan, waktunya untuk bersilaturahmi, mengunjungi keluarga dan kerabat. Ini adalah momen untuk menikmati hasil kemenangan Dharma dan berbagi kebahagiaan.
  • 22 November, Pemaridan Guru
    Maknanya adalah kembalinya guru sebagai dewa ke Swarga. Secara simbolis, para dewa dan manifestasi Tuhan yang turun ke bumi saat Galungan diyakini kembali ke tempat sucinya (Swarga Loka). Umat melakukan persembahyangan sebagai ucapan terima kasih atas anugerah yang dilimpahkan selama perayaan.
  • 23 November, Ulihan
    Maknanya adalah kembalinya leluhur ke Swarga. Ada upacara simbolis kembalinya roh-roh leluhur (Pitara) ke tempat sucinya. Umat memohon agar para leluhur mendapatkan tempat yang layak di sisi-Nya.
  • 24 November, Pemacekan Agung
    Maknanya adalah puncak penjagaan keselamatan dan keseimbangan. Hari persembahan untuk memohon keselamatan dan perlindungan kepada Sang Hyang Widhi Wasa, terutama dalam manifestasi-Nya sebagai Bhatara Siwa, memohon agar anugerah kemenangan Dharma tetap terjaga dari gangguan.
  • 26 November, Buda Paing Kuningan
    Maknanya adalah persiapan akhir menjelang Kuningan. Hari suci ini adalah waktu untuk melakukan pembersihan dan persiapan akhir segala perlengkapan upacara Kuningan, memastikan semua banten (sesajen) telah siap.
  • 28 November, Penampahan Kuningan
    Maknanya adalah persiapan penuh upacara saat Kuningan. Sehari sebelum Kuningan, umat fokus pada persiapan sesajen, terutama yang menggunakan janur kuning/kunyit sebagai simbol kemakmuran. Ini adalah hari terakhir persiapan sebelum puncak Kuningan.
  • 29 November, Hari Raya Kuningan
    Maknanya adalah penutup rangkaian Galungan dan pemujaan pitara. Puncak perayaan yang menandai sepuluh hari setelah Galungan. Makna utamanya adalah pemujaan dan penghormatan kepada roh-roh leluhur (Pitara) yang telah memberikan perlindungan dan anugerah.

    Persembahyangan wajib dilakukan sebelum tengah hari (jam 12 siang), karena dipercaya setelah waktu tersebut, para dewa dan leluhur kembali ke Swarga Loka, menandakan bahwa anugerah telah diterima.
Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Rumah Kontrakan Terbakar di Jaksel, 19 Mobil Damkar Dikerahkan"
[Gambas:Video 20detik]
(hsa/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads