Viral Pernikahan Mempelai Pria Diganti Keris, PHDI Bali Buka Suara

Viral Pernikahan Mempelai Pria Diganti Keris, PHDI Bali Buka Suara

Agus Eka Purna Negara - detikBali
Sabtu, 18 Nov 2023 20:19 WIB
Cuplikan video prosesi pernikahan adat di Bali yang tidak dihadiri mempelai pria dan diganti keris dan foto. Video itu muncul di media sosial, Jumat (17/11/2023).
Foto: Pernikahan viral mempelai pria diganti keris dan foto. (Tangkapan layar)
Badung -

Fenomena perempuan Bali menikah secara jarak jauh menjadi perhatian jagad media sosial (medsos). Dari video yang beredar, seorang perempuan menjalani upacara dengan didampingi keris dan foto pengantin pria. Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) buka suara soal pernikahan tak lazim ini.

Kabarnya, prosesi yang tak biasa ini dilakukan karena dalih pengantin laki-laki sedang berada di luar negeri. Sehingga tidak memungkinkan pernikahan dilakukan secara adat Bali pada umumnya.

"Saya sendiri pernah menghadapi situasi tersebut. Pengantin laki-laki bekerja di luar negeri. Sedangkan perempuan sedang hamil. Proses upacara tetap dijalankan, namun mempelai pria mengikuti secara online. Astungkara lancar," ungkap Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, Nyoman Kenak saat diminta konfirmasi, Sabtu (18/11/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menjelaskan prosesi yang digelar untuk situasi ini diawali mekala-kala. Upacara ini untuk menghilangkan kekotoran batin. Sehingga tidak menimbulkan cemer atau kekotoran secara niskala di sebuah desa.

Dengan cara ini, mempelai perempuan juga mendapat kepastian hukum adat dan hukum positif.

ADVERTISEMENT

"Kita harus memberi perlindungan kepada perempuan. Jangan sampai lagi ada diskriminasi, seperti menikahkan perempuan dengan keris," tegasnya.

Dalam situasi tertentu, lanjut Kenak, ada alternatif yang bisa ditempuh. Misalnya melakukan upacara adat dan agama pada tahap paling sederhana.

Pada intinya, perempuan, apalagi sedang mengandung, ini harus diselamatkan secara sosial. Tentu alternatif ini bisa ditempuh dengan musyawarah mufakat.

Pada ranah adat, hal ini tentu harus disepakati dulu oleh tetua, minimal di lingkungan banjar.

"Kami waspadai ada hal-hal tak terduga, misalnya meninggal dunia, jika posisi perempuan tidak diberi kepastian, tentu ini akan menjadi masalah baru, dan berkelanjutan. Ini yang kami hindari," ungkapnya.

Pada intinya, kata Kenak, tidak ada aturan agama dan adat yang mempersulit umatnya. Dalam menghadapi situasi ini, semua pihak harus legawa dan mau menentukan solusi.

Dia menambahkan fenomena menikahkan perempuan dengan keris telah ditinggalkan oleh masyarakat Bali. Dia menyarankan perempuan tidak dinikahkan dengan keris.

"Manusia ya dinikahkan (dengan) manusia. Tidak ada manusia dinikahkan dengan benda. Tapi ini dulu, sekarang sudah tidak saya temukan lagi," ujarnya.

Dalam konsep Vasudewa Kutumbakan, Kenak menyebut semua manusia adalah bersaudara. Semua memiliki harkat dan martabat yang sama.

"Mari kita junjung tinggal toleransi, terlebih ini untuk umat kita. Saya sangat mengapresiasi setiap pihak yang mengedepankan kebijaksanaan," pungkasnya.




(hsa/gsp)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads