Indonesia tidak hanya terkenal akan keindahan alamnya, namun juga akan kekayaan budayanya yang seolah tak pernah ada habisnya. Salah satu bentuk kekayaan budaya itu digambarkan melalui kekayaan bahasanya. Tahukah kamu bahwa ada lebih dari 500 bahasa daerah di Indonesia?
Bali juga memiliki bahasa daerahnya sendiri, lho. Bahasa daerah tersebut dituliskan menggunakan aksara Bali khusus.
Aksara Bali merupakan aksara tradisional milik masyarakat Bali dan hampir mirip dengan aksara Jawa, hanya sedikit berbeda pada bentuk dan lekukan hurutnya. Penulisan aksara Bali ini tidak bisa dilakukan dengan sembarangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada banyak aturan khusus yang menjadi dasar dan acuan yang harus diikuti ketika menulis dan mempelajari aksara Bali ini. Salah satunya adalah pasang pageh aksara Bali.
Ingin mengenal lebih lanjut mengenai pasang pageh aksara Bali? Berikut pengertian dan isi dari pasang pageh aksara Bali yang perlu kamu ketahui.
Pengertian Pasang Pageh
Dilansir skripsi karya Hadian Sasmita, pasang pageh aksara Bali merupakan aturan-aturan khusus yang ditetapkan menjadi dasar dalam menulis aksara Bali. Kajian dari pasang pageh ini dilakukan oleh ahli-ahli lokal dan peneliti luar.
Menurut situs p2k.unkris.ac.id, pasang pageh aksara Bali bertujuan untuk membedakan sebuah homonim sehingga tidak ada lagi kata yang memiliki tulisan maupun pelafalan yang serupa.
Aksara Bali sendiri berasal dari Aksara Brahmi Purba dari India. Aksara Bali ini terdiri atas 47 buah watak, 14 di antaranya adalah aksara suara dan 33 buah lainnya adalah aksara wianjana. Pelafalan aksara Bali ini disesuaikan dengan ejaan Bahasa Indonesia sehari-hari.
Aksara suara merupakan huruf vokal atau huruf hidup dalam aksara Bali. Aksara ini berfungsi persis seperti huruf vokal pada huruf Latin, seperti a, e, i, u, dan o.
Aksara wianjana merupakan huruf konsonan atau huruf mati dalam aksara Bali. Meski penulisannya tidak ditambahkan dengan aksara suara, aksara wianjana dapat dibaca seolah-olah memiliki huruf vokal di belakangnya.
Selain aksara wianjana dan aksara suara, ada pula aksara ardhasuara, yang merupakan aksara semivokal. Aksara satu ini tidak sepenuhnya aksara vokal dan bukan pula huruf konsonan. Contoh aksara ini adalah ya, ra, la, dan wa.
Aksara Bali pada awalnya hanya terdiri atas 18 buah, yakni ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, ma, ga, ba, nga, pa, ja, ya, dan nya. Namun seiring bertambahnya waktu, aksara Bali ini semakin bertumbuh.
Aturan Pasang Pageh dan Contohnya
Untuk lebih memahami aturan pasang pageh aksara Bali ini, berikut beberapa penjelasan lebih lanjut mengenai aturan dan contohnya.
Pangangge
Pangangge, atau biasa disebut sebagai sandangan, merupakan sebuah lambang yang tidak memiliki artinya jika dituliskan sendiri, namun akan bermakna berbeda apabila dituliskan bersama dengan aksara suara atau aksara wianjana.
Tidak hanya membuat makna menjadi lain, pangangge juga mempengaruhi cara membaca dan menulis aksara Bali tersebut. Terdapat beberapa jenis pangangge, yakni sebagai berikut.
1. Pangangge Suara
Pangangge suara merupakan pangangge aksara suara (vokal) yang ditambahkan kepada aksara wianjana. Pada pangangge suara ini, kadang huruf H bisa dibaca, kadang juga tidak, kembali tergantung pada kalimat dan kata yang ditulis.
Contoh pangangge suara adalah sebagai berikut.
- Huruf Na ditambahkan ulu dibaca menjadi Ni.
- Huruf Ca ditambahkan taling dibaca menjadi Ce.
- Huruf Ka ditambahkan suku dibaca menjadi Ku.
2. Pangangge Tengenan
Pangangge tengenan merupakan aksara wianjana yang bunyi vokal -a tidak terdengar. Pangangge tengenan ini terditi atas adeg-adeg, cecek, bisah, dan surang.
Ketika dibandingkan dengan aksara Dewanagari, maka tanda cecek memiliki fungsi yang serupa dengan tanda anusuara, tanda adeg-adeg memiliki fungsi yang serupa dengan tanda wirama, dan tanda bisa memiliki fungsi yang sama dengan tanda wisarga.
3. Pangangge Aksara
Pangangge aksara merupakan pangangge yang diletakkan di bawah aksara wianjana. Kecuali La, pangangge ini adalah gantungan dari aksara Ardhasuara. Pangangge aksara ini terdiri atas suku kembung, nania, dan guwung/cakra.
4. Gantungan
Gantungan merupakan aksara yang bertujuan untuk mematikan suatu aksara. Mematikan di sini berarti menghilangkan hufruf vokalnya. Setiap aksara wianjana memiliki gantungannya masing-masing.
Contoh penggunaan gantungan pad aksara wianjana adalah sebagai berikut.
- Apabila aksara Na dibubuhi gantungan, maka aksara tersebut dibaca sebagai /n/, tanpa ada huruf vokal -a lagi.
- Apabila aksara Ka dibubuhi gantungan, maka aksara tersebut dibaca sebagai /k/.
- Ketika menulis huruf Nda, maka huruf Na harus dimatikan. Untuk itu. huruf Na harus dibubuhi gantungan Da. Dengan demikian. huruf Na dibaca sebagai /n/.
Gantungan dan pangangge lain boleh melekat pada huruf yang sama, namun dua buah gantungan tidak boleh menempel di bawah huruf yang sama.
Itulah dia beberapa hal seputar pasang pageh aksara Bali, mulai dari pengertian hingga isi aturannya yang perlu kamu ketahui. Bagaimana? Kamu jadi semakin paham mengenai aksara Bali dan berbagai aturannya bukan?
(khq/fds)