Ketika kamu berkunjung ke Pulau Dewata, mungkin kamu sering melihat semacam wadah persembahan kecil di pinggir jalan, di depan rumah, maupun di beberapa candi di sana. Itulah yang disebut sebagai canang.
Canang adalah sebuah persembahan dari penganut Hindu Bali yang sering digunakan dalam kegiatan persembahan sehari-hari oleh umat Hindu Bali.
Menurut situs smkn.singaraja.sch.id, canang mengandung simbol bahasa Weda yang isinya adalah permohonan di hadapan Ida Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa, atas kekuatan Widya (pengetahuan) untuk Bhuana Alit dan Bhuana Agung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Canang sendiri merupakan bentuk persembahan yang paling sederhana yang biasa digunakan sebagai bentuk ucapan syukur bagi Sang Hyang Widhi atas kedamaian di dunia.
Ingin tahu lebih dalam mengenai canang? Berikut beberapa hal yang perlu kamu ketahui soal canang, mulai dari sejarah, fungsi, hingga bentuk-bentuknya.
Sejarah Canang
Canang merupakan perpaduan kata dari bahasa Jawa Kuno, Can dan Nang. Can berarti indah sedangkan Nang berarti tujuan atau maksud. Kata canang sendiri berarti sirih.
Untuk itu, dilansir dari tesis Refleksi Nilai-nilai Pendidikan Multikultural pada Seni Sesaji Canang Sari di Kecamatan Balinggi Sulawesi Tengah karya Kadek Hariana, dkk, pada mulanya canang berarti sirih yang dihidangkan atau disuguhkan kepada tamu yang dihormati.
Tradisi makan sirih merupakan tradisi yang dijunjung tinggi masyarakat Pulau Bali sejak dulu kala, lambang penghormatan terhadap masyarakatnya.
Sirih merupakan benda yang mempunyai nilai tinggi di mata masyarakat Bali. Kini canang pun mengandung sirih di dalamnya.
Canang merupakan ciptaan Mpu Sangkulputih yang menjadi sulinggih setelah berhasil menggantikan Danghyang Rsi Markandeya di Pura Besakih. Setelah menggantikan Danghyang Rsi Markandeya. Mpu Sangkulputih melengkapi ritual bebali.
Ia menambahkan variasi dan dekorasi menarik untuk berbagai jenis banten dengan menggunakan unsur-unsur tumbuhan lain seperti daun sirih, daun pisang, daun janur, beras, kacang, injin, kelapa, dan pisang.
Canang kini digunakan sebagai salah satu sarana upacara Yadnya. Meski ukurannya kecil dan bentuknya sederhana, canang merupakan inti dari persembahan tersebut. Tanpa canang ini, maka upacara atau Yadnya sebesar apa pun takkan lengkap berjalan.
Fungsi Canang
Canang digunakan sebagai suatu sarana ritual umat Hindu Bali dalam menyembah Ida Sang Hyang Widhi. Canang dipersembahkan setiap harinya mulai pukul 06.00 WITA dan sore menjelang malam.
Canang biasa ditempatkan di titik-titik tertentu. Tempat yang digunakan adalah tempat-tempat suci yang mengandung kepercayaan dari masyarakat Hindu Bali. Tidak terbatas pada Pura atau Sanggah, canang bisa ditempatkan di dalam rumah, di pinggir jalan, maupun di pekarangan.
Fungsi canang adalah sebagai sarana persembahan masyarakat Hindu Bali, seperti ketika purnama, tumpek, tilem, anggar kasih, dan kajeng kliwon. Canang juga banyak dipersembahkan pada hari raya besar umat Hindu.
Untuk hari raya besar keagamaan Hindu yang datang setiap 6 bulan sekali seperti Galungan, Pagerwesi, dan Kuningan, canang juga digunakan untuk turut melengkapi sesaji lain, seperti banten soda atau banten gebogan.
Canang ini diletakan paling atas di setiap sesaji tersebut, kemudian dipersembahkan di pura-pura.
Sejatinya, canang merupakan inti penting dalam suatu persembahan. Canang ini yang membuat persembahan maupun suatu upacara menjadi sah.
Bentuk Canang
Proses membuat canang disebut sebagai proses mejejahitan dan biasa dilakukan dengan pisau yang disebut reringgitan. Reringgitan ini berbeda dengan pisau yang biasa digunakan di dapur karena memiliki tingkat ketajaman yang lebih tinggi.
Tidak hanya itu, untuk menjaga kesucian dari sesaji canang ini, maka pisau khusus perlu digunakan. Pada akhirnya, canang ini digunakan sebagai persembahan bagi para Dewa, sehingga alat-alat yang digunakan untuk membuatnya pun harus suci dan bersih.
Canang tersusun atas beberapa bahan. Bagian wadah canang terbuat dari daun kelapa yang masih muda atau janur kelapa (busung).
Janur kelapa ini bisa dibilang merupakan bagian terpenting dalam canang. Janur ini digunakan untuk membuat bagian uras-sari atau sampian-uras yang berbentuk lingkaran.
Selain janur, canang juga terbuat dari semat. Semat merupakan batang bambu yang dipotong kecil-kecil menyerupai lidi dan ujungnya dibuat runcing.
Tujuannya agar dapat lebih mudah digunakan dalam proses mejejahitan. Meski begitu, belakangan ini semat sudah digantikan dengan staples.
Namun demikian, unsur inti dari canang yang wajib ada disebut sebagai porosan. Porosan terdiri atas pinang, sirih, dan kapur. Tanpa adanya porosan, maka canang tidak bisa disebut sebagai canang.
Porosan sendiri bermakna bahwa persembahan yang dihaturkan harus dilandasi oleh hati penuh belas kasih dan ketulusan di hadapan Sang Hyang Widhi.
Terdapat beberapa bentuk canang yang berbeda-beda. Berikut merupakan beberapa bentuk canang yang perlu kamu ketahui.
Canang Sari Wadah Ceper
Canang Sari Wadah Ceper digunakan ketika Purnama Tilem tiba. Canang satu ini merupakan simbol Tri Sarira dalam tubuh manusia, yaitu Angga Sarira (tubuh fisik) yang disimbolkan oleh ceper dan Suksma Sarira (tubuh roh) yang disimbolkan duras.
Canang ini beralaskan wadah ceper (segi empat) dan biasanya diisi dengan uang sebagai dana punia apabila dihaturkan bersamaan gebogan. Jumlahnya sendiri dibebaskan sesuai keikhlasan masyarakat.
Canang Sari Wadah Ceper tersusun atas janur untuk bahan wadah, semat/biting, bunga-bunga harum, boreh miik (bubuk wangi), lengis miik (minyak wangi), kembang rampe, tebu, pisang, jaja gegiping, dan tentunya porosan.
Canang diisi dengan satu boreh miik, satu lengis miik, lalu disusun dengan duras bunter dan pada bagian atasnya disusun bunga-bunga harum. Terakhir, tambahkan kembang rampe atau irisan daun pandan di paling atas.
Canang Sari Wadah Tamas
Canang Sari Wadah Tamas mempunyai makna serta fungsi yang mirip dengan Canang Sari Wadah Ceper. Hanya saja, bentuk alasnya yang berbeda.
Wadah Ceper berbentuk segi empat, sedangkan Tamas berbentuk bulat. Sama seperti sebelumnya, canang ini bisa diisi dengan uang sebagai dana punia.
Isinya juga hampir sama, yakni terdiri atas wadah bundar sebagai alas, irisan tebu, pisang, lalu diletakkan bunga panca warna sesuai aturan khusus, dan terakhir diberi kembang rampe di paling atas.
Urutan penataan bunga dilakukan berdasarkan urutan Purwa/Murwa Daksina, yang diawali dari timur ke selatan. Penempatannya juga harus sesuai dengan pengider-ideran atau tempat Panca Dewata.
Bunga putih disusun menghadap timur, bunga merah disusun menghadap selatan, bunga kuning menghadap barat, bunga hitam menghadap utara, dan terakhir bunga rampe disusun di tengah-tengahnya.
Masing-masing peletakan tersebut memiliki simbolnya masing-masing, semuanya memohon dianugerahkan kekuatan dan kesucian.
Canang Sari Wadah Dulang
Canang Sari Wadah Dulang biasa digunakan dalam acara-acara yang sifatnya resmi. Sebagai contoh, dalam acara kenegaraan seperti rapat dan pidato pejabat, acara dharma wacana, acara hiburan, dan lain sebagainya.
Canang ini juga banyak ditemukan di kantor di meja resepsionis dan meja pimpinan karena sifatnya yang menetap dan dapat dihaturkan setiap hari karena bagian wadahnya dan urasarinya terbuat dari bahan yang tahan sampai 1 tahun.
Ada beberapa jenis dari canang ini, yakni sebagai berikut.
- Canang Sari Duras Jaet Guak Biasa
- Canang Sari Duras Jaet Guak Dilipat
- Canang Sari Duras Jaet Guak Tri Kona
- Canang Sari Duras Jaet Guak Gaglenteran
Ukuran dulang yang dipakai untuk canang ini lebih kecil dibanding dulang untuk persembahan. Diameternya sekitar 23 cm dengan tinggi 18 cm.
Cara menata canang ini sama seperti canang biasa, diawali dengan bagian tamas yang diletakkan di atas wadah dulang yang berisi jaro, lalu diletakkan bunga-bunga harum, irisan pisang, tebu, lengis miik, tempelan, dan jajan gegiping. Terakhir, kembang rampe di paling atas.
Itulah dia beberapa hal seputar canang yang bisa menambah sedikit wawasanmu. Sekarang kalau berkunjung ke Pulau Bali, tentu sudah tidak lagi asing dengan canang bukan?
(khq/fds)