Di Balik Dalang Cenk Blonk Wayan Nardayana, Vulgar-Kontroversi

Di Balik Dalang Cenk Blonk Wayan Nardayana, Vulgar-Kontroversi

Chairul Amri Simabur - detikBali
Minggu, 10 Jul 2022 18:52 WIB
Dalang Wayang Cenk Blonk, I Wayan Nardayana.
Foto: Dalang Wayang Cenk Blonk, I Wayan Nardayana. (Chairul Amri Simabur/detikBali)
Tabanan -

Sosok dalang satu ini masih menjadi yang paling populer bagi penggemar pertunjukan wayang di Bali. Di saat kepopuleran wayang Cenk Blonk meningkat, kritik terhadap pertunjukan wayang kulit dari dalang I Wayan Nardayana ini justru datang silih berganti. Lantaran penyampaian dialog dan banyolan pertunjukannya dipandang vulgar, bahkan disebut melakukan pelecehan seni.

"Itu yang kemudian mendorong saya kuliah pada Jurusan Pedalangan di ISI Denpasar pada 2002. Di sana yang diskusi-diskusi dalam setiap perkuliahan. Di situ juga muncul istilah wayang konservatif yang sesuai pakem dan wayang inovatif," ujar Nardayana, saat ditemui detikBali, Minggu (10/7/2022).

Dengan terjun ke bangku perkuliahan, ia menjadi tambah berani berinovasi. Salah satunya memberi nuansa epik pada setiap pertunjukan wayang dengan memanfaatkan cahaya lampu listrik. Bahkan sempat memanfaatkan teknologi laser.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penggunaan lampu blencong tetap ia terapkan. Ini dilakukan untuk menjaga marwah dan kesakralan pertunjukan wayang kulit Bali. Sebab tidak bisa dipungkiri, wayang kulit bukan semata-mata tontonan. Pertunjukannya juga berfungsi sebagai tuntunan yang berakar pada ajaran agama Hindu.

"Saat itu saya sudah siap dengan alasan dan jawaban kalau ada yang tanya kenapa pakai cahaya lampu listrik," tegasnya.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, agar api pada lampu blencong tetap tegak, panggung pertunjukan harus ditutup. Sementara itu, kekurangannya pada malam hari, oksigen cenderung berkurang.

"Apalagi bila panggung ditutup. Sementara kita bergerak, bersuara, penabuh juga demikian. Sehingga kita dalam panggung berebut oksigen. Makanya, habis pertunjukan, dalang sering kelelahan," ungkapnya.

Saat ini, ia juga mulai berinovasi dengan memasuki ranah digital. Kebetulan sejak 2019 lalu, ia mencoba membuat kanal di YouTube. Sehingga pada saat pandemi COVID-19 melanda dan pertunjukan kesenian dibatasi, kanal inilah yang menjadi wadahnya untuk tetap mengasah sikap kritisnya yang disalurkan melalui seni pewayangan.

Kanal itu ia buat agar anak-anak muda yang banyak menggunakan gadget, lebih mengenal kesenian wayang kulit. Dan di saat yang sama, tanggungjawabnya sebagai dalang untuk tetap menyampaikan tuntunan ajaran agama Hindu tetap berjalan.

Menurut Nardayana, memang ada perbedaan antara tampil untuk kanal YouTube dengan live. Terutama dari bahan cerita yang cenderung lebih padat. Karena harus dipersingkat dari dua setengah jam rata-rata pertunjukan langsung menjadi paling sekitar 15 menit.

"Di bawah 15 menit, cerita yang disampaikan justru tidak bisa klimaks. Keburu habis waktunya," tuturnya.

Selain itu, dari segi bahan cerita, ia juga masih mengambilnya dari persoalan kehidupan sehari-hari yang sedang tren atau hangat menjadi perbincangan di tengah masyarakat.

"Justru di kanal YouTube saya makin banyak dapat ide. Saya semakin terasah dan jeli mengemasnya ke dalam cerita. Justru kalau saya diam, malah hilang," pungkas Nardayana seraya menyebutkan kanal itu dimanfaatkan juga untuk menjadi wadah bagi beberapa dalang muda untuk tampil.




(kws/kws)

Hide Ads