Indonesia memperjuangkan penambahan kuota penangkapan ikan tuna sirip biru dalam Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) di Nusa Dua, Badung, Senin (6/10/2025). Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan Indonesia mendapat kuota lebih sedikit sedikit daripada negara-negara lain, yaitu 1.300 ton per tahun.
"Indonesia kuotanya paling sedikit daripada negara-negara lain, 1.300. Jadi ini salah satu yang kita berjuangkan untuk kemudian kita bisa meningkatkan kuota penangkapannya. Kenapa demikian? karena wilayah kita adalah wilayah pemijahan bluefin tuna," ujarnya kepada wartawan seusai pembukaan CCSBT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, Indonesia telah berkomunikasi dengan delapan negara anggota CCSBT serta pihak sekretariat. Trenggono menargetkan adanya peningkatan kuota hingga 15 persen. Namun, keputusan final akan dibahas bersama seluruh delegasi hingga 9 Oktober 2025.
"Kalau kita bisa dapat 15% lagi bagus. sekarang ini kita 5% kita jagain konservasinya. Konservasi penting karena dia kalau tidak dijaga habis dan seluruh dunia tidak kebagiaan tuna," imbuhnya
Sementara itu, Direktur Pengolahan Sumber Daya Ikan KKP, Syahril Abdul Raup, menjelaskan bahwa saat ini terdapat sekitar 300 kapal khusus yang menangkap tuna sirip biru, sebagian besar beroperasi di Bali.
"Tapi kalau yang khusus untuk ini, kita ada 300 kapal khusus untuk tuna sirip biru ini. Dan itu sebagian besar di Bali," ujarnya
Syahril menambahkan populasi tuna sirip biru di alam semakin terbatas karena tingginya nilai jual ikan tersebut di pasar dunia.
Saat ini, sekitar 70 persen kuota penangkapan dikuasai oleh Jepang dan Australia, masing-masing sebesar 35 persen. Indonesia sendiri baru memperoleh 5,4 persen.
"Yang paling tinggi sekarang Australia dapat itu sekitar 35% dan Jepang 35%. Jadi dua negara itu sudah 70% menguasai tuna sirip biru, Indonesia cuma 5,4%," kata dia.
Syahril menambahkan besaran kuota tersebut ditetapkan berdasarkan sejarah keterlibatan negara dalam industri perikanan tuna. "Jadi mereka ini negara-negara maju ini lebih dulu memulai tuna. Begitu kita masuk tentu ya kuotanya ya dibicarakan ulang dan seterusnya. Dan kita sedang memperjuangkan hak kita," tutupnya.
(hsa/hsa)