Rapor Merah Tata Kelola Lingkungan Hotel di Bali

Round Up

Rapor Merah Tata Kelola Lingkungan Hotel di Bali

Tim detikBali - detikBali
Sabtu, 27 Sep 2025 07:00 WIB
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol dan GUbernur Bali, Wayan Koster di Taman Kehati, Denpasar, Jumat (26/9/2025).(Fabiola Dianira)
Foto: Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol dan GUbernur Bali, Wayan Koster di Taman Kehati, Denpasar, Jumat (26/9/2025).(Fabiola Dianira)
Badung -

Hampir semua hotel di Bali ternyata memiliki tata kelola lingkungan yang sangat buruk. Keburukan pengelolaan lingkungan hotel yang buruk ini dibuka oleh Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq.

Hanif mengungkapkan hampir semua hotel di Bali memiliki peringkat merah dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER). Peringkat merah menunjukkan perusahaan belum memiliki kinerja lingkungan yang baik, tidak mematuhi beberapa regulasi, serta berdampak negatif terhadap lingkungan.

"Hampir seluruhnya nilainya masih kurang," ujar Hanif dalam acara Pembinaan Penilaian Kinerja Lingkungan Hidup Sektor Perhotelan di Bali, Jumat (26/9/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hanif mengungkapkan sebanyak 229 hotel di Bali hingga kini belum memenuhi standar PROPER. Meski begitu, Hanif optimistis perbaikan dapat dicapai hingga Desember 2025.

ADVERTISEMENT

"Maka, 229 dari perhotelan yang ada di Bali masih belum memenuhi proper. Untuk itu, kita bersama ingin menyampaikan beberapa koreksi yang kemudian menjadi semangat kita untuk memperbaikinya sampai di Desember 2025," jelas Hanif.

Hanif juga mengakui pemerintah kurang serius melakukan pembinaan selama lebih dari 10 tahun terakhir sehingga mayoritas hotel di Bali masih mendapat penilaian merah.

"Selama 10 tahun lebih, kami mohon maaf tidak melakukan pembinaan serius kepada kita semua. Sehingga, pada saat hari ini kami lakukan PROPER, maka rata-rata nilainya atau dari tingkatannya masih merah," terang Hanif.

Penilaian proper sendiri didasarkan pada 5 aspek.

  • Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (PLB3).
  • Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (PB3).
  • Pengendalian Pencemaran Air (PPA).
  • Pengendalian Pencemaran Udara (PPU).
  • Pengelolaan Sampah.

Diberi Waktu Perbaikan 3 Bulan

Hanif bersama Gubernur Bali, Wayan Koster, memberikan waktu tiga bulan kepada hotel-hotel di seluruh Pulau Dewata untuk memperbaiki tata kelola penanganan sampah dan limbah. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki tata kelola penanganan sampah di sektor hotel dan restoran.

"Kami memberikan waktu 3 bulan untuk seluruh hotel memperbaiki tata kelola penanganan sampah dan limbahnya," ujar Hanif Faisol seusai penanaman pohon di Taman Kehati, Badung, Bali, Jumat (26/9/2025).

Hanif menjelaskan kebijakan tersebut agar ke depannya tidak terjadi kerusakan lingkungan. Sebab, Bali ini kaya akan kearifan lokalnya dan pariwisata agar bisa berkelanjutan.

"Karena Bali ini penting. Setiap satu langkah yang kami toleransi, maka di situ juga ada satu kerusakan yang pasti akan terjadi. Sehingga untuk Bali dengan kearifan lokal yang cukup tidak ditemui di tempat lain ini harus kita bangun," lanjut Hanif.

Hotel Bakal Diberi Label

Ke depan, Hanif menyebut, akan adanya pelabelan ramah lingkungan untuk setiap hotel yang taat aturan terkait pengelolaan sampah dan limbah. Saat ini, penilaian difokuskan pada hotel berbintang karena volume sampah yang dihasilkan cukup besar dan perlu dikendalikan. Setelah itu, program serupa akan diterapkan pada restoran berbintang.

"Kami sengaja selesaikan hotel berbintang, tahap berikutnya adalah restoran berbintang karena ini omsetnya besar dan pasti limbah dan sampahnya besar. Jadi itu yang kami kendalikan dahulu," tutup Hanif.

Koster mendukung penuh kebijakan tersebut. Ia menegaskan hotel-hotel wajib tertib dalam menjaga ekosistem lingkungannya.

"Harus tertib.Tidak saja untuk pariwisata yang ekosistemnya bagus, tetapi juga citra pariwisata secara keseluruhan," tegasnya.

500 Ton Sampah per Hari Berasal dari Turis

Hanif juga mengungkapkan sebanyak 500 ton sampah per hari di Bali diindikasikan berasal dari para wisatawan. Indikasi itu didapatkan dari perhitungan yang sudah dilakukan.

Penghitungan sampah, tutur Hanif, dilakukan dengan mengambil sampel di Badung dan Denpasar. Jumlah penduduk di dua wilayah tersebut mencapai 1,1 juta jiwa, yakni sekitar 653.000 jiwa di Denpasar dan 500.000 jiwa di Badung.

"Nah untuk Badung dan Denpasar, kami coba menggunakan angka konversi paling tinggi, 1,33 kilogram per orang per hari. Maka, jumlah sampahnya seharusnya hanya ada 1.300 ton per hari," ujar Hanif.

Namun, laporan Dinas Lingkungan Hidup menunjukkan angka berbeda. Berdasarkan Sistem Informasi Sampah Nasional (SISN), jumlah sampah mencapai 1.500 ton per hari. Sementara itu, catatan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung justru menunjukkan 1.800 ton per hari jika dilihat berdasarkan truk yang masuk.

Jadi ada 500 ton sampah yang kemudian kami indikasikan berasal dari para wisatawan yang hadir di Bali," terang Hanif.

Selain persoalan volume sampah, Hanif juga menyoroti 13 sungai utama di Bali yang dalam kondisi tercemar sedang hingga berat.

"Tidak ada yang bersih sama sekali untuk sungai Bali. Kemudian, pantainya, setiap bulan November, Desember kita akan kedatangan sampah laut," ungkap Hanif.

Larang Pemakaian Insinerator

Hanif juga melarang pengelolaan sampah menggunakan insinerator, terutama jika dilakukan tanpa kaidah yang benar atau berskala kecil. Sebab, insinerator dinilai akan memberikan dampak yang negatif yang lebih besar.

"Itu akan menimbulkan penyakit ataupun bencana yang lebih besar daripada sampah itu sendiri," ujar Hanif.

Hanif menjelaskan pembakaran sampah dengan insinerator dapat menghasilkan zat berbahaya berupa dioksin dan furan. Zat ini terbentuk apabila proses pembakaran berlangsung pada suhu rendah di bawah 1.850 derajat celsius.

"Bilamana sampah dibakar secara langsung, sampahnya masuk langsung, tidak ada pembakarnya, dipastikan suhunya tidak akan mencapai segitu. Kalaupun mencapai segitu, terjadi fluktuasi yang sangat tinggi, dan itu dipastikan akan menimbulkan dioksinfuran," jelasnya.

Zat berbahaya tersebut berukuran sangat kecil, hanya beberapa milimikron sehingga tidak bisa disaring oleh masker biasa. Bahkan, dioksin dan furan dapat menetap hingga 20 tahun di dalam tubuh manusia.

"Dioksinfuran ini itungannya, ukurannya milimikron, yang tidak bisa kita saring dengan apa pun. Dengan masker pun tidak bisa, dan umurnya sangat panjang sampai 20 tahun," katanya.

Metode Manual Dinilai Lebih Aman

Menurut Hanif, cara terbaik saat ini dalam menangani sampah masih dengan metode manual, seperti pemilahan, pengumpulan, dan pengolahan ramah lingkungan. "Dilarang karena memang tidak baik untuk lingkungan. Dan gampang dikapitalisasi pihak lain yang akan mendiskreditasi Bali nanti. Kita sayang untuk Bali," imbuhnya.

"Sehingga demikian kalau kita pilih, bagaimana penanganan sampah atau kita bakar, maka orang-orang lingkungan akan memilih kita tangani sampah secara manual," sambungnya.

Meski demikian, Hanif menyebut Presiden telah mengeluarkan peraturan tentang pengelolaan sampah menjadi energi listrik. Teknologi ini dinilai sudah terbukti dan bisa diterapkan di beberapa daerah.

"Teknologi ini energinya sangat proven, yang kemudian bisa digunakan untuk menangani sampah di Denpasar ataupun di Bandung," ungkapnya.

Halaman 2 dari 6


Simak Video "Video: Menteri LH Minta Pramono-KDM Siapkan Lahan untuk PSEL"
[Gambas:Video 20detik]
(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads