Perang antara Thailand dan Kamboja menimbulkan kekhawatiran di sektor pariwisata. Terlebih, Thailand selama ini dikenal sebagai salah satu destinasi wisata utama di Asia Tenggara. Di sisi lain, Pulau Dewata sebagai daerah wisata internasional dinilai bisa diuntungkan oleh situasi tersebut.
Guru Besar Fakultas Pariwisata Universitas Udayana (Unud), I Putu Anom, menilai konflik tersebut berpotensi memberikan dampak terhadap pariwisata di Indonesia, khususnya Bali. Menurutnya, kondisi itu bisa saja membuat agen perjalanan (travel agent) mengalihkan kunjungannya ke Bali.
"Kalau kondisi Kamboja dan Thailand perang, tingkat keamanannya turun. Bisa saja agen perjalanan mengalihkan tur wisatawannya ke Indonesia," ujar Anom saat dihubungi detikBali, Senin (28/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Anom, wisatawan mancanegara akan selalu mempertimbangkan faktor keamanan dan kenyamanan ketika hendak pelesiran ke luar negeri. Situasi politik yang tidak kondusif, dia berujar, mengakibatkan kunjungan wisata menurun.
Ia menilai Bali bisa menjadi alternatif bagi wisatawan yang semula merencanakan liburan ke Thailand. Sebab, dia melanjutkan, karakteristik wisata berbasis budaya yang ditawarkan Thailand dan Kamboja tak berbeda jauh dengan Bali.
"Kalau ingin melihat budaya, ya di Bali. Karena yang saya tahu, candi Angkor Wat di Kamboja itu kan situs Hindu. Kemudian, danau terpanjang di Asia Tenggara, kuil-kuil, ada di Thailand. Di Bali juga ada," imbuhnya.
Anom mendorong pemerintah belajar dari konflik yang mendera Thailand dan Kamboja itu dengan meningkatkan rasa aman di destinasi wisata. "Jadi keamanan Bali juga harus dijaga supaya orang merasa aman dan nyaman berkunjung," ujarnya.
Situasi di Thailand
Ratna Sari, mahasiswi asal Indonesia yang sedang menempuh pendidikan S2 Ekonomi di Thammasat University, Thailand, menyebut situasi di luar wilayah konflik relatif aman. Menurutnya, kondisi tidak kondusif hanya terjadi di wilayah perbatasan kedua negara yang berkonflik itu.
"Ekonomi (di luar perbatasan) juga masih jalan. Yang memang berhenti total ya di daerah perbatasan kedua negara, banyak yang sudah diungsikan," ujar Ratna yang saat ini tinggal di Bangkok, Thaailand.
Berdasarkan pengamatannya, Ratna menyebut jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bangkok menurun sejak beberapa bulan terakhir. Terutama wisatawan dari China.
"Apalagi turis China. Sekarang turun drastis karena memang itu akumulasi dari banyak problem. Salah satunya perang ini dan perdagangan manusia," imbuh Ratna.
Menurut Ratna, perang tersebut juga mengakibatkan peringatan Hari Ulang Tahun Raja Thailand yang biasanya dirayakan secara besar-besaran turut dibatalkan. Ia mengatakan warga negara Indonesia (WNI) yang berada di kawasan perbatasan sudah diungsikan oleh Kedutaan Besar Indonesia di sana.
"Kalau bukan masalah pendidikan atau kenegaraan, lebih baik tidak usah ke perbatasan. Saya kebetulan di Bangkok, ibu kota Thailand. Perbatasan lumayan jauh, sehingga kami masih merasa aman," imbuhnya.
Konflik Thailand Vs Kamboja
Dilansir dari detikNews, ketegangan antara Thailand dan Kamboja menyebabkan puluhan korban tewas. Upaya gencatan senjata terus didorong oleh berbagai pihak, termasuk Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Ketegangan terjadi akibat memanasnya sengketa lama di kawasan Segitiga Zamrud sejak Kamis (24/7/2025). Ketegangan itu memicu pertempuran bersenjata yang melibatkan jet tempur, tank, dan pasukan darat.
Per Sabtu pekan kemarin, total korban tewas di Kamboja tercatat sedikitnya 13 orang. Jumlah tersebut terdiri atas delapan warga sipil dan lima personel militer. Hal ini dikonfirmasi oleh juru bicara Kementerian Pertahanan Kamboja, Maly Socheata.
Sementara di Thailand, korban tewas dilaporkan mencapai 20 orang, termasuk 14 warga sipil dan enam tentara. Militer Thailand menyebut lima tentaranya gugur pada Jumat (25/7), sehari setelah pertempuran kembali pecah.
Simak Video "Video Thailand Tolak Mediasi soal Konflik dengan Kamboja"
[Gambas:Video 20detik]
(iws/iws)