Malu Dong Sebut Pentingnya Edukasi Pengelolaan Sampah Sebelum Terapkan Aturan

Malu Dong Sebut Pentingnya Edukasi Pengelolaan Sampah Sebelum Terapkan Aturan

Fabiola Dianira - detikBali
Jumat, 11 Apr 2025 09:21 WIB
Komang Sudiarta, pendiri komunitas lingkungan Malu Dong, saat konferensi pers pameran seni rupa bertajuk β€œNyampaht” di Sudakara ArtSpace, Sudamala Resort, Sanur.Kamis (10/4/2025)(Fabiola Dianira)
Foto: Komang Sudiarta, pendiri komunitas lingkungan Malu Dong, saat konferensi pers pameran seni rupa bertajuk
Denpasar -

Pendiri komunitas lingkungan Malu Dong, Komang Sudiarta, menegaskan pentingnya edukasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dan pengurangan plastik di Bali. Sebab, persoalan sampah di Bali tidak bisa diselesaikan hanya dengan regulasi tanpa kesadaran masyarakat yang konsisten.

"Yang seharusnya manusianya dibenerin, diedukasi, dibangun perilaku mentalnya. Jadi mereka bisa bertanggung jawab dengan persoalan sampahnya untuk membuang di tong sampah itu saja," ujar Sudiarta seusai pembukaan pameran seni rupa "Nyampaht" di Sudakara ArtSpace, Sudamala Resort, Sanur, Kamis (10/4/2025).

Menurutnya, banyak kebijakan pengelolaan sampah yang berakhir stagnan karena pemerintah belum serius menyentuh akar permasalahan, yakni mental dan perilaku masyarakat. "Dari segi lingkungan sendiri nggak akan berdampak, karena masyarakat masih di tingkat yang paling rendah, buang sampah sembarangan," tegasnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sudiarta dan tim Malu Dong telah aktif selama 16 tahun melakukan aksi bersih-bersih di pantai, gunung, dan desa, serta memberikan edukasi kepada para pelajar di sekolah tentang pentingnya menjaga lingkungan. Ia menuturkan pengelolaan sampah tak bisa berhenti di tahap pemilahan saja, melainkan harus dilanjutkan dengan proses yang terencana dan sistematis.

"Solusinya harus ada pemrosesan sampah. Berbasis sumber itu kan hanya pemilahan saja. Pemrosesan, bisa proses pamper atau pembalut? Pemerintah harus punya pemrosesan itu, setelah dipilah," jelasnya.

Sudiarta juga menyoroti ketimpangan antara kondisi di desa dan kota. Di desa, pengelolaan sampah organik bisa dilakukan secara mandiri melalui teba atau halaman belakang. Namun di perkotaan, hal ini tidak memungkinkan.

"Berbasis sumber itu untuk sampah organik keringnya belum, terutama di perkotaan. Kalau di desa kan bisa di Teba, di kota kan harus diambil pemerintah untuk diproses," pungkasnya.




(nor/nor)

Hide Ads