Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran mengungkap adanya pimpinan partai politik yang ingin bergabung dengan koalisi pendukung capres-cawapres nomor urut 02 itu seusai Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Partai NasDem merespons kabar tersebut.
Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Ahmad Ali, mengatakan pembicaraan terkait koalisi masih terlalu dini lantaran tahapan Pemilu 2024 belum final. NasDem saat ini tergabung dalam Koalisi Perubahan bersama PKS dan PKB. Koalisi ini mengusung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) untuk Pilpres 2024.
"Karena belum ada penetapan KPU artinya pilpres belum menghasilkan presiden. Maka tentunya terlalu pagi mengatakan bergabung atau tidak bergabung," kata Ali, Kamis (22/2/2024), seperti dikutip dari detikNews.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ali, peserta pemilu harus menahan diri sampai putusan resmi diumumkan KPU. "Pemilu ini belum menghasilkan apa-apa. KPU sebagai penyelenggara sedang melakukan rekapitulasi berjenjang. Satu-satunya institusi yang berkewenangan melakukan menetapkan hasil pemilu itu KPU," imbuhnya.
Ali lantas menyinggung pertemuan Ketua Umum NasDem Surya Paloh dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka pekan lalu. Ia menilai pertemuan itu wajar dilakukan mengingat NasDem turut berada dalam barisan koalisi pemerintahan periode 2019-2024.
"Kalau konteks pertemuan Surya Paloh dan Jokowi hendaknya diterjemahkan itu sebagai pertemuan koalisi pemerintahan 2019-2024. Itu kan hampir terjadi kebekuan komunikasi nah di sisi lain tanggung jawab kita untuk melaksanakan pemerintahan sampai Oktober 2024 melekat. Maka perlu kemudian dibangun komunikasi. Jadi tidak perlu kita sensitif," cetus Ali.
Koalisi Perubahan, Ali berujar, hingga saat ini masih solid. Ia menegaskan NasDem masih menunggu hasil resmi yang diumumkan KPU.
"Apa hal kemudian membuat tidak solid? Kita berjuang bersama-sama kita lagi menunggu hasil. Ketika hasil pilpres sudah diumumkan dan semua pihak menerimanya, masing-masing partai akan berbicara berada pada posisi mana," tutur Ali.
Sebelumnya, Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman, mengatakan ada pimpinan partai politik dari kubu sebelah yang ingin bergabung ke koalisi pemerintahan seusai pemilu. Namun, Habiburokhman tak mengungkap pimpinan parpol yang dia maksud tersebut.
"Ya banyak, ada teman-teman yang ngomong ke saya 'ane' kata dia kan, habis pemilu menang nggak menang, ane mau ikut partai, ane di pemerintahan," kata Habiburokhman di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, Kamis.
"Salah satu pimpinan parpol di kubu sebelah, ya kan ngomong begitu ke saya, ya sesama anak Jakarta. Ngomong begitu, ane pokonya setelah pemilu mau di kekuasaan," sambungnya.
Sinyal 'Lempar Handuk'
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno mengomentari pernyataan Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman terkait adanya partai politik yang ingin bergabung dengan koalisi Prabowo-Gibran seusai pemilu. Adi menilai pernyataan itu sebagai sinyal ada yang telah 'lempar handuk'.
"Saya kira pernyataan Habiburokhman itu menegaskan bahwa partai-partai politik di luar kubu 02 secara perlahan sudah lempar handuk, sudah mengakui keunggulan Prabowo dan Gibran meski belum ada keputusan resmi dari KPU. Tapi pengakuan itu sepertinya didasarkan atas hasil quick count yang memenangkan secara mutlak pasangan nomor 02 itu," kata Adi, Kamis.
Adi mengatakan pernyataan TKN terkait adanya pimpinan partai politik yang ingin bergabung dengan koalisi Prabowo-Gibran seakan menandakan kontestasi Pilpres 2024 telah selesai. Keterangan dari TKN itu, Adi berujar, juga bisa menjadi tanda kecilnya kemungkinan terbentuk poros oposisi.
"Pernyataan Habib menurut saya ada partai politik entah itu di kubu 1 atau 3 sudah lempar handuk menyatakan pilpres sudah game over dan menyatakan siap bergabung koalisinya Prabowo dan Gibran. Kedua, saya kira memang partai-partai di kubu 1 dan 3 ini mengindikasikan tidak akan bersatu membentuk satu poros oposisi yang melawan Prabowo dan Gibran di lima tahun yang akan datang," ujar Adi.
Menurut Adi, tren poros oposisi telah hilang selama era pemerintahan Presiden Jokowi dan Susilo Bambang Yudhyono (SBY). Para peserta pemilu pada akhirnya akan memilih berada di satu gerbong yang sama dengan kubu pemenang.
"Pernyataan Habib ini mengindikasikan ke depan akan ada satu per satu, entah itu kubu 1 atau kubu 2, akan hijrah migrasi menjadi bagian dari koalisi politiknya Prabowo dan Gibran. Oleh karena itu, tentu ini akan menjadi ancaman minimnya oposisi. Ke depan kita jangan berharap akan ada oposisi yang kuat dan pastinya oposisi akan semakin lemah dan tak bisa diandalkan sebagai check and balance," imbuhnya.
Adi berharap poros oposisi bisa terbentuk dalam pemerintahan mendatang. Menurutnya, kontestan yang kalah dalam pemilu sebaiknya tidak berada di kekuasaan dan memilih menjadi oposisi.
"Saya berharap partai-partai yang kalah pemilu ini tidak usah diajak dalam barisan pemerintah. Biarkan saja dia di luar kekuasaan berjalan di tempat yg sunyi menjadi oposisi," pungkas Adi.
(iws/gsp)