BPKN Soroti Leasing Tarik Paksa Kendaraan: Wajib Ada Sertifikat Fidusia

Ni Made Lastri Karsiani Putri - detikBali
Kamis, 18 Mei 2023 11:17 WIB
Foto: Ketua Komisi 1 Bidang Penelitian dan Pengembangan BPKN RI, Arief Safari di Kantor OJK Regional 8 Bali dan Nusra, Jalan WR Supratman No 1 Denpasar, Bali pada Rabu (17/5/2023). (Ni Made Lastri Karsiani Putri-detikBali)
Denpasar -

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) tengah menyoroti insiden penarikan kendaraan secara paksa oleh leasing yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Ketua Komisi 1 Bidang Penelitian dan Pengembangan BPKN RI Arief Safari menjelaskan kondisi tersebut hampir merata terjadi di setiap daerah, termasuk Bali.

"Saya dengar di Bali banyak terjadi ketika pandemi dan di daerah lain pun sama. Jadi, saat pandemi kemampuan masyarakat berkurang secara ekonomi sehingga mereka tidak sanggup membayar cicilan. Di situlah potensi konflik mulai timbul," ujarnya, Rabu (17/5/2023).

Penarikan kendaraan yang tidak sesuai dengan prosedur regulasi itu dipicu karena terbatasnya kemampuan konsumen membayar cicilan. Di sisi lain, leasing harus tetap mengamankan asetnya.

Menurutnya, terdapat beberapa modus penarikan yang dilakukan. Misalnya, sering kali kendaraannya ada namun krediturnya tidak ada karena pindah rumah. Atau krediturnya ada tetapi kendaraannya tidak ada dikarenakan dijual di bawah tangan.

"Dari informasi itu kemudian leasing terkadang menggunakan mata elang untuk menginformasikan kondisi kendaraan yang hilang," terangnya.

Arief menjelaskan sebetulnya dalam proses penarikan kendaraan memiliki beberapa tahapan. Di antaranya, sebelum dilakukan penarikan kendaraan harus ada surat peringatan sebanyak 1-3 kali agar konsumen tahu bahwa sudah ditegur.

"Lalu, surat sertifikat fidusia dan ini wajib. Kalau konsumen ternyata sukarela dan sepakat kendaraan mau ditarik maka tidak menjadi masalah. Isu yang kemudian terjadi, penarikan paksa apabila konsumen kemudian berkeberatan dan tidak mau ditarik kendaraannya," sebutnya.

Ia mengingatkan apabila debt collector ketika bertugas harus melengkapi diri dengan berkas-berkas tersebut, maka semuanya dapat berjalan lancar tanpa adanya konflik.

"Bahkan konsumen pun akan menyerahkan secara sukarelakendaraannya tanpa melalui putusan pengadilan. Tapi, saat dia tidak mau, maka dia harus menunggu dari pengadilan karena konsumen keberatan,"ungkapnya.

Dalam kesempatan tersebut, ia juga menerangkan berdasarkan data dari 2017 hingga 12 Mei 2023 tercatat ada 3.131 pengaduan konsumen mengenai keuangan. Sementara pengaduan konsumen terkait pembiayaan tercatat ada 102 pengaduan pada 2021 dan 87 pengaduan pada 2022.

Dalam kesempatan tersebut, Direktur Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Bali I Putu Armaya menerangkan selama pandemi COVID-19 terdapat 115 pengaduan konsumen. Menurutnya, rata-rata keluhan konsumen mengenai tidak mampu membayar cicilan kendaraan sehingga ditarik leasing.

Selain itu, ada juga konsumen yang telah mendapatkan restrukturisasi namun kendaraannya tetap diambil secara paksa.

"Ketika diambil secara paksa mereka yang tidak paham hukum ini tidak punya pilihan untuk menyerahkan kendaraannya ke finance. Namun, yang merasa ingin mempertahankan kendaraannya mereka mengadu ke kami," ucapnya.

Ia menuturkan YLPK akan memberikan advokasi dan perlindungan hukum hingga melakukan mediasi dengan leasing sehingga ditemukan win win solution.

"Jika kendaraan diambil paling tidak ada ganti rugi atau setidak-tidaknya proses penagihan yang sesuai dengan aturan. Sehingga ke depannya leasing bisa memilih pihak ketiga untuk jasa penagihan yang lebih beretika dan punya sertifikasi. Sehingga, kami inginkan ke depannya hubungan konsumen dan pelaku usaha (leasing) lebih harmonis," katanya.



Simak Video "Video: Dear Promotor, Ini Saran BPKN Kalau Mau Gelar Konser"

(nor/gsp)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

detikNetwork