Amerika Serikat berjanji tidak akan ikut campur dalam perjanjian Kemitraan Transisi Energi yang Adil (Just Energy Transition Partnership/JETP). Demikian disampaikan Duta Besar AS untuk Indonesia Sung Y Kim, Sabtu (18/3/2023).
Dijelaskan Kim, hubungan tersebut lebih kepada kerja sama antara kedua negara. Kemitraan bertujuan untuk membantu Indonesia mengembangkan program energi bersih nuklir guna mendukung minat Indonesia dalam menggunakan teknologi reaktor modular kecil (small modular reactor/SMR) untuk memenuhi tujuan keamanan energi dan iklim.
"Kemitraan ini akan memperkokoh hubungan antara Indonesia dan Amerika Serikat. Karena memang kita membutuhkan energi nuklir yang bersih untuk mendukung pembangunan industri di masa depan," kata Wakil Asisten Utama Menlu AS Ann K Ganzer.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ganzer menjelaskan SMR adalah teknologi energi nuklir yang telah diciptakan Amerika Serikat, dilengkapi dengan fitur-fitur keamanan untuk tahan dari cuaca ekstrem dan gempa.
"Jadi SMR tadi, adalah teknologi energi nuklir yang sudah diciptakan berdasarkan pengalaman Amerika Serikat . Jadi, ada fitur-fitur keamanannya juga sehingga SMR ini bisa tahan menghadapi hal-hal seperti cuaca ekstrim maupun gempa," jelas Ganzer.
SMR dikembangkan dalam sistem keamanan yang pasif, sehingga dapat mati secara otomatis tanpa bantuan operator. Sehingga, yakin Ganzer, sistem ini sangat aman. "Jadi kita meyakinkan bahwa reaktornya aman, kita akan melihat apakah penempatan teknologi ini sudah tepat, sebelum terinstall," jelas Ganzer.
Untuk pembangunan di masa depan, lanjut dia, sangat diperlukan energi listrik untuk membangun pabrik-pabrik, rumah, sekolah dan lain sebagainya. Keseluruhan pembangunan itu memerlukan energi yang bersih.
Selain itu, kerja sama ini akan mencakup pendanaan baru sejumlah USD 1 juta untuk pembangunan kapasitas bagi Indonesia berdasarkan kemitraan yang sudah berjalan di bawah Program Infrastruktur Dasar Departemen Luar Negeri AS untuk Penggunaan Teknologi SMR yang Bertanggung Jawab (FIRST). Hal ini mencakup dukungan di berbagai bidang seperti pengembangan tenaga kerja, keterlibatan pemangku kepentingan, regulasi, dan perizinan.
"FIRST ini memberikan hibah sebesar USD 1 juta untuk Indonesia dengan menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah dalam mengelola," kata Ganzer. Diharapkan, pemerintah Indonesia akan melihat area-area mana yang memiliki kebutuhan yang besar akan energi.
(efr/hsa)