detikBali

BPHTB Adalah: Dasar Hukum, Subjek, Objek, dan Cara Menghitungnya

Terpopuler Koleksi Pilihan

BPHTB Adalah: Dasar Hukum, Subjek, Objek, dan Cara Menghitungnya


Agnes Z Yonatan - detikBali

Ilustrasi rumah
Foto: Getty Images/iStockphoto/terng99
-

Pernahkah detikers mendengar tentang BPHTB? BPHTB adalah singkatan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Sesuai dengan namanya, BPHTB adalah pungutan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Namun, meskipun kamu mungkin belum berniat untuk membeli tanah atau rumah sendiri, penting juga untuk mengetahui penghitungan BPHTB. Siapa tahu kamu akan punya rumah atau tanah suatu hari nanti.

Penasaran bagaimana cara menghitung BPHTB? Simak penjelasan mengenai dasar hukum, subjek, objek, dan cara menghitung BPHTB berikut ini.

BPHTB Adalah

Dilansir situs Badan Pendapatan Daerah, BPHTB adalah pungutan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Pungutan ini ditanggung oleh pembeli dan bagi penjual hampir mirip dengan PPh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk itu, pihak pembeli dan penjual sama-sama memiliki tanggung jawab untuk memenuhi BPHTB ini. Lebih sederhananya, BPHTB bisa diibaratkan sebagai komponen pajak yang harus dibayarkan ketika melakukan transaksi jual beli rumah dan/atau tanah.

Pembeli wajib membayarkan BPHTB dahulu sebelum melakukan transaksi atau sebelum akta pembelian dibuat dan ditandatangani. Selain itu, frekuensi pembayaran BPHTB juga dapat dilakukan berkali-kali secara insidental dan tidak terikat oleh waktu.

ADVERTISEMENT

Ketika melakukan jual beli tanah dan/atau bangunan, maka persyaratan BPHTB yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut.

  • SSPD BPHTB
  • Fotokopi SPPT PBB untuk tahun bersangkutan.
  • Fotokopi KTP wajib pajak.
  • Fotokopi STTS/struk ATM bukti pembayaran PBB.
  • Fotokopi bukti kepemilikan tanah, seperti sertifikat tanah, akta jual beli, letter C, atau girik.

Apabila tanah atau rumah diperoleh untuk waris atau hibah, maka syarat BPHTB yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut.

  • SSPD BPHTB
  • Fotokopi SPPT PBB untuk tahun bersangkutan.
  • Fotokopi KTP wajib pajak.
  • Fotokopi STTS/struk ATM bukti pembayaran PBB.
  • Fotokopi bukti kepemilikan tanah, seperti sertifikat tanah, akta jual beli, letter C, atau girik.
  • Fotokopi Surat Keterangan Waris atau Akta Hibah.
  • Fotokopi kartu keluarga.

Dasar Hukum BPHTB

Dasar hukum yang mengatur mengenai BPHTB adalah UU 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Menurut undang-undang tersebut, BPHTB adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan, baik oleh pribadi maupun badan. Dalam undang-undang tersebut, disebutkan pula bahwa BPHTB termasuk ke dalam jenis pajak kabupaten/kota.

Subjek & Objek BPHTB

Dijelaskan dalam bahan ajar Universitas Negeri Yogyakarta, subjek dari BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Sedangkan untuk objek BPHTB adalah sebagai berikut.

  1. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.
  2. Pajak yang terutang yang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak.

Pengecualian objek BPHTB terjadi pada:

  1. Perwakilan diplomatik atau konsulat.
  2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum.
  3. Badan perwakilan organisasi internasional dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan tersebut.
  4. Orang pribadi atau badan karena konveksi hak atau karena perbuatan hukum lain yang tidak menyebabkan perubahan nama.
  5. Orang pribadi atau badan karena wakaf.
  6. Orang pribadi atau badan karena kepentingan ibadah.

Contoh Cara Menghitung BPHTB

Besarnya tarif BPHTB adalah 5% dari harga jual yang dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Untuk lebih lengkapnya, berikut merupakan rumus matematis perhitungan BPHTB.

BPHTB = 5% x Dasar Pengenaan Pajak = 5% x (NPOP - NPOPTKP)

Keterangan:
NPOP = Nilai Perolehan Objek Pajak
NPOPTKP = Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak

Dikutip dari e-paper bertajuk Perhitungan BPHTB yang diunggah Indah Susetyowati melalui laman Scribd, contoh cara menghitung BPHTB adalah sebagai berikut.

Contoh Kasus 1

Pada tanggal 18 Juli 2014, Andi membeli tanah di Kabupaten A seharga Rp50.000.000. NJOP PBB pada tahun 2014 adalah sebesar Rp40.000.000. Mengingat NJOP lebih kecil dari harga transaksi, maka NPOP sebesar Rp50.000.000.

NPOPTKP di Kabupaten A ditetapkan sebesar Rp60.000.000. Maka untuk menghitung BPHTB, caranya adalah sebagai berikut.

Diketahui:
NPOP = Rp50.000.000
NPOPTKP = Rp60.000.000

BPHTB = 5% x (50.000.000 - 60.000.000) = 5% x 0 = Rp 0

Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan dengan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terkena BPHTB sama sekali.

Contoh Kasus 2

Pada tanggal 13 Agustus 2012, Dita membeli sebuah rumah seluas 200 m2 di atas sebidang tanah hak milik dengan luas 500 m2 di Kota B dengan harga Rp500.000.000.

Berdasarkan data SPPT PBB atas objek tersebut, diketahui bahwa NJOP sebesar Rp600.000.000 untuk aset tanah dan bangunan. Apabila NPOPTKP sebesar Rp50.000.000, maka kewajiban BPHTB yang harus dipenuhi Dita adalah sebagai berikut.

Diketahui:
NPOP = Rp600.000.000
NPOPTKP = Rp50.000.000

BPHTB = 5% x (600.000.000 - 50.000.000) = 5% x 550.000.000 = Rp27.500.000

Jadi, kewajiban BPHTB yang harus ditanggung Dita adalah sebesar RP27.500.000.

Itulah dia penjelasan mengenai dasar hukum dan cara mudah menghitung BPHTB. BPHTB adalah pungutan atas perolehan hak tanah dan/atau bangunan yang sebenarnya hampir mirip dengan PPh. Cara menghitungnya juga tidak sulit. Kamu cukup mengetahui berapa besarnya NPOP dan NPOPTKP di daerah yang bersangkutan. Bagaimana, sudah tidak lagi bingung menghitung BPHTB, bukan?




(des/des)












Hide Ads