Jawaban Jubir ke Hotman Paris yang Persoalkan Pasal Miras di KUHP Baru

Nasional

Jawaban Jubir ke Hotman Paris yang Persoalkan Pasal Miras di KUHP Baru

tim detikNews - detikBali
Sabtu, 10 Des 2022 22:45 WIB
Ilustrasi Fokus RUU KUHP
Ilustrasi Fokus RUU KUHP. Foto: Andhika Akbarayansyah
Bali - Jubir Sosialisasi RKUHP Albert Aries menjawab Hotman Paris yang mempersoalkan pasal miras di KUHP Baru. Hotman Paris menyebut Pasal 424 ayat 1 KUHP membahayakan pekerja pariwisata dan ekonomi kreatif.

"Tidak benar jika ada yang menyimpulkan terlalu dini bahwa Pasal 424 ayat 1 KUHP membahayakan pekerja di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif atau parekraf, apalagi jika dikatakan turis bisa menjadi sasaran dari pasal ini," kata Albert Aries, Sabtu (10/12/2022), dilansir dari detikNews.

Menurutnya, Pasal 424 ayat 1 KUHP mengenai tindak pidana menjual atau memberi minuman atau bahan memabukkan kepada orang yang sedang dalam keadaan mabuk bukan merupakan pasal baru, dan tiba-tiba muncul dalam KUHP Baru.

"Ketentuan itu berasal dari Pasal 300 ayat 1 KUHP Lama yang sampai saat ini masih berlaku, tidak pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi, dan tidak pernah diprotes sebelumnya oleh Bang Hotman Paris, serta diadopsi kembali dalam KUHP baru sebagai konsekuensi dari Rekodifikasi Terbuka-Terbatas," ucapnya menepis tudingan Hotman Paris.

"Jadi penerapan pasal ini dan praktik penegakan hukumnya nanti (tiga tahun kemudian) tentu tidak akan jauh berbeda dengan keadaan yang ada saat ini, sehingga tidak perlu dikesankan berlebihan, seolah-olah KUHP baru ini berbahaya bagi masyarakat, pelaku usaha, dan turis yang berkunjung ke Indonesia," lanjut Albert Aries.

Ia menjelaskan, pengaturan tindak pidana ini justru untuk melindungi kesusilaan dan keadaban yang baik di masyarakat, sekaligus melindungi orang yang sudah dalam keadaan mabuk dan bukan sekedar 'tipsy'. Sehingga orang tersebut tidak melakukan suatu perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri atau orang lain.

"Selain itu, berdasarkan ilmu kedokteran, keadaan mabuk merupakan intoksikasi fungsi otak," ungkap Albert Aries. Ia menambahkan, minuman keras dapat mengakibatkan psikosis akut yang dicirikan kondisi psikis yang membawa akibat tidak ada atau berkurangnya pertanggungjawaban (pidana).

"Apabila seseorang secara sadar mengkonsumsi minuman keras dan dalam keadaan tidak sadarkan diri melakukan suatu perbuatan pidana, maka hal itu tidak bisa menjadi alasan pemaaf," beber Albert Aries.

Ini sesuai adagium 'actio libera in causa, qui peccat ebrius, luat sobrius', yang artinya keadaan tidak sadarkan diri yang merupakan 'buatan', misalnya orang mabuk yang dibuat semakin mabuk, lalu melanggar hukum, maka ia akan dimintai pertanggungjawaban ketika sudah sadar.

"Ketika seseorang berada dalam keadaan mabuk, kemudian pihak lain memberikan minuman yang membuat orang tersebut menjadi bertambah mabuk, berarti dengan sengaja ia membahayakan keadaan orang tersebut atau mungkin juga membahayakan orang lain akibat tindakan tidak sadar dari orang mabuk tersebut," kata Albert Aries.

Sebagai informasi, Hotman Paris menyoroti sejumlah pasal di KUHP Baru diketok DPR. Salah satunya Pasal 424 terkait alkohol dinilai sangat membahayakan bagi pekerja di sektor parekraf.

"(Pasal 424) ini yang sangat relevan, ini yang bisa nanti turis bisa jadi sasaran. Di sini disebutkan, kalau ada orang mabuk, itu tidak dipidana. Tapi kalau temannya yang nambah minumannya, maka orang yang nambah inilah yang masuk penjara satu tahun," ujar Hotman Paris di Kopi Johny, Sabtu (10/12/2022).

Ia pun mempertanyakan logika hukum pasal ini, apalagi pasal ini juga tidak mengecualikan para pekerja. "Tapi yang paling bahaya adalah orang yang dalam rangka pekerjaannya pun menambah minuman (waiter) masuk penjara. Sementara pengertian mabuk di sini nggak diatur apakah tipsy atau apa. Mungkin Pak Menteri sudah tahu ini ya," sambungnya.


(irb/dpra)

Hide Ads