Hari Internasional Mengakhiri Impunitas Kejahatan Terhadap Jurnalis atau International Day to End Impunity for Crimes against Journalists diperingati setiap 2 November. Hari Internasional Mengakhiri Impunitas Kejahatan Terhadap Jurnalis tahun ini akan jatuh pada besok, Selasa (2/11/2022).
Berikut sejarah Hari Internasional Mengakhiri Impunitas Kejahatan Terhadap Jurnalis. Selain itu, simak Indeks Keselamatan Jurnalis (IKJ) 2022 yang diluncurkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Rabu (19/10/2022) lalu.
Sejarah Hari Internasional Mengakhiri Impunitas untuk Kejahatan terhadap Jurnalis
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir situs web Komnas Perempuan, Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan tanggal 2 November sebagai Hari Internasional untuk Mengakhiri Impunitas atas Kejahatan terhadap Jurnalis berdasarkan Resolusi Sidang Umum A / RES / 68/163.
Resolusi tersebut mendesak negara-negara anggota PBB untuk menerapkan langkah-langkah pasti yang melawan budaya impunitas saat ini.
Hari Internasional Mengakhiri Impunitas untuk Kejahatan terhadap Jurnalis diperingati tiap 2 November untuk mengenang pembunuhan terhadap dua jurnalis Prancis di Mali pada 2 November 2013.
Untuk diketahui, wartawan atau jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia. Pasal 8 Undang
Undang tersebut mengatur secara tegas bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapatkan perlindungan hukum.
Indeks Keselamatan Jurnalis 2022
Dikutip dari situs aji.or.id, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) telah meluncurkan Indeks Keselamatan Jurnalis (IKJ) 2022 pada Rabu (19/10/2022) lalu.
Indeks itu dihitung berdasarkan survei terhadap 520 jurnalis pada 16 Juni-15 Juli 2022 di seluruh Indonesia.
Survei ini dilengkapi kelompok diskusi terarah (FGD) dengan peserta editor dan jurnalis dari Jakarta dan dari luar Jakarta untuk mempertajam hasil temuan di lapangan.
Hasil riset menunjukkan, secara umum pengetahuan jurnalis mengenai risiko keamanan fisik, digital, psikologis, maupun kekerasan seksual sangat baik.
Misalnya, mayoritas jurnalis tahu pentingnya menggunakan jasa layanan surel (email) terenkripsi untuk melindungi data dari serangan digital. Namun, hanya 43% jurnalis di Jakarta dan 51% jurnalis di luar Jakarta yang menerapkannya.
Riset ini juga menemukan mayoritas jurnalis memahami dengan baik aspek-aspek kekerasan seksual, kecuali pada beberapa indikator.
Berbanding terbalik dengan pengetahuan jurnalis mengenai protokol keamanan, dukungan keamanan dari tempat kerja mendapat indeks rendah. Beberapa indikatornya adalah minim pelatihan keamanan dari perusahaan media dan minimnya protokol keamanan khusus bagi jurnalis perempuan (untuk melindungi perempuan dari ancaman kekerasan seksual).
Dalam sesi diskusi, jurnalis menyebutkan kebanyakan pelatihan justru mereka dapatkan dari organisasi profesi.
Meski tidak memberikan perlindungan keamanan yang bagus kepada jurnalisnya, ada beberapa indikator dari media yang diberi nilai indeks cukup tinggi. Dua di antaranya memberikan ruang sehingga jurnalis memiliki 'hak menolak bila ditugaskan ke wilayah berisiko' dan 'monitoring keselamatan jurnalis di lapangan'.
"Kekerasan terhadap jurnalis tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Namun, terkadang kurangnya pengetahuan jurnalis dalam melihat risiko keamanan dan minimnya perlindungan perusahaan media membuat dampak kekerasan semakin berat bagi korban," kata Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito, dikutip dari situs aji.or.id.
(nor/iws)