Jaga Kerukunan, Umat Muslim Angantiga Ngejot ke Warga-Tokoh Hindu

Idul Adha 2022

Jaga Kerukunan, Umat Muslim Angantiga Ngejot ke Warga-Tokoh Hindu

Triwidiyanti - detikBali
Senin, 11 Jul 2022 08:51 WIB
Salah satu tokoh adat Jro Mangku di Banjar Angantiga menerima daging kurban dari umat muslim di Hari Raya Idul Adha Minggu (10/7/2022)
Salah satu tokoh adat Jro Mangku di Banjar Angantiga menerima daging kurban dari umat muslim di Hari Raya Idul Adha Minggu (10/7/2022). Foto: ist
Badung - Toleransi antar umat beragama sangat terasa di di Banjar Angantiga, Desa Angantiga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Bali. Sebab setiap tahunnya, umat muslim di Banjar Angantiga, Desa Angantiga merayakan tradisi ngejot yang merupakan tradisi turun temurun nenek moyang pada saat Hari Raya Idul Adha, Minggu (10/7/2022).

Kepala Lingkungan Banjar Angantiga Ramsudin mengatakan tradisi ngejot merupakan warisan turun temurun dari nenek moyangnya. Maknanya adalah toleransi antar umat beragama dengan cara membagikan makanan (daging kurban) untuk berbagi rasa, berbagi sukacita dengan umat Hindu saat umat Islam merayakan Idul Adha.

"Ngejot itu kan bahasa Bali artinya ya membagikan makanan kami umat muslim kepada Hindu sama saat mereka juga merayakan Galungan dan Kuningan ngejot juga mereka ke kami umat muslim," bebernya.



Dan pada tradisi ngejot tahun ini ada sekitar 6 ekor kambing dan 7 ekor sapi yang dikurbankan. Untuk tahun ini ada 210 KK (kepala keluarga) yang menerima daging kurban. Sementara sebanyak 25 bungkus diberikan kepada umat Hindu di wilayahnya.

"Kita bagikan ke warga nonmuslim atau Hindu sebanyak 25 bungkus karena ini merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang kami. 25 (bungkus) itu 15 bungkus untuk tokoh adat Desa Angantiga dan 10 bungkus untuk saudara kami yang keluarga Hindu," terang Ramsudin.

Pemangku Puseh Desa Angantiga I Made Santun mengatakan toleransi umat beragama di lingkungannya sangat tinggi.

"Sejak saya kecil sudah ada tradisi ngejot ini dan memang kita luar biasa menyatu toleransinya," ujar pria yang berusia 57 tahun ini.

Menurutnya, warga di Desa Angantiga sangat tinggi toleransinya dan keakraban luar biasa. "Kita tidak memandang suku, agama yang penting kebersamaan. Kalau ada gotong royong bangun rumah kita saling bantulah," paparnya.

Ia berharap tradisi ini dapat terus dilestarikan di desanya.

"Astungkara selama ada ngejot ini tidak ada gesekan antar umat kami aman dan nyaman di sini," pungkasnya.

Untuk tradisi ngejot sendiri diberikan kepada perwakilan Desa Adat Angantiga Nyoman Samiana yang merupakan wakil dari Bendesa Adat Angantiga I Made Caluk. Desa Angantiga sendiri dahulu kala merupakan cikal bakal warga muslimnya berasal dari suku Bugis.


(nor/nor)

Hide Ads