
"Eijkman", Nasib Sains, dan Produksi Ketidaktahuan
Peleburan Eijkman Institute merupakan salah satu dari sekian banyak pengkhianatan pemerintah terhadap amanat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Peleburan Eijkman Institute merupakan salah satu dari sekian banyak pengkhianatan pemerintah terhadap amanat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selama hampir 1,5 abad LBM Eijkman berkontribusi penting bagi dunia kesehatan. Peleburan ke BRIN telah membuatnya kehilangan para ilmuwan andalan.
Melesaknya sejumlah lembaga riset ke dalam BRIN dianggap menggiring langkah penelitian Indonesia menuju kesuraman.
Mantan Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Prof Amin Soebandrio, mengungkap nasib ratusan pegawai Eijkman yang habis kontrak.
Sejumlah tenaga honorer Eijkman diberhentikan usai lembaga tersebut dilebur ke BRIN. Sekjen PDIP berpendapat menyatukan lembaga tentu memiliki konsekuensi.
Ilmuwan honorer kehilangan pekerjaannya usai Eijkman dilebur ke BRIN. Merespons hal itu, Sekjen PDIP mengatakan desain BRIN adalah mendorong riset berdikari.
Kontrak dengan para peneliti selalu mengikuti aturan APBN, yakni berlaku cuma setahun, setiap tahun bisa dibuat kontrak baru.
Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) menilai peleburan Eijkman dilakukan tanpa kebijakan transisi dengan waktu yang memadai.
Dana untuk uji praklinis dan uji klinis tahap 1-III diperkirakan butuh Rp 450 miliar dengan subjek penelitian 20 ribu orang.
Mantan Kepala LBM Eijkman Amin Soebandrio, menepis anggapan seolah puluhan peneliti kontrak kaya raya gegara honor sangat besar. Seperti apa?