Vanny (18) tidak sabar menanti detik-detik keberangkatannya ke Australia. Di negeri Kanguru itu lulusan SMA Negeri 1 Medan ini akan melanjutkan pendidikannya setelah diterima di Swinburne University.
Gadis bernama lengkap T. Abrina Faadhilah Vanny Alya rela jauh-jauh kuliah di luar negeri untuk tetap menjaga mimpinya menjadi Elon Musk.
"Saya bermimpi mau seperti Elon Musk. Punya perusahaan pesawat luar angkasa, SpaceX dan transportasi listrik, Tesla," ujar Vanny kepada detikSumut di Medan Senin (23/5/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Vanny mengungkapkan dirinya sangat tertarik dengan dunia mekanika elektronik. Selaras dengan minatnya itu, ia memutuskan untuk masuk ke jurusan teknik elektronik di Swinburne University.
Vanny yang sebelumnya bermimpi jadi dokter, kini berkeinginan menjadi ilmuwan yang mengembangkan penemuan di bidang mekanik elektronika. Satu di antaranya, ingin menjadi penemu pesawat luar angkasa bertenaga listrik.
"Itu saya mulai kepikiran sejak kelas 10 SMA. Karena suka menonton film Star Wars," ucapnya.
Bukan hanya berprestasi di dunia akademik, Vanny juga memiliki bakat lain seperti menulis dan bermusik. Sejak SD Vanny telah menulis dan gemar membaca novel. Bahkan Vanny sudah memiliki setidaknya 30 skrip novel yang direncanakan akan dibukukan.
"Novel yang saya buat ada dalam bentuk pdf dan buku tulis biasa. Tapi dari seluruhnya belum ada yang saya terbitkan," ujarnya.
"Kemarin sempat penerbit buku Harry Potter tertarik dengan karya saya. Tapi karena syaratnya harus umur 19 tahun, jadi diundur sejenak," sambungnya.
Belum berhenti sampai di situ, Vanny juga hobi bermain musik dan telah menciptakan lima lagu musik bergenre pop elektrik di akun youTube miliknya. Siswi yang pandai bermain piano dan gitar ini juga menguasai beberapa bahasa asing.
"Tidak mahir, tapi bisa berkomunikasi dengan sembilan bahasa asing. Misalnya Portugis, Germany, Perancis, Spanyol, Belanda, Turki, Korea, Jepang, dan Norwegia. Itu saya pelajari otodidak," ungkapnya.
Demikian, Vanny sungguh berbakat dan cerdas. Kembali ke soal kuliahnya di Australia, ia mengatakan proses administrasinya ke depan tinggal menjalani pendaftaran ulang. Akan tetapi ia masih mencemaskan kendala lain, yakni perihal dana.
Kendati ayahnya adalah kontraktor, dan ibunya bekerja di salah satu BUMN di Kota Medan, ia telah mengkalkulasikan membutuhkan uang setidaknya Rp 2,5 miliar untuk menyelesaikan studinya di Australia.
"Saya sudah hitung, Rp 27,5 juta per bulan untuk biaya sehari - hari di sana. Artinya jika dihitung sampai empat tahun, setidaknya menelan biaya Rp 2,5 miliar," ujarnya.
Beruntung, sewaktu tes di Australia ia mendapatkan beasiswa sebesar 30 persen dari yang kuliah. Meski begitu, tiap tahun ia harus membayar dengan angka Rp 200 juta.
Oleh karena itu, Vanny sangat berharap dapat lulus beasiswa LPDP yang akan diselenggarakan pada 28 Mei 2022. Ia juga sedang mencoba, bersama pihak sekolahnya, agar mendapat bantuan dari para alumni sekolah, ataupun Pemerintah Kota Medan dan Pemprov Sumut.
"Karena bagaimana pun, ketika saya sukses nanti, maka orang yang pertama kali menikmati inovasi mekanika elektronik saya harus masyarakat Indonesia," tutupnya.
(astj/astj)