Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Pilgub Sumatera Utara yang diajukan pasangan Cagub-Cawagub Sumut nomor urut 2 Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala. Juru Bicara Edy-Hasan, Sutrisno Pangaribuan, mengatakan pihaknya menerima hal tersebut karena putusan MK final dan mengikat.
"Putusan MK itu kan final dan mengikat, artinya tidak ada lagi upaya hukum lain melalui Mahkamah Konstitusi dan itu kita hormati tentunya," kata Sutrisno Pangaribuan kepada detikSumut, Selasa (4/2/2025).
Sutrisno menjelaskan mereka mengajukan gugatan ke MK sebagai harapan terakhir untuk melihat Pilgub Sumut secara jernih yang mereka nilai penuh kecurangan. Menurutnya, gugatan mereka tidak tidak mengada-ada soal partai cokelat dan Pj Gubernur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Meski sebenarnya kemarin itu kenapa kita sampai mengajukan gugatan PHPU ke Mahkamah Konstitusi karena kita anggap Mahkamah Konstitusi lah harapan terakhir untuk melihat secara jernih Pilkada Sumatera Utara yang kita anggap penuh dengan kecurangan," jelasnya.
"Artinya kan kita nggak mengada-mangada misalnya kita sebut partai cokelat secara aktif melakukan sosialisasi terhadap Bobby Afif Nasution dan Surya, bahkan jauh sebelum Pilkada dilakukan secara terang benderang misalnya Agus Fatoni Pj Gubernur mengkampanyekan Bobby secara terbuka," imbuhnya.
Meskipun demikian, Sutrisno mengaku tidak bisa memaksakan cara pandang mereka kepada MK dengan berkas gugatan dari ratusan penggugat dan waktu yang singkat. Mereka awalnya berharap MK melanjutkan persidangan sampai kepada pemeriksaan saksi.
"Tapi cara pandang kita tentu tidak bisa kita paksakan menjadi cara pandang MK, kedua kendalanya memang pemeriksaan berkas itu kan dengan ratusan permohonan PHPU ke Mahkamah Konstitusi dengan waktu yang sangat singkat tentu membuat mereka hanya berpatokan kepada dokumen yang disajikan dan cara kita membaca dokumen beda-beda, harapan kita sebenarnya harusnya dilanjutkan kepada pemeriksaan saksi, jadi putusan dimissalnya ini tidak langsung menolak, harusnya kan sampai kepada pemeriksaan saksi," ucapnya.
Sutrisno menuturkan jika mereka sedang mempertimbangkan apakah menggugat Bobby Nasution ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan itu terkait Bobby yang tidak mundur dari jabatannya Wali Kota Medan saat maju Pilgub Sumut.
"Kami juga belum putuskan apakah hanya menggunakan mekanisme Mahkamah Konstitusi karena masih ada peluang sengketa terhadap keabsahan Bobby Nasution sebagai calon karena di saat dia menjadi calon dia masih bisa keliling menggunakan fasilitas itu, harusnya dia tidak cuti (dari Wali Kota Medan), cuti itu kalau dia ikut Pilkada di tingkatan yang sama cukuplah dia cuti, kalau dia Pilkada yang lebih tinggi harusnya dia mundur, nah itu yang akan kita pertimbangkan apakah menjadi materi baru gugatan ke PTUN nanti," tutupnya.
Pertimbangan Hakim Tolak Gugatan Edy-Hasan. Baca Halaman Berikutnya...
Sebelumnya diberitakan, gugatan pasangan Edy Rahmayadi-Hasan Basri terkait hasil Pilgub Sumut ditolak hakim Mahkamah Konstitusi (M). Hakim yang mengadili perkara ini menilai gugatan yang diajukan pasangan nomor urut 2 itu tidak beralasan menurut hukum.
"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua Hakim MK Suhartoyo saat sidang putusan dismissal perselisihan perkara Pilkada 2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (4/2) dikutip detikNews.
Hakim berpendapat KPU telah melaksanakan kewenangan terkait permasalahan bencana banjir saat pemungutan suara 27 November 2024 yang terjadi di sejumlah daerah di Sumut. MK menyatakan KPU telah menggelar pemungutan suara lanjutan (PSL), pemungutan suara susulan (PSS).
Guntur juga membacakan pertimbangan MK terhadap tudingan Edy soal keterlibatan Pj Gubernur Sumatera Utara Agus Fatoni dalam upaya pemenangan pasangan nomor urut 1 Bobby Nasution-Surya lewat undangan dalam acara PON XXI Aceh-Sumut. Guntur mengatakan pasangan Edy-Hasan tidak dapat membuktikan keterlibatan Agus Fatoni dalam Pilgub Sumut.
MK memutuskan jika perkara Pilgub Sumut tidak perlu dilanjutkan ke tahap pemeriksaan. MK tidak menerima gugatan tersebut.
"Mahkamah tidak mendapatkan keyakinan akan kebenaran terhadap dalil-dalil pokok permohonan pemohon. Oleh karena itu, terhadap permohonan a quo tidak terdapat alasan untuk menunda keberlakuan ketentuan Pasal 158 UU 10/2016 yang berkaitan dengan kedudukan hukum pemohon sebagai syarat formil dalam mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota di Mahkamah. Dengan demikian, tidak ada relevansinya untuk meneruskan permohonan a quo pada pemerksaan persidangan lanjutan dengan agenda pembuktian," tuturnya.
Simak Video "Video MK Larang Wamen Rangkap Jabatan, Beri Waktu 2 Tahun untuk Diganti"
[Gambas:Video 20detik]
(astj/astj)