Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) terus mengungkap dugaan tindak pidana korupsi dalam proses jual beli aset milik PTPN I Regional 1 kepada PT Ciputra Land dengan sistem kerja sama operasional. Saat ini sudah ada 3 tersangka yang ditetapkan dan penyitaan uang Rp 150 miliar.
Kasus ini bermula dari proses penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Kemudian proses penyidikan dilimpahkan kepada Kejati Sumut.
Kejati Sumut kemudian melakukan penggeledahan di Kantor PTPN I Regional 1, BPN Deli Serdang, PT Nusa Dua Propertindo (NDP), dan PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial (DMKR), pada Kamis (28/8). Sejumlah dokumen disita dalam penggeledahan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan Perpres ada perubahan tata ruang lahan PTPN di Sumut seluas 8.077 hektare dalam bentuk Hak Guna Usaha (HGU). Sementara yang sudah sudah diubah HGU ke Hak Guna Bangunan (HGB) oleh NDP sebagai anak perusahaan PTPN I baru 93,8 hektare.
PT DMKR sendiri bertugas untuk membangun dan menjual perumahan Citraland. Saham PT DMKR sendiri dimiliki oleh PTPN sebesar 25 persen dan PT Ciputra Land 75 persen.
Maka kerugian negara yang dimaksud dalam perkara ini adalah 20 persen dari 93,8 hektare. Nilai kerugian negara itulah yang saat sedang dihitung hingga saat ini.
"Memang ada kewajiban dari PT NDP sesungguhnya yang ketika melakukan pengusulan penerbitan sertifikat HGB dari HGU ada hak negara 20 persen yang harus disisihkan. Dari HGU yang diusulkan menjadi HGB ada sekitar 93,8 hektare, ada kewajiban dari pihak-pihak terkait untuk menyerahkan 20 persen jadi sekitar 18 hektare menjadi hak negara, ini yang sedang dihitung secara ril seberapa besar nilai kalau kewajiban itu dikonversi menjadi kewajiban uang," kata Kepala Kejati Sumut Harli Siregar saat konferensi pers, Rabu (22/10/2025).
Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Sumut awalnya menetapkan 2 tersangka dalam kasus ini. Keduanya Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Sumut tahun 2022-2024 Askani, Kepala Kantor BPN Deli Serdang tahun 2023-2025 Abdul Rahman Lubis.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sumut Mochamad Jefry menjelaskan berdasarkan hasil penyidikan, keduanya memberikan persetujuan penerbitan HGB atas nama PT NDP tanpa dipenuhinya kewajiban menyerahkan 20 persen dari lahan hak guna usaha (HGU) yang diubah menjadi HGB selama 2022-2024 seluas 8.077 hektare. Hal itu diduga membuat munculnya kerugian negara.
"Adanya dugaan penyalahgunaan kewenangan, diduga telah menerbitkan sertifikat HGB atas nama PT Nusa Dua Propertido atau NDP tanpa dipenuhinya kewajiban oleh PT NDP menyerahkan paling sedikit 20 persen lahan HGU yang diubah menjadi HGB karena perubahan revisi tata ruang kepada negara dan telah dilakukannya pengembangan dan penjualan oleh PT DMKR," jelas Mochamad Jefry saat Konferensi pers, Selasa (14/10).
Selang seminggu kemudian, Direktur PT NDP Iman Subakti ditetapkan sebagai tersangka, pada Senin (20/10). Iman berperan sebagai pihak yang mengajukan permohonan peralihan HGU ke HGB.
Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ketiga saat ini sudah ditahan di Rutan Tanjung Gusta Medan. Pihak Kejati Sumut menuturkan masih ada peluang penetapan tersangka baru dalam kasus ini.
Kepala Kejati Sumut Harli Siregar kemudian memaparkan uang Rp 150 miliar dalam kasus ini. Uang ini disebut disita dari PT DMKR.
"Penyidik dalam pada jajaran Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara telah menerima pengembalian kerugian keuangan negara dari PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial (DMKR) sebesar Rp 150 miliar," kata Kepala Kejati Sumut Harli Siregar saat konferensi pers, Rabu (22/10).
Harli menyebutkan jika dalam proses penegakkan hukum ini, pihaknya juga mengedepankan hak konsumen yang telah membeli perumahan di Citra Land selain mengejar kerugian keuangan negara. Sehingga dengan pengembalian uang ini dinilai menjadi salah satu pertimbangan penyidik dalam penanganan kasus ini.
"Berupaya tidak hanya semata-mata untuk menghukum para pelaku, untuk menegakkan penegakkan hukum secara represif terhadap para pelaku, tetapi juga berupaya bagaimana memulihkan keuangan negara, dimana harus dapat dicapai dalam perkara ini ada hak-hak konsumen yang beritikad baik yang harus dijamin, ada operasional korporasi yang harus tetap terjaga di satu sisi, tetapi di sisi lain bahwa penegakkan hukum represif dan pemulihan terhadap kerugian keuangan negara itu harus kami tegakkan dalam aturan," sebutnya.
(dhm/dhm)











































