Sebanyak 5 dari 7 tersangka pemalsu sertifikat tanah yang diamankan Polresta Tanjungpinang dan Ditreskrimum Polda Kepri beberapa waktu lalu dilepaskan. Para tersangka yang sempat ditahan di Polresta Tanjungpinang itu dilepaskan karena masa penahanan telah habis.
Dirreskrimum Polda Kepri, Kombes Ade Mulyana, dikonfirmasi membenarkan 5 dari 6 tersangka yang ditahan di Polresta Tanjungpinang dilepaskan. Hal itu dilakukan karena masa penahanan para tersangka telah habis.
"Ada lima yang dilepaskan karena waktu penahanannya habis. Untuk satu tersangka berinisial LL masih ditahan karena masa penahanan masih," kata Ade, Jumat (25/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ade menerangkan, untuk dua tersangka yang berperan sebagai juru ukur berinisial ZA dan MR yang sempat dilepaskan, ditangkap kembali. Hal itu karena kedua pelaku itu memiliki laporan di Ditreskrimum Polda Kepri.
"Tapi dua yang berperan sebagai juru ukur dan satu tersangka dari Jakarta kita tahan karena ada laporan di Polda Kepri. Mereka yang ditahan. Untuk mereka yang ditahan kembali, dititipkan di sana (Polresta Tanjungpinang)," ujarnya.
Ade menyebutkan, meskipun para tersangka kasus pemalsuan sertifikat tanah tidak ditahan, namun proses hukum terhadap mereka masih berjalan.
"Nah, yang dilepaskan, berkasnya masih berproses meski kita sudah tidak punya kewenangan menahan," ujarnya.
Ade meminta untuk mengkonfirmasi Kapolresta Tanjungpinang, Kombes Hamam Wahyudi, untuk lebih lengkapnya. Menurutnya, para tersangka yang dilepaskan itu berada di kewenangan Polresta Tanjungpinang.
"Nah, mungkin lebih lengkapnya ke Kapolresta Tanjungpinang karena laporan polisi dan penahanannya di Polresta Tanjungpinang. Untuk yang kasus yang ditangani Ditreskrimum masih berproses," ujarnya.
Terpisah Kapolresta Tanjungpinang, Kombes Hamam Wahyudi belum merespon saat dikonfirmasi terkait pelepasan tersangka kasus pemalsuan sertifikat tanah yang ditanganinya.
Sebelumnya, Ditreskrimum Polda Kepulauan Riau (Kepri) dan Polresta Tanjungpinang membongkar Sindikat Pemalsuan sertifikat tanah. Sebanyak 7 pelaku sindikat dibekuk polisi dengan kerugian korban mencapai Rp 16 miliar.
"Ditreskrimum Polda Kepri dan Polresta Tanjungpinang membongkar sindikat Pemalsuan sertifikat tanah. Ada 7 orang pelaku yang diamankan," kata Kapolda Kepri, Irjen Asep Safrudin, Kamis (3/7/2025).
Asep mengatakan pengungkapan kasus sindikat pemalsuan sertifikat tanah itu bermula dari seorang korban berinisial SA hendak mengubah sertifikat tanah analog ke digital di kantor BPN Tanjungpinang pada Februari 2025. Saat dicek petugas, sertifikat tanah tersebut tidak terdata di BPN dan diduga palsu.
"Pihak Kantor Pertanahan Tanjungpinang kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polresta Tanjungpinang kemudian dilakukan penyelidikan panjang," ujarnya.
Dari laporan itu Polresta Tanjungpinang dan Ditreskrimum Polda Kepri mulai melakukan penyelidikan. Dari penyelidikan itu polisi menangkap 7 orang sindikat Pemalsuan sertifikat tanah.
"Dari penyelidikan ditemukan, memang betul sertifikat yang dibawa korban merupakan palsu. Kemudian diamankan 7 orang sindikat, pelaku pemalsuan sertifikat tanah. Mereka masing-masing berinisial ES, RAZ, MR, ZA, LL, KS, dan AY," ujarnya.
Asep mengungkapkan objek sertifikat tanah yang dipalsukan sindikat tersebut tersebar di tiga kabupaten kota yakni Tanjungpinang, Bintan dan Kota Batam.
"Objek sertifikat tanah yang dipalsukan sindikat ini ada di Tanjungpinang, Bintan dan Batam," ujarnya.
Asep mengungkapkan sebanyak 7 orang pelaku yang ditangkap pihaknya itu memiliki peran masing-masing. Mulai dari mengaku sebagai petugas BPN, juru ukur hingga ada yang mengaku sebagai satgas mafia tanah
"Jadi 7 pelaku ini punya peran masing-masing, ada yang mengaku juru ukur, petugas BPN hingga pembuat sertifikat tanah palsu," ujarnya.
Dirreskrimum Polda Kepri, Kombes Ade Mulyana menambahkan para pelaku telah melakukan aktivitas pemalsuan sertifikat tanah sejak tahun 2023. Sindikat itu telah mencetak 44 sertifikat tanah palsu.
"Sertifikat yang diduga palsu total sebanyak 44 Sertifikat dan dokumen lainnya. Ini tersebar di Batam Tanjungpinang dan Bintan," ujarnya.
Ade mengungkapkan dari hasil penyelidikan pihaknya, korban sindikat tersebut berjumlah 247 orang. Kerugian para korban mencapai Rp 16 miliar.
"Didapati yang menjadi pemohon atau korban dari pembuatan sertifikat dokumen palsu sebanyak 247 orang. Itu terdiri dari peorangan maupun berbadan hukum. Kerugian para korban capai Rp 16 miliar," ujarnya.
(nkm/nkm)