Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto kembali menjalani persidangan kasus suap pengurusan penggantian antarwaktu anggota DPR untuk Harun Masiku dan perintangan penyidikan di Pengadilan Tipikor Jakarta hari ini. Dalam sidang dengan agenda pembacaan nota eksepsi Hasto ada menyinggung nama Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Dilansir detikNews, saat menyampaikan eksepsinya tersebut, Hasto mengaku menerima ancaman akan ditersangkakan jika PDIP memecat Jokowi. Awalnya, Hasto mengaku mendapat intimidasi sejak Agustus 2023 hingga masa Pemilu 2024.
"Bahwa sejak Agustus 2023 Saya telah menerima berbagai intimidasi dan semakin kuat pada masa-masa setelah pemilu Kepala daerah tahun 2024," kata Hasto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasto mengklaim bahwa puncak intimidasi yang dia terima terjadi saat PDIP memecat Jokowi. Keputusan itu, kata dia, membuat kasus Harun Masiku dikaitkan dengan dirinya dan PDIP.
"Atas sikap kritis di atas kasus Harun Masiku selalu menjadi instrumen penekan Yang ditujukan kepada saya, hal ini nampak dari monitoring media seperti terlihat dalam gambar di bawah ini, di mana kasus Harun Masiku selalu cenderung naik seiring dengan dinamika politik dan sikap kritis PDI Perjuangan yang kami sampaikan," ujarnya.
Hasto mengatakan berbagai tekanan juga terjadi selama proses penyelidikan hingga tahap pelimpahan berkas dalam kasus ini. Selain itu, dia mengatakan ada utusan yang mengaku disebutnya pejabat negara meminta dirinya mundur dari Sekjen PDIP serta tak boleh memecat Jokowi atau dirinya akan menjadi tersangka.
"Pada periode 4-15 Desember 2024 menjelang pemecatan Bapak Jokowi oleh DPP PDI Perjuangan setelah mendapat laporan dari Badan Kehormatan Partai. Pada periode itu, ada utusan yang mengaku dari pejabat negara, yang meminta agar saya mundur, tidak boleh melakukan pemecatan, atau saya akan ditersangkakan dan ditangkap," ujarnya.
Kata Hasto, ancaman itu menjadi kenyataan. Dia mengklaim usai pemecatan Jokowi diumumkan ke publik, dirinya pun ditetapkan sebagai tersangka saat malam Natal.
"Pada sore menjelang malam, saya ditetapkan sebagai tersangka bertepatan dengan malam Natal ketika kami sedang merencanakan Ibadah Misa Natal setelah hampir 5 tahun tidak bisa merayakan Natal bersama keluarga secara lengkap," ujarnya.
Dia mengatakan tekanan juga diterima partai lain yang menggunakan hukum sebagai instrumen penekan. Dia mengatakan dasar dakwaan KPK yang menggunakan keputusan pengadilan yang telah inkrah tak bisa dipercaya.
"Tekanan yang sama juga pernah terjadi pada partai politik lain yang berujung pada penggantian pimpinan partai dengan menggunakan hukum sebagai instrumen penekan," ujarnya.
Sebelumnya, KPK mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. KPK menyebut Hasto disebut turut andil menghalangi penangkapan Harun Masiku yang sudah buron sejak tahun 2020.
"Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku," kata jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Selain itu, Hasto juga didakwa menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.
Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buronan.
"Memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57.350 atau setara Rp 600.000.000 kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yaitu kepada Wahyu Setiawan selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode tahun 2017-2022," kata jaksa, Jumat (14/3).
Baca selengkapnya di sini
(mjy/mjy)