Polres Nias Selatan (Nisel) menetapkan D yang merupakan tante dari bocah perempuan berusia 10 tahun diduga dianiaya keluarganya hingga kakinya patah dan cacat permanen sebagai tersangka. D bakal dijerat menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak.
"Itu Undang-Undang Perlindungan Anak ya," kata Kapolres Nisel AKBP Ferry Mulyana, Rabu (29/1/2025).
Ferry menyebutkan jika tidak menutup kemungkinan bakal ada tersangka lain. Pihaknya masih menunggu hasil visum bagian dalam untuk mengetahui soal bentuk kaki bocah yang tidak normal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Iya (tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru) karena kita masih menunggu hasil visum dalam ya daripada bentuk dari kakinya itu yang tidak normal ya," sebutnya.
Visum itu dilakukan untuk mengetahui apakah bentuk kaki bocah itu penyakit bawaan atau karena dianiaya. Sehingga pihaknya masih menunggu hasilnya.
"Kalau memang itu indikasi dari penyakit bawaan ataukah dari aniaya, itu yang kita dalami, jadi masih menunggu hasilnya," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Polres Nisel menetapkan perempuan berinisial D menjadi tersangka dalam kasus seorang bocah perempuan berusia 10 tahun diduga dianiaya keluarganya hingga kakinya patah dan cacat permanen. D merupakan tante dari korban.
"Sudah ada 1 (tersangka) inisial D jenis kelamin perempuan. Iya (tantenya)," kata Kapolres Nisel AKBP Ferry Mulyana saat dihubungi detikSumut, Rabu (29/1).
Polisi menetapkan D sebagai tersangka setelah mendengar keterangan dari korban. Keterangan itu kemudian disesuaikan dengan visum di bagian tangan korban.
"Berdasarkan kesesuaian keterangan korban N dan visum luar di bagian tangan," ucapnya.
Untuk diketahui, Polres Nisel menyelidiki video viral yang menyebutkan seorang bocah perempuan berusia 10 tahun diduga dianiaya keluarganya hingga kakinya patah. Saat ini, petugas kepolisian telah memeriksa enam anggota keluarga bocah tersebut.
"Enam orang saksi semua. (Yang diperiksa) masih dalam keluarganya yang tinggal sama si adik ini," kata Kapolres Nisel AKBP Ferry Mulyana saat dikonfirmasi detikSumut, Selasa (28/1).
Ferry menjelaskan yang dimintai keterangan itu, di antaranya paman dan bibi korban. Status dari anggota keluarga korban ini masih sebagai saksi untuk mendalami terkait peristiwa tersebut.
"Hanya pemanggilan status sebagai saksi untuk mengambil keterangan. Kita hanya mengumpulkan bukti-bukti dulu, belum bisa juga menuduh orang," jelasnya.
Perwira menengah Polri itu mengatakan bahwa korban selama ini memang tinggal bersama kakek dan bibinya di Desa Hilikara, Kecamatan Lolowau, sedangkan orang tuanya pergi merantau. Berdasarkan informasi sementara yang diterima Ferry, ayah korban merantau ke Aceh, sedangkan ibunya ke Medan.
"Saya nggak tahu pasti, tapi dari kecil sudah diasuh sama kakeknya, sama tantenya. Ayahnya ini pergi merantau, orang sini bilang ke seberang, katanya ke Aceh, mamanya ke Medan, tapi nggak tahu posisinya di mana. Yang mirisnya juga, dia (korban) nggak ada akta kelahirannya, di kartu keluarga kakeknya juga nggak tercantum," sebutnya.
(dhm/dhm)