Bentrokan Terjadi di Stadion Sepakbola Guinea, 56 Dilaporkan Orang Tewas

Internasional

Bentrokan Terjadi di Stadion Sepakbola Guinea, 56 Dilaporkan Orang Tewas

Tim detikNews - detikSumut
Selasa, 03 Des 2024 04:00 WIB
People scramble in Nzerekore, Guinea, where local officials said a deadly stampede ensued at a stadium following fan clashes during a soccer match, December 1, 2024, in this still image obtained from a social media video. Social media via REUTERS Purchase Licensing Rights
Orang-orang membubarkan diri saat bentrokan berdarah dan insiden desak-desakan mematikan terjadi di stadion kota Nzerekore di Guinea, saat pertandingan sepak bola. Foto: Social media via REUTERS Purchase Licensing Rights
Jakarta -

Bentrokan berdarah yang diikuti dengan insiden desak-desakan terjadi di dalam sebuah stadion di kota Nzerekore, Guinea bagian tenggara. Akibat dari itu, 56 orang dilaporkan tewas dan sejumlah orang lainnya mengalami luka-luka.

Dilansir detikNews dari France24 dan Reuters, Senin (2/12/2024), insiden bentrokan dan desak-desakan itu diketahui terjadi pada Minggu (1/12) sore waktu setempat di stadion yang penuh sesak di kota Nzerekore, saat berjalannya laga sepakbola dalam turnamen lokal antara tim Labe dan Nzerekore.

Turnamen lokal tersebut digelar untuk menghormati tokoh pemimpin militer Guinea yang bernama Mamadi Doumbouya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah Guinea mengatakan sedikitnya 56 orang tewas dan lebih banyak lagi yang mengalami luka-luka dalam bentrokan, yang terjadi akibat sebuah gol yang dipersengketakan dalam pertandingan sepakbola tersebut. Terdapat anak-anak di antara para suporter bola yang terlibat insiden desak-desakan tersebut.

Perdana Menteri (PM) Guinea, Amadou Oury Bah, dalam pernyataannya via media sosial menyatakan kecaman terhadap insiden mematikan tersebut.

ADVERTISEMENT

"Pemerintah mengutuk insiden yang merusak pertandingan sepak bola antara tim Labe dan tim Nzerekore sore ini di Nzerekore," tegasnya.

"Saat terjadi insiden desak-desakan, tercatat ada korban," sebut Bah tanpa menyebut jumlah korban yang dimaksud.

Dia lalu mengulangi kembali "seruan agar semuanya tenang dan tidak mengalangi layanan rumah sakit untuk membantu para korban cedera". Bah juga menyebut bahwa pemerintah Guinea berupaya memulihkan ketertiban di wilayah tersebut.

Sejumlah video dan foto yang beredar secara online, seperti dilaporkan Reuters, menunjukkan para korban tewas dibaringkan di atas tanah. Dengan salah satu video menunjukkan selusin jenazah di lokasi kejadian, dengan beberapa di antaranya merupakan anak-anak.

Reuters belum bisa memverifikasi keaslian video dan foto tersebut.

Laporan media lokal menyebut insiden desak-desakan terjadi usai perkelahian pecah di antara penonton dalam pertandingan sepak bola tersebut, menyusul keputusan wasit soal gol yang dipermasalahkan.

"Aksi kekerasan dengan cepat meningkat, dan suasana panik menyelimuti stadion, sementara polisi menggunakan gas air mata," demikian seperti dilaporkan media lokal Guinee Panorama.

Laporan media lokal Guinea lainnya menyebut pasukan keamanan menggunakan gas air mata untuk memulihkan ketenangan setelah kekacauan terjadi akibat tendangan penalti yang diperdebatkan para penonton. Disebutkan bahwa ada aksi pelemparan batu oleh suporter.

"Ini (penalti yang diperdebatkan) membuat para para suporter yang melemparkan batu. Itulah mengapa pasukan keamanan menggunakan gas air mata," sebut Media Guinea dalam laporan terpisah.

Kelompok oposisi bernama Koalisi Aliansi Nasional untuk Perubahan dan Demokrasi menyerukan penyelidikan terhadap insiden tersebut. Mereka mengatakan otoritas Guinea memikul "tanggung jawab besar atas peristiwa-peristiwa serius seperti ini".

Koalisi Aliansi Nasional untuk Perubahan dan Demokrasi juga menuduh bahwa turnamen lokal itu digelar untuk menggalang dukungan terhadap ambisi politik pemimpin militer yang "ilegal dan tidak pantas".

Guinea dipimpin oleh militer sejak tentara berhasil menggulingkan Presiden Alpha Conde tahun 2021 lalu. Guinea merupakan salah satu dari sejumlah negara Afrika Barat, termasuk Mali, Niger dan Burkina Faso, yang militernya berhasil mengambil alih kekuasaan dan menunda kembalinya pemerintahan sipil.

Doumbouya yang mengambil alih kekuasaan presiden tiga tahun lalu, mengatakan dirinya mencegah negara tersebut terjerumus ke dalam kekacauan dan mengecam pemerintahan sebelumnya karena ingkar janji. Namun demikian, Doumbouya menuai kritikan karena tidak memenuhi harapan yang dilontarkannya.




(dhm/dhm)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads