Remaja di Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara (Sumut), inisial S (14) dan R (17) ditetapkan menjadi tersangka terkait video asusila. Keduanya merupakan pasangan kekasih.
Namun, pada akhirnya, kasus tersebut diselesaikan secara keadilan restoratif dan kedua belah pihak sepakat untuk berdamai. Bagaimana awal mula kasus tersebut Berikut detikSumut rangkum penjelasannya.
Kasus tersebut awalnya viral di media sosial. Video viral itu menunjukkan saat ayah S, TP mengeluhkan soal anaknya yang ditetapkan menjadi tersangka usai menerima video asusila dari R.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam video itu, pria tersebut menyebut bahwa R adalah anak Ketua Kadin Padangsidimpuan.
"Mohon diperhatikan keadilan hukum bagi anak saya ini yang menerima video porno dari anak seorang Kadin Padangsidimpuan, sehingga anak saya dibuat jadi tersangka. Dia korban pak, umurnya baru menjalani 14 tahun, menerima video porno. Namun, di Polres Padangsidimpuan, dia dibuat menjadi tersangka," kata pria tersebut.
Kasi Humas Polres Padangsidimpuan AKP Kenborn Sinaga mengatakan awalnya S menerima video dari R. Video tersebut berisi saat R tengah menunjukkan alat kelaminnya.
"Mereka ini teman dekat, sama-sama di bawah umur. Video dia (R) sendiri, si laki-laki, dia membuat video memperlihatkan alat kelaminnya sendiri," kata Kenborn saat dikonfirmasi detikSumut, Senin (11/11/2024).
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi mengatakan bahwa antara S dan R berstatus berpacaran.
"Terlapor R berpacaran dengan terlapor S," kata Hadi, Selasa (12/11).
Hadi menyebut kasus itu berawal pada 13 April 2024. Saat itu, S mengirimkan foto dirinya tengah berpakaian ketat ke R.
Setelah melihat foto itu, R merekam videonya tengah melakukan perbuatan tak senonoh di kamar mandi hotel. Hadi menyebut video itu tiga kali dikirim R kepada S dengan fitur sekali lihat.
"Terlapor S juga mengaku mengirim video tersebut kepada SP (abang S) dan FS mantan pacar R hingga tersebar," jelas Hadi.
Setelah kejadian itu, antara pihak S dan R terlibat saling lapor. Awalnya, orang tua S melaporkan R ke Polres Padangsidimpuan pada 24 Mei 2024. Laporan itu bernomor: LP/B/78/V/2024/SPKT/Polres Padangsidimpuan/Polda Sumut.
Lalu, pada 20 Juni 2024, pihak keluarga R melaporkan S ke Polres Padangsidimpuan. Laporan itu bernomor :LP/87/VI/2024/SPKT/Polres Padangsidimpuan/Polda Sumut.
Mantan Kapolres Biak Papua itu menyebut pihaknya telah tiga kali memediasi kasus tersebut sebelum pada akhirnya menetapkan kedua remaja itu menjadi tersangka. Namun, kata Hadi, tiga kali mediasi tersebut tidak pernah menemui titik terang.
Setelah itu, kasus tersebut digelar di Bagwasidik Ditreskrimum Polda Sumut pada 7 November 2024. Hasil gelar menyarankan agar kasus tersebut diselesaikan secara kekeluargaan.
"Namun, orang tua S menginginkan kasus itu tetap dilanjutkan. Berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan, penyidik menetapkan kedua belah pihak R dan S sebagai tersangka," kata Hadi.
Saat prosesi mediasi itu, orang tua S juga sempat meminta uang ganti rugi sebanyak Rp 100 juta. Namun, pihak keluarga R tidak bisa menyanggupi hal itu karena hanya mampu memberikan uang sebesar Rp 15-20 juta.
"Penyidik Polres Padangsidimpuan melakukan mediasi tiga kali saat penyelidikan serta diversi dua kali saat sidik terhadap para pihak. Namun, tidak tercapai kesepakatan karena orang tua S meminta ganti rugi di atas Rp 100 juta, sedangkan orang tua R hanya mampu sekitar Rp15-20 juta," jelas Hadi.
Polisi dan pemerintah setempat pun memediasi kasus tersebut, pada Selasa (12/11) . Hasil mediasi, kedua belah pihak sepakat untuk berdamai.
"Mediasi kita hari ini berjalan lancar dengan dilakukannya perdamaian dengan kekeluargaan dan mereka saling memaafkan," kata Hadi.
Selain itu, kedua belah pihak juga sepakat untuk mencabut laporan mereka masing-masing. Keputusan itu diambil dengan pertimbangan masa depan kedua remaja tersebut.
"Atas pertimbangan masa depan anak, nama baik keluarga, situasi Kamtibmas Kota Padangsidimpuan. Masing-masing pihak mencabut laporan pengaduan," jelasnya.
(dhm/dhm)