Komisioner KPU Padangsidimpuan Parlagutan Harahap terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) karena memeras seorang calon legislatif inisial F. Saat ini, Parlagutan telah dibebaskan oleh pihak kepolisian.
Pantauan detikSumut di akun Instagram KPU Padang Sidimpuan, Kamis (18/7/2024), Parlagutan sudah aktif kembali menjadi anggota KPU. Dia terlihat sudah mengikuti sejumlah kegiatan KPU.
Salah satunya pada Senin (15/7), Parlagutan ikut menghadiri silaturahmi dengan Pj Wali Kota Padang Sidimpuan. Dalam kegiatan itu, ada juga komisioner KPU Padang Sidimpuan lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dirreskrimum Polda Sumut Kombes Sumaryono membenarkan bahwa Parlagutan telah bebas. Dia menyebut hal itu terjadi usai Parlagutan dan caleg yang diperasnya itu berdamai.
"Sudah, kemarin ada perdamaian dengan pelapor," kata Sumaryono saat dikonfirmasi detikSumut.
Sebelumnya diberitakan, Parlagutan Harahap harus mendekam di penjara usai terkena OTT Tim Saber Pungli Polda Sumut.
OTT terhadap Parlagutan ini berawal dari laporan korban kepada pihak kepolisian. Setelah diselidiki, Tim Saber Pungli Polda Sumut lalu melakukan OTT kepada Parlagutan di salah satu kafe di Padang Sidimpuan, Sabtu (27/1).
Setelah OTT, Polda Sumut menetapkan Parlagutan sebagai tersangka. Status tersangka itu ditetapkan satu hari setelah pelaku ditangkap. Kemudian, Parlagutan ditahan di Polda Sumut.
"Sudah tersangka. Tanggal 28 itu ditetapkan tersangka. Ditahan di sini (Polda)," kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi, Senin (29/1).
Mantan Kapolres Biak, Papua itu, menyebut ada sekitar Rp 26 juta uang yang saat itu diamankan oleh pihak kepolisian.
"Modusnya pemerasan. Korban adalah salah satu caleg di Padang Sidimpuan inisial F. BB (barang bukti) yang diamankan Rp 26 juta," sebut Hadi.
Hadi mengatakan saat di-OTT, Parlagutan tengah bersama seorang anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) inisial R. R ini merupakan perantara Parlagutan dan F, yang mengantarkan uang tersebut
"R perantara. R itu sebagai PPK di salah satu kecamatan di sana," jelasnya.
Namun, Hadi mengatakan R hanya berstatus saksi dalam kasus ini. Sebab, R terpaksa menjadi perantara karena ditekan oleh Parlagutan. R ketakutan akan dicopot Parlagutan jika tidak mau menjadi perantara uang itu.
Mantan Wadirlantas Polda Kalimantan Tengah itu mengatakan Parlagutan memeras korban dengan modus jual beli suara. Awalnya pelaku meminta uang sebesar Rp 50 juta dengan dalih akan memberikan 1.000 suara kepada korban.
Satu suara dibanderol pelaku dengan harga Rp 50 ribu. Saat meminta uang itu, pelaku juga mengancam dengan mengatakan bahwa suara korban dalam proses pemilihan caleg itu akan hilang jika tidak mau bekerjasama dan memberikan uang kepada Parlagutan.
"Jadi, yang diminta itu satu kepala Rp 50 ribu. Nanti, dijanjikan 1.000 suara. (Total) Rp 50 juta. Si korban ini takut sama P (Parlagutan) karena dia kalau enggak merapat sama dia bisa hilang suara. Ada kekhawatiran sama F, mau enggak mau dia mengikuti permintaan si P," sebut Hadi.
Namun, uang Rp 50 juta yang diminta pelaku itu tidak bisa disanggupi karena korban tidak mempunyai uang. Alhasil, uang yang disepakati hanya sekitar Rp 26 juta. Uang itulah yang diamankan saat OTT tersebut.
"Karena si F kondisinya terbatas, tidak punya uang, makanya jadinya Rp 26 juta," jelasnya.
(nkm/nkm)