Seorang ibu rumah tangga (IRT) mengaku laporannya di Ditreskrimum Polda Kepri, terkait kasus dugaan KDRT yang dilakukan suaminya, mandek. Perempuan bernama Silvia itu lalu mengadukan kondisi tersebut kepada Hotman Paris dan ramai di media sosial.
Dilihat detikSumut pada akun Instagram Hotman Paris, Senin (1/7/2024), Hotman menyampaikan ada kasus dugaan KDRT yang dilaporkan seorang warga. Menurut Hotman kasus itu jalan di tempat.
"Halo bapak Kapolda Kepri, dan juga Ditreskrimum Polda Kepri. Di sini ada warga bernama Silvia yang membuat laporan atas dugaan KDRT terhadap orang yang dilaporkan sudah tersangka, tapi sampai sekarang kasusnya kurang bergerak, kurang ada kemajuan," kata Hotman Paris dalam postingannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hotman menyebut dari keterangan pelapor bernama Silvia, penyidik beralasan kasus itu mandek karena terlapor sedang dalam proses kasus hukum lain. Namun saat pelapor yakni Silvia mengecek proses hukum terlapor, ternyata telah selesai pada Februari 2024.
"Alasan penyidik karena si tersangka sedang menjalani proses persidangan pidana. Tapi perkara itu sudah selesai?" tanya Hotman
"Sudah bang, saya sudah samperin ke rumah tahanan kota, dia bilang dari Februari sudah tidak ada bang," jawab Silvia kepada Hotman
Hotman menyebut berdasarkan keterangan penyidik ke pelapor, kasus tersebut telah P21. Namun kasus tersebut belum bisa dilimpahkan.
"Jadi harusnya sudah bisa diperiksa. Penyidik Kepri menyatakan sudah p21 tapi tidak bisa dilimpahkan tahap 2 dengan alasan karena si tersangka sedang menjalani proses perkara pidana proses lain. Tapi menurut ibu sudah selesai, sudah keluar surat Mahkamah Agung," ujarnya
Laporan dugaan KDRT itu tertuang dalam LP: B/90 tertanggal 14 September 2022. Hotman berharap kasus itu segera diproses dengan diawasi oleh Propam Polda Kepri untuk dilimpahkan ke kejaksaan.
"Bapak Ditreskrimum Polda Kepri tolong agar laporan dari ibu Selvia tentang KDRT yakni dengan LP B/90 tanggal 14 September 2022 agar segera diproses agar berkas dilimpahkan ke kejaksaan," ujarnya.
"Propam Polda Kepri agar juga memberikan atensi kasus ini, kasus sudah P21 tapi belum dilimpahkan," tambahnya.
Terpisah, Dirreskrimum Polda Kepri, Kombes Adip Rojikan mengatakan kasus tersebut masih tahap P21. Namun ia menyebut ada kendala dalam proses tahap 2 kasus tersebut.
"Sebenarnya perkara sudah P21. Itu perkara lama, perkara tunggakan, sebelum saya jabat Dirkrimum. Kemudian saya progres sampai P21. Dalam proses si tersangka ada pekara beberapa TKP, ada yang di Polda Lampung ditangani polres Lampung Timur. Dengan latar belakang itu akhirnya terkendala lah proses yang ada di Polda Kepri," kata Adip.
Adip menyebut, pihaknya telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk proses lebih lanjut kasus tersebut, mulai dari Kejaksaan Negeri Lampung Timur hingga Mahkamah Agung (MA).
"Kita juga sudah koordinasi dengan lintas sektoral, baik Kejaksaan Lampung Timur, penyidik, informasi terakhir yang bersangkutan tahanan kota, kemudian kita koordinasi dengan MA. Ternyata kasus itu belum inkrah," ujarnya.
"Sehingga untuk tahap dua harus menghadirkan tersangka dan barang bukti, dengan kendala seperti itu sehingga tahap 2 belum terlaksana," tambahnya.
Adip menegaskan lambannya penanganan kasus tersebut bukan disengaja oleh pihaknya. Ia mengatakan dalam penanganan kasus seperti itu pihaknya tidak bisa semena-mena melakukan proses.
"Jadi tidak ada kesengajaan, atau keterlambatan yang dilakukan oleh internal Polda Kepri. Kita tidak bisa semena-mena ambil tersangka. Kita menghormati kewenangan masing-masing lembaga," ujarnya.
Adip menyayangkan langkah yang diambil oleh pelapor. Menurutnya proses penanganan yang dilakukan Polda Kepri telah sesuai prosedur namun terkendala oleh proses hukum di tempat lain.
"Dan ini sesungguhnya, Mbak Silvia yang terlalu ambil jalan sembarangan. Ke sana sini, padahal hambatan itu bukan disengaja oleh penyidik, harusnya bisa melihat, sebelum direkturnya saya memang agak lamban, tapi setelah saya pegang saya atensi ke penyidik, progresnya bagus hingga P21. Tapi Mbak Silvia ini punya keinginan, orang sudah berupaya tetap dianggap kurang," ujarnya.
"Intinya kepastian hukum adalah tugas kami, cara efektif selalu kita pilih. Tapi ketika tujuan belum tercapai pasti ada hambatan yang disebabkan oleh pihak lain. Ada faktor lain seperti yang tadi," tambahnya.
(mjy/mjy)