Tiga anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Medan Timur dituntut hukuman satu tahun penjara dalam kasus penggelembungan suara pemilu.
Sidang tuntutan itu digelar di Pengadilan Negeri Medan, Jumat (17/5/2024). Sidang itu dipimpin hakim ketua Asad Rahim Lubis.
Awalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan membacakan tuntutan untuk terdakwa Junaidi Machmud (48) dan Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut (25) Sementara tuntutan terhadap Muhammad Rachwi Ritonga (28) dibacakan setelah itu. Untuk diketahui, berkas perkara dilakukan secara terpisah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam tuntutannya, JPU Evi Panggabean menuntut Junaidi Machmud dan Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut dengan pidana penjara selama satu tahun. Selain itu, mereka juga dibebankan untuk membayar denda sebesar Rp 25 juta.
"Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut dan terdakwa Junaidi Machmud dengan pidana penjara masing-masing selama satu tahun dikurangi selama berada dalam tahanan dan denda sebesar Rp 25 juta subsider empat bulan," kata Evi Pengabean.
Selanjutnya, jaksa juga menjatuhkan tuntutan yang sama kepada terdakwa Muhammad Rachwi Ritonga.
"Menuntut dan meminta majelis hakim yang mengadili perkara ini agar menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Muhammad Rachwi Ritonga dengan pidana penjara satu tahun dikurang selama masa tahanan dan denda Rp 25 juta subsider kurungan empat bulan," ujarnya.
Evi juga menambahkan bahwa hal yang meringankan tuntutan kepada ketiga tersangka karena ketiganya bersikap sopan dan belum pernah dihukum sebelumnya. Sementara itu hal yang memberatkan karena perbuatan terdakwa tidak mendukung program penyelenggara pemilu.
"Hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa tidak mendukung program penyelenggara pemilu. Hal-hal yang meringankan terdakwa bersikap sopan dan belum pernah dihukum," kata Evi.
Dalam dakwaan jaksa yang dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Medan disebutkan bahwa Muhammad Rachwi Ritonga merupakan Ketua PPK Kecamatan Medan Timur. Sementara dua terdakwa lainnya, yakni Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut dan Junaidi Machmud adalah anggota PPK.
Para terdakwa ini sejak 16 Februari-1 Maret 2024 bertugas melakukan penghitungan rekapitulasi suara pemilu presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota tahun 2024.
Saat proses itu, para terdakwa mendapatkan data C pleno dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) melalui Panitia Pemungutan Suara (PPS).
Sebelum hasil perhitungan rekapitulasi suara selesai dilakukan, Muhammad Rachwi Ritonga meminta Abdilla memindahkan suara dari Partai Buruh dan Partai Kebangkitan Nusantara ke Partai Kebangkitan Bangsa.
Atas permintaan itu, Abdilla meminta kode Aplikasi Sirekap di tingkat Kecamatan kepada Junaidi Machmud beserta password dan kode OTP-nya. Setelah kode password diberikan, Abdilla membuka aplikasi Sirekap tersebut dan memindahkan suara dari Partai Buruh dan Partai Kebangkitan Nusantara kepada Partai Kebangkitan Bangsa yang mana pada saat itu sedang dilangsungkan rekapitulasi suara untuk semua partai peserta pemilu pada tingkat kecamatan yang dilakukan oleh semua anggota PPK.
Pada Sabtu, 2 Maret 2024 saksi Partai meminta hasil berita acara penghitungan suara atau D hasil, dikarenakan belum finalisasi sehingga terdakwa Muhammad Rachwi Ritonga, Abdilla, dan Junaidi memberikan dan membagikan rekapitulasi penghitungan suara dalam bentuk microsoft excel kepada para saksi peserta pemilu yang salah satunya adalah saksi dari Partai kebangkitan Bangsa, Partai Gerindra, Partai Buruh dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN).
Hasil penghitungan suara atau rekapitulasi suara yang dilakukan oleh terdakwa Muhammad Rachwi Ritonga, Abdilla dan Junaidi, terdapat perbedaan jumlah suara antara C pleno yang dibuat oleh KPPS dengan dengan D hasil yang dibuat oleh PPK. Hal tersebut terjadi karena adanya pemindahan suara dari partai Kebangkitan Nusantara dan Partai Buruh kepada Partai Kebangkitan Bangsa sehingga Partai Kebangkitan Bangsa mendapat tambahan suara dari kedua partai tersebut.
Lalu pada 4 Maret 2024, PPK Kecamatan Medan Timur memberikan hasil berita acara penghitungan suara atau D hasil kepada seluruh saksi partai. Keesokan harinya, seluruh kotak dan surat suara beserta C pleno dan juga D hasil didistribusikan ke KPU Kota dan kemudian pihak KPU Kota mengesahkan D Hasil yang dikeluarkan PPK Kecamatan Medan Timur dengan mekanisme rapat pleno.
Pada Selasa (5/3) sekira pukul 05.00 WIB Sarmak Hasbi Sidqi Hasibuan sebagai Komisioner Panwascam Kota Medan telah mengetahui adanya penggelembungan suara. Selanjutnya pada tanggal 6 Maret 2024, Bawaslu menerima Informasi awal secara tertulis yang dikirimkan oleh pengacara Netty Yuniati Siregar terkait adanya penggelembungan suara.
Kemudian, Bawaslu Kota Medan membuat laporan atau temuan adanya penggelembungan suara yang dilakukan tingkat PPK dan mengirimkan saran perbaikan ke KPU Kota Medan terkait adanya penggelembungan suara namun tidak diindahkan setelah sampai penetapan pada tanggal 12 Maret 2024.
Bahwa dengan adanya penambahan suara terhadap Partai Kebangkitan Bangsa, sehingga Netty yang merupakan calon anggota Legislatif DPRD Kota Medan dari Partai Gerindra merasa dirugikan karena jumlah suara yang diperoleh Partai Gerinda sebanyak 6.526 suara dari empat kecamatan (Kecamatan Medan timur, Kecamatan Medan Perjuangan, Kecamatan Tembung, dan Kecamatan Medan Deli ) yang seharusnya jumlah suara tersebut dapat duduk di legislatif Kota Medan. Namun, akibat perbuatan terdakwa Muhammad Rachwi Ritonga sehingga jumlah suara yang diperoleh Partai Gerinda tidak masuk untuk mendapatkan kursi ke-12 sesuai dengan pembagian dari KPU Kota Medan.
Artikel ini ditulis Indah Mawarni, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(nkm/nkm)