Ketua Komunitas Adat di Simalungun Diduga Dihadang-Dibawa Sejumlah Polisi

Ketua Komunitas Adat di Simalungun Diduga Dihadang-Dibawa Sejumlah Polisi

Finta Rahyuni - detikSumut
Sabtu, 23 Mar 2024 17:59 WIB
Masyarakat adat Simalungun saat aksi di Polda Sumut. (Finta Rahyuni/detikSumut)
Foto: Masyarakat adat Simalungun saat aksi di Polda Sumut. (Finta Rahyuni/detikSumut)
Medan - Ketua Komunitas MA Ompu Umbak Siallagan, Sorbatua Siallagan (65) dihadang sejumlah pria diduga petugas kepolisian, usai membeli pupuk di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Sumut). Setelah itu, Sorbatua dibawa pergi meninggalkan istrinya yang saat itu ikut bersamanya.

Istri Sorbatua, Berliana Manik mengatakan peristiwa itu terjadi di Simpang Simarjarunjung, Tanjung Dolok, Jumat (22/3/2024) pagi. Saat itu, dia dan suaminya baru saja membeli pupuk.

Lalu, tiba-tiba ada sekitar 10 orang pria diduga polisi datang dan hendak menangkap Sorbatua.

"Langsung datang bapak (diduga polisi) itu dari (arah) Parapat masuk ke mobil, mereka menangkap hp bapak, jadi datang aku, ku tangkap hp itu. Langsung ada tiga orang yang menangkap bapak," kata Berliana, saat demo di Polda Sumut, Sabtu (23/3).

Berliana mengaku sempat menarik suaminya agar tidak dibawa. Namun, sekitar empat pria menariknya dan membawanya ke pinggir jalan.

"Ditariklah aku, empat orang menarik aku, dimasukkan bapak ke mobil, langsung dibawa lah, aku kan langsung ditarik ke pinggir, dipegang aku," ujarnya.

Dia mengaku tidak ada menerima surat penangkapan apapun dari pihak kepolisian. Berliana juga menyebut sempat mendengar bahwa para pria yang saat itu menangkap suaminya menyebutkan bahwa, pihak kepolisian telah dua kali melayangkan surat panggilan kepada Sorbatua.

Namun, Berliana mengaku tidak mengetahui soal surat pemanggang itu. Dia juga tidak mengetahui pasti kasus yang menjerat suaminya hingga harus dibawa.

"Belum ada (surat penangkapan), gak ada, langsung ditariknya bapak ke mobil. Satu orang mengambil hp," sebutnya.

Wakil Ketua MA Ompu Umbak Siallagan, Rusiman Siallagan mengatakan bahwa Sorbatua diculik. Sebab, tidak ada pemberitahuan yang disampaikan kepada pihak keluarga atau pun kepada pihaknya.

Rusiman menyebut pada pagi harinya, dia dan Sorbatua memang berencana untuk melakukan rapat. Namun, setelah ditunggu-tunggu Sorbatua tak kunjung datang. Saat ditelepon, nomor Sorbatua juga tidak bisa dihubungi.

"Kemudian datang pihak dari keluarga mencari ternyata ada isu ada penangkapan sama bapak ini secara paksa. Itulah dasarnya memberikan kabar sama kami anak-anaknya, dia (Sorbatua) ditangkap yang tidak dikenal, karena adanya penangkapan tidak jelas maka kami sebutlah penculikan. Kami enggak merasa salah bilang penculikan karena seperti itu tidak ada pemberitahuan," kata Rusiman yang juga hadir dalam aksi tersebut.

Dia mengaku pihaknya sudah sempat menanyakannya kepada pangulu atau kepala desa setempat soal penangkapan itu. Namun, pangulu tersebut tidak mengetahui soal hal itu.

Lalu, mereka juga mencoba menanyakan kepada Polsek Tiga Dolok, tetapi pihak kepolisian juga mengaku tidak mengetahui hal itu. Belakangan, pada sore harinya, mereka baru mendapat informasi bahwa Saorbatua dibawa ke Polda Sumut.

"Kami bergegas mencari dan kami cari Pangulu Nagori dan kami tanya apakah ada penangkapan, ternyata gak ada dibilang. Kami pulang, bergegas lagi kami ke Polsek Tiga Dolok dengan kawan-kawan, di sana kami tanya apa ada penangkapan dari pihak Polsek, tidak ada yang menjawab. Kata mereka gak ada jaringan ke Kapolres, Kapolda, tentu ini membingungkan," ujarnya.

Ketua Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Jhontoni Tarihoran juga menilai bahwa penangkapan Sorbatua menjadi bagian dari penculikan. Dia menduga kasus ini ada kaitannya dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Dia mengaku selama ini Sorbatua memang aktif dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat.

"Kita duga ini adalah buntut dari dia seorang pemimpin masyarakat di Dolok Parmonangan yang selama ini sangat aktif dan getol, semangat, untuk mempertahankan hak-hak adat. Itu ketua adat. Ini ada dugaan kerjasama PT TPL dengan kepolisian untuk menangkap dan memenjarakannya (Sorbatua)," ujarnya.

Jhontoni menyebut Sorbatua selama ini juga sering didatangi oleh pihak TPL. Dia mengatakan kedatangan itu salah satunya untuk menyampaikan bahwa Sorbatua telah dilaporkan ke pihak kepolisian terkait dugaan penguasaan tanah.

"Selama ini dia (Sorbatua) sering didatangi oleh pekerja TPL, bahkan aparat ke kampungnya di Dolok Parmonangan. Kedatangan itu ada pernah mengantarkan surat dari kepolisian bahwa dia sudah dilaporkan diduga oleh perusahaan TPL karena menguasai tanah itu. Padahal itu tanah adat mereka yang sudah dikelola hampir 10 generasi atau hampir dari 100 tahun. Kemudian TPL menanami itu dengan ekaliptus sumber bahan baku perusahaan. Mereka (warga) juga pernah mengalami kak tanamannya itu dirusak oleh PT TPL," kata Jhontoni.

"Ini kita lihat adalah permainannya perusahaan dengan pemerintah maupun aparat supaya masyarakat tidak mempertahankan haknya sebagai masyarakat adat. Ini bukan saja memberi ketakutan kepada masyarakat titik Ini bukti negara gagal melindungi warga negaranya. Harusnya negara itu bergerak melindungi warga negaranya yang memenuhi hidupnya dari lahannya," ujarnya.

Dia pun meminta pihak kepolisian agar menangguhkan penahanan Sorbatua. Dia bersama masyarakat adat lainnya bersedia menjadi penjamin.

"Itulah yang kita mohon di sini supaya ditangguhkan penahanannya karena dia bukan penjahat. Keluarga beserta masyarakat adat bersedia menjadi jaminan supaya dia kooperatif, supaya tidak merusak barang bukti. Permohonan kita hari ini ditangguhkan karena dia sudah tua, rentan dan sakit," ujarnya.

Pantauan detikSumut, ada puluhan masyarakat yang ikut dalam aksi tersebut. Mereka memprotes soal penangkapan Sorbatua Siallagan.




(mjy/mjy)


Hide Ads