Pihak kepolisian masih terus melakukan penyidikan terkait kasus dugaan kecurangan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut). Namun, sejauh ini belum ada tersangka di kasus tersebut.
Penetapan status tersangka ini terus didesak oleh guru honorer Langkat. Terakhir, mereka melakukan aksi di Polda Sumut untuk menuntut penetapan tersangka itu.
"Kami hari ini dengan beberapa guru honorer dari Kabupaten Langkat menuntut penetapan tersangka di mana kita melihat Kapolda mempetieskan kasus PPPK," kata Yusril Mahendra, perwakilan LBH Medan selaku penasihat hukum para guru, usia aksi di Polda Sumut, Rabu (13/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengaku ada sejumlah guru yang diintimidasi dalam kasus itu. Intimidasi itu, kata Yusril, dilakukan agar para guru tersebut tidak mengungkapkan soal kecurangan itu.
"Hari ini, guru-guru banyak diintimidasi. Pertama saat pemeriksaan saksi di Langkat. Mereka dikumpulkan sama kepala bidang dan kepala sekolah, mengintimidasi jangan pernah mengakui, akan tetapi klien Kami semuanya mengakui. Bentuk intimidasi itu ada yang pemecatan sekolah dan hal ini yang kami sesali. (Intimidasi) Kabid SD," pungkasnya.
Kanit 3 Subdit 3 Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut AKP Rismanto J Purba selaku perwakilan Polda Sumut yang menemui massa aksi, mengatakan pihaknya akan segera menetapkan tersangka dalam kasus itu. Namun, dia menyebut ada proses penyidikan yang perlu dilakukan.
"Sejauh ini belum, kan berproses dia," ujarnya.
Mantan Kasat Reskrim Polres Dairi itu lalu menyampaikan bahwa pihaknya telah memeriksa sekitar 30 saksi untuk mengungkap kasus tersebut. Termasuk, memeriksa Kepala Dinas Pendidikan Langkat Saiful Abdi dan Kepala BKD Langkat Eka Syahputra Depari.
"(Saksi) mungkin kalau kita hitung hampir 30 saksi. Kadis pendidikan hari ini, BKD kemarin," kata Rismanto saat itu.
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi mengatakan ada mekanisme penyidikan yang harus dilakukan sebelum penetapan tersangka itu.
"Tentu ada mekanisme dan SOP-nya," kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi, Selasa (12/3).
LBH Medan turut mengkritik lambannya penetapan tersangka itu. LBH meminta Polda untuk tidak bermain-main dalam kasus ini.
"LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan HAM serta merupakan penasihat hukum ratusan guru honorer Langkat menilai ada keanehan dalam penyidikan tersebut. Maka dari itu, LBH Medan meminta secara tegas Polda Sumut, khususnya Dirkrimsus jangan bermain-main, apalagi sampai memetieskan," kata Direktur LBH Medan Irvan Saputra.
Irvan menyebut pada 16 Februari 2024, Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi telah menyampaikan ke publik bahwa kasus itu telah naik ke tahap penyidikan. Namun, Irvan menyayangkan, hingga kini belum ada penetapan tersangka di kasus tersebut.
Irvan mengatakan honorer Langkat yang mengetahui adanya dugaan kecurangan itu telah diperiksa. Selain itu, sejumlah bukti, seperti kuitansi dan rekaman penyerahan uang untuk meloloskan peserta PPPK itu juga telah dipegang penyidik.
"Namun, pasca ditingkatkan ke penyidikan yang lebih kurang satu bulan, hingga sampai saat ini pihak Polda Sumut belum juga menetapkan tersangka dalam tindak pidana tersebut. Hal ini menjadi tanda tanya besar bagi publik khususnya para guru honorer. Mengapa belum juga ditetapkan tersangkanya? padahal sudah puluhan saksi diperiksa, bukti surat dan petunjuk telah diperoleh penyidik," kata Irvan.
Dia lalu membandingkan penanganan kasus PPPK Langkat dengan kasus PPPK Madina dan Batu Bara. Untuk kasus PPPK Madina, ada enam orang yang telah ditetapkan menjadi tersangka, sedangkan untuk kasus PPPK Batu Bara sudah empat orang.
"Oleh karena itu, LBH Medan menilai tidak sulit bagi Polda Sumut untuk menetapkan tersangka dalam dalam kasus PPPK Langkat. Namun melihat fakta-fakta pada penyidikan yang hingga saat ini belum juga ditetapkan tersangkanya, LBH Medan mencium adanya aroma yang tidak sedap dalam penegakan hukum kasus PPPK Langkat," pungkasnya.
(nkm/nkm)