Komisioner KPU Padangsidimpuan Parlagutan Harahap harus mendekam di penjara usai terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) karena memeras seorang calon legislatif inisial F. Ini enam fakta terkait penangkapan Parlagutan.
Fakta-Fakta Komisioner KPU Sidimpuan Kena OTT
1. Awal Mula di-OTT
OTT terhadap Parlagutan ini berawal dari laporan korban kepada pihak kepolisian. Setelah diselidiki, Tim Saber Pungli Polda Sumut lalu melakukan OTT kepada Parlagutan Harahap di salah satu kafe di Padangsidimpuan, Sabtu (27/1/2024).
OTT itu dibenarkan oleh Ketua KPU Sumut Agus Arifin. Agus mengatakan langsung berkoordinasi dengan Ketua KPU Padangsidimpuan begitu mengetahui OTT itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah koordinasi dengan Ketua KPU Padangsidimpuan, benar ditangkap dini hari tadi," kata Agus kepada detikSumut, Sabtu.
2. Parlagutan Tersangka
Setelah OTT, Polda Sumut lalu menetapkan Parlagutan sebagai tersangka. Status tersangka itu ditetapkan satu hari setelah pelaku ditangkap. Saat ini, Parlagutan ditahan di Polda Sumut.
"Sudah tersangka. Tanggal 28 itu ditetapkan tersangka. Ditahan di sini (Polda)," kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi, Senin (29/1).
3. Uang Rp 26 Juta Disita
Mantan Kapolres Biak, Papua itu, menyebut ada sekitar Rp 26 juta uang yang saat itu diamankan oleh pihak kepolisian.
"Modusnya pemerasan. Korban adalah salah satu caleg di Padang Sidimpuan inisial F. BB (barang bukti) yang diamankan Rp 26 juta," sebut Hadi.
4. Parlagutan Ditangkap saat Bersama Anggota PPK
Hadi mengatakan saat di-OTT, Parlagutan yang merupakan Koordinator Divisi Sosdiklih Humas dan SDM itu tengah bersama seorang anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) inisial R. R ini merupakan perantara Parlagutan dan F, yang mengantarkan uang tersebut
"R perantara. R itu sebagai PPK di salah satu kecamatan di sana," jelasnya.
Namun, Hadi mengatakan R hanya berstatus saksi dalam kasus ini. Sebab, R terpaksa menjadi perantara karena ditekan oleh Parlagutan. R ketakutan akan dicopot Parlagutan jika tidak mau menjadi perantara uang itu.
"R terkena tekanan, (pelaku) punya kewenangan mencopot R," sebut Hadi.
5. Modus Jual Suara
Mantan Wadirlantas Polda Kalimantan Tengah itu mengatakan Parlagutan memeras korban dengan modus jual beli suara. Awalnya pelaku meminta uang sebesar Rp 50 juta dengan dalih akan memberikan 1.000 suara kepada korban.
Satu suara dibanderol pelaku dengan harga Rp 50 ribu. Saat meminta uang itu, pelaku juga mengancam dengan mengatakan bahwa suara korban dalam proses pemilihan caleg itu akan hilang jika tidak mau bekerjasama dan memberikan uang kepada Parlagutan.
"Jadi, yang diminta itu satu kepala Rp 50 ribu. Nanti, dijanjikan 1.000 suara. (Total) Rp 50 juta. Si korban ini takut sama P (Parlagutan) karena dia kalau enggak merapat sama dia bisa hilang suara. Ada kekhawatiran sama F, mau enggak mau dia mengikuti permintaan si P," sebut Hadi.
Namun, uang Rp 50 juta yang diminta pelaku itu tidak bisa disanggupi karena korban tidak mempunyai uang. Alhasil, uang yang disepakati hanya sekitar Rp 26 juta. Uang itulah yang diamankan saat OTT tersebut.
"Karena si F kondisinya terbatas, tidak punya uang, makanya jadinya Rp 26 juta," jelasnya.
6. Parlagutan Penyelenggara Pemilu Kedua Terkena OTT Polda Sumut
Parlagutan merupakan penyelenggara Pemilu kedua yang ditangkap oleh Polda Sumut. Sebelumnya, adalah anggota Bawaslu Kota Medan Azlansyah Hasibuan juga terkena OTT.
"Jadi yang diduga Azlan Hasibuan, anggota Bawaslu Medan," kata Ketua Bawaslu Sumut M Aswin Diapari Lubis kepada detikSumut, Rabu (15/11/2023).
Azlan sendiri ditangkap, Selasa (14/11) malam. Azlan ditangkap di Hotel JW Marriott, Medan.
"Iya tadi malam di Hotel JW Marriott," ujarnya.
Selain Azlansyah, Polda Sumut juga menangkap dua warga sipil lainnya berinisial FH (29) dan IG (25). Penangkapan tersebut terkait pemerasan terhadap caleg.
"Ketiganya tertangkap tangan saat sedang menerima uang atas dugaan pemerasan dari salah seorang calon anggota legislatif Kota Medan," kata Hadi Wahyudi, Rabu (15/11).
(dhm/dhm)