Kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat dengan terdakwa Ferdy Sambo cs memasuki babak akhir. Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi bersama para terdakwa lain menjalani sidang vonis, mulai hari ini.
Awalnya, penembakan yang menewaskan Yosua Hutabarat itu berusaha ditutupi. Ferdy Sambo, dengan 'kuasa' di tangannya, disebut membuat skenario seolah-olah terjadi tembak menembak antara Yosua dengan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E.
Belakangan, skenario yang dibuat Sambo itu mentah. Bharada E menguak semua fakta. Narasi polisi tembak polisi mentah, yang ada adalah Brigadir Yosua dihabisi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jauh hari sebelum Eliezer mengungkap fakta sebenarnya, keluarga Yosua di Sungai Bahar, Muaro Jambi sudah lama manaruh curiga. Melihat kondisi luka pada tubuh Yosua, mereka yakin dia dibantai, dibunuh dengan sadis.
"Aku mendengar beda suaranya, tapi sepertinya suaramu bersedih. Kakakmu mengatakan itu karena sinyal, aku sudah ada firasat," kata ibunda Brigadir Yosua, Rosti Simanjuntak saat menangis di samping jenazah Yosua, 10 Juli 2022 silam.
Firasat Rosti pelan-pelan terbukti. Yosua benar-benar ditembak, dihabisi dengan alasan melakukan kekerasan seksual terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Firasat itu yang menbuat Rosti sampai kini tak terima dengan perlakuan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi terhadap anaknya. Dia begitu percaya kepada atasan anaknya, sampai kenyataan berbicara lain.
Kecewa berat itu membuat Rosti ingin Ferdy Sambo dan Putri dihukum berat; hukuman mati.
"Sekarang aku tidak berdaya, hanya bisa merelakanmu," ungkap Rosti, waktu itu.
Ferdy Sambo sendiri dituntut penjara seumur hidup dalam kasus ini. Sementara Putri Candrawathi 'hanya' dituntut dengan hukuman 8 tahun penjara, jauh dari keinginan keluarga Yosua.
(dpw/dpw)