Satuan Polisi Pamong Praja Kota Jambi melakukan penyegelan terhadap sebuah penginapan OYO yang berada di Kota Jambi. Penginapan itu disegel Satpol PP lantaran diduga dijadikan tempat esek-esek atau tempat asusila.
"Jadi kita lakukan penindakan di tempat usaha penginapan ini karena selama ini tempat ini terindikasi telah melanggar Perda nomor 2 tahun 2014 tentang asusila," kata Kasat Pol PP Kota Jambi, Mustari kepada wartawan, Selasa (31/1/2023).
Penginapan OYO yang berada di depan kantor Dinas Pemadam Kebarakaran Kota Jambi itu juga ditindak Satpol PP Kota Jambi karena dirasa mengganggu ketertiban umum. Apalagi warga sekitar juga resah dengan adanya aktivitas asusila yang dilakukan oleh sejumlah warga terutama bagi para remaja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari laporan masyarakat dan ketua RT 34 Kelurahan Payo Lebar, jika ada aktivitas yang mengganggu ketertiban umum khususnya Perda 47 tahun 2022, maka dari itu bersama tim terpadu kita menegakkan produk hukum daerah berdasarkan SK Wali Kota nomor 338 tahun 2020 tentang pengawasan, pembinaan dan penindakan," ujar Mustari.
Tidak hanya itu saja, dari alat bukti yang didapatkan pihak Satpol PP Kota Jambi, tempat tersebut juga dianggap ada aktivitas kriminalnya dan aktivitas perempuan yang tidak sepatutnya.
"Aktivitas ini adanya kriminal, ada pula aktivitas perempuan perempuan yang menginap disana, dan dugaan jadi buat tempat asusila, ini memang tidak sesuai aturan," terang Mustari.
Bukan hanya persoalan tempat asusila, Satpol PP juga melakukan pengecekan perizinan yang dikantongi oleh pemilik penginapan OYO itu. Ternyata, masa berlaku izin tersebut sudah berakhir pada Desember 2022 lalu. Maka dari itu hal ini membuat tempat tersebut tidak boleh beraktivitas lagi lantaran melanggar Perda nomor 6 tahun 2020 tentang retribusi jasa.
"Saat ini, kita tutup sementara usaha penginapan ini, selanjutnya akan dilakukan pemanggilan pada pelaku usaha, termasuk saksi dari masyarakat dan PTSP untuk mencocokan izinnya" tutur Mustari.
"Nanti jika pelaku usaha ini masih ingin membuka usaha tersebut, terlebih dahulu harus ada pertemuan dan persetujuan dari masyarakat sekitar, tokoh agama, pemuda, tokoh masyarakat dan ketua RT. Jangan sampai nanti ada gangguan ketertiban umum kembali, tentu berdampak pada usaha itu sendiri," lanjut dia.
(afb/afb)