Majelis hakim Mahkamah Syar'iyah (MS) Blangpidie memvonis bebas anak berusia 14 tahun yang didakwa memperkosa bocah 7 tahun di Aceh Barat Daya (Abdya). Jaksa keberatan dengan putusan itu dan bakal mengajukan kasasi.
"Putusannya tadi siang dan hakim membebaskan terdakwa," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Abdya, M Iqbal saat dimintai konfirmasi detikSumut, Senin (25/7/2022).
Kasus dugaan pemerkosaan itu bermula saat korban diajak kakak pelaku ke rumah pelaku pada awal 2022 lalu. Korban dan kakak pelaku disebut sama-sama suka bermain TikTok.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak lama berselang, kakak pelaku pamit ke kamar mandi dan meninggalkan korban di ruang tamu. Pelaku yang berada di kamar tiba-tiba menarik korban ke kamarnya dan melakukan pemerkosaan.
Usai memperkosa, korban pulang ke rumah dalam keadaan murung. Setelah didesak ibunya, korban akhirnya mengakui telah diperkosa pelaku.
Kasus itu dilaporkan ke polisi dan berlanjut ke meja hijau. Dalam persidangan dengan nomor perkara 1/JN.Anak/2022/MS.Bpd, JPU menuntut terdakwa dengan hukuman 60 bulan penjara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).
"Dalam putusannya itu hakim menyatakan bahwa terdakwa anak itu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemerkosaan sebagaimana tuntutan dari JPU," jelas Iqbal.
Jaksa tidak terima dengan putusan tersebut dan menyatakan bakal mengajukan kasasi. JPU juga mengaku kecewa dengan putusan hakim.
"Kami pada posisi yang memihak kepada korban sangat kecewa dengan putusan tersebut apalagi dalam pertimbangannya tidak memihak dan tidak memberikan keadilan ke korban," jelas Iqbal.
Kuasa hukum korban Sandri Amin, Rahmat Jeri Bonsapia dan Ade Syahputra Kelana juga mengaku kecewa dengan putusan hakim. Hakim dinilai mengesampingkan fakta hukum di dalam persidangan.
"Kita kuasa hukum meminta jaksa melakukan kasasi dan alhamdulillah direspon. Kita kecewa karena hakim mengesampingkan fakta hukum dan pembuktian di persidangan diabaikan," jelas Rahmat saat dimintai konfirmasi detikSumut secara terpisah.
Rahmat menilai ada kejanggalan dalam putusan MS Blangpidie. Selain persidangan mencapai 18 kali, jarak penyampaian duplik dari penasehat hukum pelaku dengan putusan juga terbilang lama.
"Hampir sebulan penundaan sidang. Kita nilai putusannya janggal," ujar Rahmat.
(agse/dpw)