Karo Paminal Divpropam Brigjen Hendra Kurniawan disebut melarang keluarga membuka peti saat menerima mayat Brigadir J atau Norfriansyah Yoshua Hutabarat. Pemeriksa Utama Divpropam Polri Kombes Leonardo Simatupang menepis kabar itu.
Leonardo mengaku dirinya lah yang menyerahkan jenazah Brigadir Yoshua kepada keluarga di Muaro Jambi, Jambi. Saat itu, kata dia, tidak ada pelarangan kepada keluarga untuk membuka peti jenazah.
"Yang mengantar jenazah itu saya, nggak Karo Paminal. Itu ya, salah ngikutin informasi-informasi yang nggak benar," kata Leonardo dikutip dari detikNews, Rabu (20/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak pernah ada saya untuk melarang buka peti ya, karena nggak bagus dilihat keluarga, kita punya keluarga juga," sambungnya.
Menurut Leonardo Brigjen Hendra datang ke kediaman keluarga saat jenazah Brigadir Yoshua sudah dimakamkan. Hendra datang untuk melaksanakan upacara dan membantu mutasi adik Brigadir Yoshua ke Polda Jambi.
"Karo Paminal datang itu setelah jenazah dikebumikan, itupun karena permintaan dari keluarga untuk menjelaskan kronologi, permintaan untuk upacara dan mutasi adiknya supaya minta dibantu tuntas, itu aja," ujar Leonardo.
Diberitakan sebelumnya, keluarga sempat dilarang membuka peti mayat Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat saat tiba di rumah duka. Pengacara keluarga Brigadir Yoshua mengatakan orang yang melarang itu adalah jenderal polisi bintang satu.
Johnson, salah satu pengacara keluarga Brigadir J mengungkapkan sosok tersebut adalah Karo Paminal Divpropam Polri Brigjen Hendra Kurniawan. Kata dia, saat itu Hendra memberi tekanan kepada keluarga Brigadir Yoshua.
"Karo Paminal itu harus diganti, karena dia bagian dari masalah dan bagian dari seluruh persoalan yang muncul, karena dia yang melakukan pengiriman mayat dan melakukan tekanan kepada keluarga untuk (tidak) membuka peti mayat," ujarnya dikutip dari detikNews Selasa (19/7/2022).
Dia menyebut Karo Paminal melanggar asas keadilan. Dia juga menyebut ada pelanggaran terhadap hukum adat yang sangat diyakini keluarga Brigadir Yoshua.
"Jadi, selain melanggar asas keadilan, juga melanggar prinsip-prinsip hukum adat yang sangat diyakini oleh keluarga korban. Menurut saya, itu harus dilakukan," ungkapnya.
(astj/astj)