Bahasa Minangkabau, dengan alunan dan intonasinya yang khas, merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia yang mempesona. Bagi para perantau atau siapa saja yang ingin mempelajarinya, memahami bahasa ini adalah kunci untuk lebih dekat dengan budaya Ranah Minang.
Namun, seperti halnya mempelajari bahasa baru, ada banyak jebakan dan kesalahan umum yang sering dilakukan oleh pemula. Kesalahan ini bisa jadi hanya kesalahpahaman kecil, namun beberapa di antaranya bisa dianggap tidak sopan atau bahkan menyinggung.
Berikut adalah 5 kesalahan yang paling sering terjadi saat mengucapkan Bahasa Minangkabau. Yuk, simak. Jangan sampai salah!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. "Bahasa Padang"
Ini adalah kesalahan yang paling mendasar dan paling sering terjadi. Banyak orang di luar Sumatera Barat menyamaratakan segala sesuatu yang berasal dari provinsi tersebut dengan "Padang". Padahal, Padang hanyalah nama ibu kota provinsi, sementara suku dan bahasanya adalah Minangkabau.
Menyebut Bahasa Minangkabau sebagai "Bahasa Padang" sama kelirunya dengan menyebut Bahasa Indonesia sebagai "Bahasa Jakarta". Hal ini bisa menyinggung perasaan orang Minang karena seolah-olah mengabaikan identitas suku dan budaya mereka yang kaya dan luas, yang tidak hanya terbatas di kota Padang. Jadi, ingatlah selalu, sukunya dan bahasanya adalah Bahasa Minangkabau.
2. Keliru Menggunakan Kata Sapaan (Uda/Uni)
Penggunaan kata sapaan seperti "Uda" (untuk kakak laki-laki) dan "Uni" (untuk kakak perempuan) adalah bagian penting dari etiket sosial Minangkabau. Kesalahannya adalah menganggap kata-kata ini sekadar terjemahan dari "Mas" atau "Mbak" dan menggunakannya secara sembarangan.
Kata sapaan ini memiliki aturan dan konteks. Misalnya, memanggil seseorang yang jauh lebih tua dengan "Uda/Uni" mungkin dianggap kurang sopan. Ada sapaan lain seperti "Mak Adang" (paman) atau "Etek" (bibi) untuk yang lebih tua. Penggunaan yang tidak tepat dapat dianggap kurang sopan atau tidak memahami norma budaya setempat.
3. Salah Lafal Akibat Perbedaan Bunyi Vokal
Salah satu ciri khas Bahasa Minang adalah perubahan beberapa bunyi vokal dari Bahasa Indonesia. Kesalahan umum adalah tetap menggunakan lafal Bahasa Indonesia. Contoh paling umum adalah perubahan vokal "e" menjadi "a" serta mengganti huruf vokal menjadi "o".
Kesalahan vokal "O":
- Salah: Kamu mau pergi kemano?
Benar: Nak pai kama, Uda/Uni?
(Uda/Uni mau pergi kemana?) - Salah: Ayo pai ke paso!
Benar: Nah, pai ka pasa!
(Ayo pergi ke pasar!)
Perhatikan contoh penggunaan vokal e ke dalam bahasa Minangkabau berikut:
- Lebih menjadi Labiah
- Pedih menjadi Padiah
- Letih menjadi Latiah
- Leher menjadi Lihia
Kesalahan dalam lafal ini mungkin terlihat sepele, namun bisa memengaruhi kejelasan, makna, dan membuat ucapan detikers terdengar janggal di telinga penutur asli.
4. Gagal Paham Ungkapan Kiasan (Metafora)
Seperti banyak bahasa daerah lainnya, Bahasa Minang kaya akan ungkapan kiasan atau metafora yang maknanya tidak bisa diartikan secara harfiah. Kesalahan terjadi ketika seorang pembelajar mencoba menerjemahkan kata per kata.
Contohnya, ungkapan "angek ati" secara harfiah berarti "panas hati". Namun, maknanya adalah untuk mengungkapkan perasaan marah, kesal, atau jengkel. Penggunaan atau pemahaman yang keliru terhadap metafora semacam ini bisa menimbulkan kesalahpahaman dalam percakapan.
5. Tidak Paham Batasan Kosakata Kasar
Ini adalah kesalahan yang paling berisiko karena dapat menyinggung perasaan orang lain secara serius. Setiap bahasa memiliki tingkatan kosakatanya, dari yang paling halus hingga yang paling kasar. Bahasa Minang memiliki beberapa kosakata yang dianggap sangat kasar dan penggunaannya harus dihindari.
Kata-kata makian seperti "panduto" (pembohong) atau "landeh" (kiasan untuk babi) sudah termasuk kasar. Namun, ada kata-kata lain yang levelnya jauh lebih tabu untuk diucapkan. Kesalahan fatal adalah menggunakan kata-kata ini tanpa memahami bobot dan dampaknya. Berikut beberapa kosakata kasar dalam bahasa Minangkabau:
- Anjiang, Baruak, dan Kandiak
Menggunakan nama hewan adalah makian yang umum di banyak daerah. Di Minang, kata yang sering digunakan adalah Anjiang (anjing), Kandiak (babi), dan Baruak (kera/monyet).
Contoh: "Baruak paja ko memang!" (Monyet anak ini memang!)
- Binalu
Bahkan nama tumbuhan bisa menjadi makian. Binalu berarti benalu atau parasit. Makian ini ditujukan bagi orang yang dianggap mengganggu atau memberikan dampak negatif bagi orang lain.
- Pantek
Ini adalah salah satu makian yang paling kasar dan tabu dalam Bahasa Minang. Kata Pantek merujuk pada alat kelamin wanita. Penggunaannya tergolong sangat ofensif dan harus dihindari dalam situasi apa pun.
- Kalera
Berasal dari nama penyakit Kolera. Dulu digunakan sebagai umpatan yang merujuk pada penyakit mematikan, kini kata Kalera lebih sering digunakan sebagai ungkapan untuk menunjukkan kekesalan.
- Poyok
Kata Poyok adalah makian kasar yang ditujukan kepada perempuan, yang diartikan sebagai wanita jalang, pekerja seks komersial (PSK), atau perempuan yang dianggap tidak memiliki harga diri.
(afb/afb)